“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 Ciuman Kedua
“Jadi, kau pun bermimpi yang sama?” tanya Melvin tersenyum. “Sekarang, kau yakin bukan, kalau kita itu berjodoh?”
Disra memicingkan matanya. “Aku memang mimpi menikah. Tapi, menikah dengan Genderuwo!” hardik Disra. Menolak dirinya bermimpi menikah dengan Melvin.
“Kalau begitu, aku akan buat nasib baik untukmu.” Melvin menarik lengan Disra agar masuk ke dalam mobilnya.
“Lepas! Ini namanya penculikan! Sepertinya Bapak emang udah nggak waras yah?” Disra mencoba melepaskan diri dari Melvin.
Melvin melihat ponsel yang ada di saku celana Disra. Tanpa aba-aba, dia mengambil ponsel itu dan mengangkat tangannya.
“Apa yang kau lakukan? Kembalikan ponselku!” hardik Disra.
“Ikut denganku dulu, baru aku kembalikan!” seru Melvin.
“Mau loe apa sih?” tanya Disra sudah tak mengindahkan Melvin sebagai dosennya.
“Saya itu ingin menikahi mu!” seru Melvin.
Seorang pria yang tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. Pria yang tak pernah bersosialisasi. Hingga, tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan seorang wanita. Hanya Disra wanita satu-satunya yang selama ini dia cari. Namun, gadis itu melupakannya.
“Mana ada orang ngajak nikah seperti ini? Benar-benar tak masuk akal!” rutuk Disra.
“Sudah ikut dulu, nanti kau akan terkesima!” seru Melvin mendorong Disra masuk ke dalam mobilnya. Dia langsung memakaikan sabuk pengaman pada Disra. “Akan aku kembalikan ponselmu setelah kita sampai di tempat tujuan.”
Disra hanya mengetuk-ngetuk lututnya dengan jemarinya. Tidak ada rasa takut di dirinya. Dia tahu, pria yang sedang mengemudi adalah pria aneh. Namun, dia masih yakin otak pria itu masih sedikit waras.
“Kita mau ke mana?” tanya Disra.
“Kau akan tahu nanti.”
Ck! Disra hanya mendecak. Mobil terus melaju, pikiran Disra yang awalnya tenang menjadi gelisah. Jalan yang mereka lewati adalah jalanan yang sepi pengendara. Banyak pepohonan rimbun di sekitar jalan.
Ketukan jemari di lututya melemah, pikiran Disra menerawang ke film-film psikopat yang pernah ia tonton. Matanya melirik ke samping, jalanan yang sepi, penerangan yang minim, rimbunnya pepohonan. Dia sedikit menoleh, melirik ke arah Melvin yang sedang berkendara. Pria itu … menyinggungkan senyum. Tampan, manis, tetapi … siapa yang tahu, seperti apa kepribadian aslinya. Senyum itu, senyum menyeramkan bagi Disra.
Mau dibawa ke mana gua?
Jangan-jangan mau dimutilasi lagi!
Dibuang ke lautkah?
Disekapkah?
Atau … gua mau diperkaos!
Pikiran-pikiran buruk memenuhi kepala Disra. Dia menggigit pelan bibirnya. Benar kata pepatah yang mengatakan mulutmu harimaumu. Bisa jadi karena perkatan dirinya yang ketus telah menyakiti hati pria aneh di sampingnya. Bisa saja pria itu telah sakit hati dan ingin membalas dendam padanya. Namun, yang tak habis pikir adalah mengapa pria itu sangat menginginkan menikah dengannya? Dia menggeleng pelan, mengusir pikiran buruk di kepalanya.
Meskipun sudah berusaha untuk menghempas pikiran buruk, dengan cara bernyanyi di dalam hati. Namun, tetap saja otaknya masih memproses pikiran-pikiran buruk.
Disra merasakan mobil melambat dan akhirnya berhenti, sukses membuat pikiran buruknya menghilang sejenak. Hanya dalam kurang dari satu jam. Mobil Melvin berhenti di sebuah restoran.
Disra membelalakan matanya saat melihat restoran mewah di depannya. Hatinya mulai tenang. Setidaknya, mereka tidak berhenti di hutan atau laut. Tidak mungkin Melvin membekap mulutnya dan membuang jasadnya ke laut.
“Kenapa kita ke sini?” tanya Disra melembut. Bukan terkesan karena diajak ke restoran mewah. Melainkan dirinya takut menyinggung Melvin, dia tak tahu kepribadian asli pria itu. Menurutnya, tindakan semalam Melvin sesuatu yang tak masuk akal. Waras atau tidak, mencoba bicara baik-baik agar bisa terlepas dari dosen aneh itu.
Ah! Kenapa pria aneh ini bisa menjadi dosen? Apa karena hanya memiliki kepintaran di atas rata-rata? Apakah tak ada tes psikologi saat penerimaan dosen?
Melvin hanya tersenyum, hatinya menghangat saat mendengar Disra berkata lembut padanya. Dia keluar dari mobil dan mengitarinya. Dia membukakan pintu untuk Disra. “Ayo.”
Disra hanya menatap tak mengerti. Namun, dia mengikuti Melvin. Mereka berjalan beriringan. Masuk ke dalam restoran megah itu. Mata Disra mengedar, melihat situasi restoran.
Sepi, tidak ada pengunjung, alisnya tertaut. Bagaimana mungkin restoran yang biasanya tampak ramai. Namun, kini sepi pengunjung. Ya, meskipun Disra tidak pernah ke restoran tersebut, tetapi setiap lewat restoran itu selalu ramai pengunjung dengan mobil yang terparkir rapi.
Hanya ada satu meja di tengah ruangan. Melvin menarik kursi dan mempersilakan Disra untuk duduk. Gadis itu mengikuti perintah Melvin.
Melvin duduk di depan Disra, hatinya bertambah hangat karena gadis itu tak memakinya lagi. Tampaknya, panduan menaklukan hati pasangan di internet berguna. Ya, Melvin mencari informasi di internet tentang menaklukan hati pasangan, bagaimana cara membuat seorang gadis luluh. Memilih cara menyewa satu restoran hanya untuk mereka. Makan malam romantis diiringi oleh musik klasik.
“Bukankah Bapak ingin membicarakan sesuatu padaku?” tanya Disra sopan.
“Iya, kita bicara setelah makan malam,” jawab Melvin lembut.
Tidak lama, seorang pelayan datang membawakan makanan untuk mereka. Dua posri steak, tampak sangat menggugah selera. Disra menelan salivanya sendiri karena melihat daging tersebut. Namun, dia tak akan begitu saja memakan daging itu.
Siapa yang tahu, ada sesuatu zat yang ditambahkan dalam masakan itu tidak? Racunkah? Atau mungkin obat per*ngsang? Pikiran buruk tentang Melvin masih mendominasi otak Disra. Bukan menganggap dirinya wanita cantik yang digilai para pria sampai harus diberi obat per*ngsang. Namun, mengingat Melvin pernah dengan tidak sopan menciumnya, membuat Disra memiliki pikiran seperti itu.
Melvin memotong daging di depannya, begitu pula dengan Disra. Namun, Disra tidak ada keinginan untuk memakan daging itu.
“Kenapa tidak dimakan? Dari tadi hanya memotong?” tanya Melvin seraya memakan daging steaknya.
“Aku biasa memakan steak dipotong semua terlebih dahulu, Jadi, setelah terpotong semua, hanya tinggal makan tanpa harus memotong lagi,” kilah Disra. Hatinya mulai kacau lagi, musik klasik membuatnya teringat akan film pembunuh berantai.
“Oh,” gumam Melvin. Dia memakan kembali daging steaknya.
Melvin melihat Disra yang terus memotong hingga tak ada lagi daging steak yang besar. “Steakmu sudah di potong kecil-kecil. Kau tidak makan?”
“Ini jenis daging apa?” tanya Disra menunjuk steaknya.
“Oh, itu kobe steak. Steak paling enak di restoran ini.”
“Kalau yang di makan oleh Bapak?”
“Ini wagyu steak. Wagyu memiliki banyak jenis, salah satunya kobe steak. Ibaratnya, semua daging kobe adalah wagyu. Tapi, tidak semua wagyu adalah kobe dan yang kumakan adalah red wagyu.”
Tukang daging ya Pak dulunya?
Sindir Disra hanya dalam hati. Dia tak peduli dengan macam-macam daging. “Red Wagyu, aku lebih suka itu sebenarnya daripada kobe,” tutur Disra.
“Oh, kalau begitu, kita pesan satu lagi,” usul Melvin.
“Tidak, apa boleh kita bertukar steak saja?” pinta Disra dengan suara lembut. Setidaknya, daging yang dimakan oleh Melvin sudah terbukti tidak ada racun di dalamnya karena pria itu sudah memakan beberapa suap.
“Benar tidak apa? Ini sudah aku makan?” tanya Melvin.
“Tidak apa.” Disra mengangkat piringnya dan menyodorkan pada Melvin.
Melvin menerima piring Disra dan memberikan piringnya pada gadis itu. Disra langsung memakan daging steak itu. Ingin rasanya bersorak saat merasakan daging yang begitu lezat. Namun, tak mungkin dia tunjukan pada pria di depannya ini.
Melvin hanya tersenyum melihat Disra dengan lahap memakan daging steak itu. Dia sampai lupa memakan makanannya.
Disra mendongak dan tak melihat Melvin memakan steaknya. “Kenapa tak dimakan?” tanya Disra. Bertambah curiga dia dengan pria di depannya.
Jangan-jangan emang benar ada racunnya!
“Aku jadi kenyang melihatmu makan,” ujar Melvin.
Disra berhenti mengunyah, meyakinkan dirinya bahwa kobe steak itu sudah ditambah sesuatu.
“Aku jadi tak enak kalau makan sendiri. Makanlah,” bujuk Disra.
“Baik, aku makan.” Melvin mulai menusuk daging itu dan memasukannya ke dalam mulut.
Disra tak lepas pandangan dari Melvin. Pria itu tersenyum sembari mengunyah. Senyum itu sangat mengganggu Disra.
“Maaf Pak, kenapa tersenyum terus?”
"Sepertinya, kau menikmati ciuman kedua kita," ujar Melvin sumringah.
"Apa?" tanya Disra terkejut. Dia tak mengerti apa yang diucapkan oleh Melvin.
"Kau memakan dengan garpu bekasku. Bukankah, artinya itu ciuman kedua kita? Ciuman dengan perantara garpu."
Disra membentuk mulutnya huruf O, matanya pun membulat, terkejut dengan pemikiran pria di depannya. Jika itu disebut ciuman. Sudah berapa banyak dia dan Felix ciuman.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/