Cerita ini mengisahkan tentang seorang pangeran yang tidak diakui sebagai anak oleh ayahandanya. Karena ayahandanya menuduh bundanya berselingkuh. Maka lahirlah seorang pangeran tanpa disaksikan oleh ayahandanya.
Sang pangeran harus dibesarkan oleh Balakosa, musuh besarnya yang merebut kerajaan ayahnya.
Kemalangan belum usai membayangi hidupnya. Gagalnya pemberontakannya terhadap Balakosa, bahkan hampir dijadikan siluman sejati.
Untung saja seorang sakti berhasil menyelamatkannya yang kemudian menjadi gurunya, dan memberinya amanah besar, membasmi kejahatan di dua negeri; Negeri Mega Pancala dan Negeri Mega Buana.
Seperti apakah kisah pendekar yang membasmi kejahatan di dua negeri? Bagaimana kisah lika-liku percintaannya dengan para gadis yang mencintainya?
Jika pembaca berminat, ikutilah kisah perjalanan PENDEKAR DUA NEGERI!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 HANCURNYA TUDUNG GHAIB MERAH DAN MUNCULNYA PARA PENOLONG
Pemimpin pasukan dan 4 perwira yang bersamanya langsung menengok dengan cepat ke sumber suara bising itu. Namun baru 1 detik mereka memandang ketiga arah tersebut mereka langsung terkejut bukan main.
Apakah yang terjadi?
Di atas areal kediaman kedua pembesar klan di 3 tempat tampak semacam kaca berwarna merah transparan pecah berantakan dan berhamburan ke segala arah.
Tidak sampai di situ saja.
Pada detik itu pula seketika muncul cekungan kaca raksasa berwarna merah transparan yang ternyata menyelubungi seluruh areal kedua kediaman mewah itu.
Lalu cekungan kaca ajaib itu seketika retak parah dengan cepat, terus langsung hancur berantakan menimbulkan kebisingan yang benar-benar bising.
Rupanya Tudung Ghaib Merah telah hancur. Artinya penyegel areal tempat itu sudah punah.
Demikian hebatnya peristiwa itu terjadi membuat pertempuran berhenti seketika. Dan mereka semua memandang terkejut ke atas langit. Tentu saja mereka semua melihat serpihan kaca yang pecah berantakan itu.
Namun belum juga pecahan-pecahan kaca bening itu jatuh meluruk ke bawah, tiba-tiba saja langsung lenyap tanpa bekas.
Maka tampaklah dari balik Tudung Ghaib Merah yang telah hancur itu belasan sosok bayangan yang seketika melayang turun ke bawah dengan cepat.
Belasan sosok bayangan itu muncul dari 3 arah; dari atas gerbang masuk 8 orang, dari ujung sebelah kiri halaman rumah Pak Hermawan 1 orang, dari atas atap rumah Pak Brata 7 orang.
Sementara 8 orang yang muncul dari pintu gerbang, begitu kaki mereka sudah berpijak di atas paving block, tanpa tengak-tengok mereka langsung menyerang Pasukan Siluman Topeng Merah. Pedang yang sudah terhunus diayunkan dengan ganas.
Dua orang di antara mereka menyerang perwira sabuk perak. Sisanya menyerang Pasukan Siluman sabuk hitam.
Sedangkan 7 orang yang muncul dari atas atap rumah yang seorangnya adalah wanita cantik, begitu kaki mereka telah berpijak di atas atap, mereka segera melenting turun ke bawah.
Setelah itu, 2 orang di antaranya; pemuda tampan dan gadis cantik, langsung berkelebat menyerang pemimpin pasukan dan 4 perwira yang bersamanya. Lima orang lainnya menyerang Pasukan Siluman Topeng Merah.
Adapun yang muncul dari ujung halaman sebelah kiri yang ternyata seorang gadis cantik berpakaian biru, selepas sepasang kakinya berpijak di atas paving block, langsung melesat dengan cepat menyerang pemimpin pasukan.
Namun 2 orang perwira sabuk emas langsung menyambut serangan gadis cantik yang sudah menghunus pedang bercahaya birunya. Sedangkan 2 perwira yang lain menyambut serangan 2 pemuda-pemudi yang muncul dari atas atap.
Kejadian penyerangan yang dilakukan oleh orang-orang yang muncul secara tiba-tiba itu demikian cepat berlangsung, sebagian besar orang-orang yang ada di pelataran itu terlambat menyadarinya.
Sehingga dalam waktu sekian detik saja sudah terdengar jeritan-jeritan kematian dari beberapa Pasukan Siluman Topeng Merah.
Bahkan seorang lelaki yang menyerang perwira Pasukan Siluman, saking cepatnya tebasan pedangnya tidak ada waktu bagi sang perwira untuk menghindar apalagi menangkis. Sehingga....
Craaasss...!
"Aaa...!"
Pedang yang amat tajam dan ayunan yang kuat itu menebas tubuhnya dari pundak menyilang ke pinggang hingga putus. Tentu saja dia menjerit sekeras-kerasnya. Lalu dia jatuh menggelosor ke bawah dengan tubuh yang sudah terpisah.
Sedangkan lelaki berumur 40-an tahun itu, tanpa menghiraukan nasib lawannya, segera menyerang perwira yang lainnya.
Sementara semua orang sudah menyadari kehadiran para penolong pasukan penjaga yang lagi kritis tadi. Maka tak butuh waktu lama pertempuran kembali berkecamuk.
Namun kali ini Pasukan Khusus Klan Rajawali Emas beserta ksatria yang tinggal 6 orang tidak lagi terdesak meski belum bisa mendesak Pasukan Siluman.
Sedangkan orang-orang yang baru datang itu, meski jumlah mereka sedikit dibanding dengan jumlah Pasukan Siluman Topeng Merah yang masih banyak, tampak mereka rata-rata berkemampuan hebat.
Sehingga mereka masih dapat mengimbangi semua serangan lawan. Maka bisa dikatakan pertempuran berjalan imbang.
★☆★☆
Sementara itu di kamar Stella, dia dan Andhini masih terus menyaksikan jalannya pertempuran dari balik jendela. Dan tentu mereka melihat para penyelamat yang baru datang.
"Mereka datang ke sini...," gumam Andhini seakan bicara sendiri saat melihat 5 lelaki berseragam ungu tua.
Lima lelaki itu berpakaian panjang warna ungu dengan model yang sama. Di belakang baju terdapat lingkaran cukup besar warna putih. Di dalam lingkaran putih itu terlukis bunga teratai warna ungu.
Sabuk mereka berwarna merah metalik. Sewarna dengan ikat kepala masing-masing yang juga terbuat dari lempengan logam. Di depan hiasan kepala itu tersemat ukiran bunga teratai ungu metalik.
Mereka itulah 5 orang Pasukan Elit Klan Teratai Ungu.
"Lu ngomong apa, Dhin?" tanggap Stella bernada heran.
"Kalian tetap di sini, jangan ke mana-mana!" pesan Andhini seakan tidak menggubris pertanyaan Stella.
Lalu, tanpa menghiraukan keheranan Stella, Aprillia, dan Sherly yang menatap bingung padanya, Andhini langsung ke pintu kamar. Gerakannya begitu cepat, tahu-tahu sudah berada di ambang pintu.
"Dhin, lu mau...."
Stella tidak meneruskan ucapannya karena Andhini sudah hilang di balik pintu yang tertutup cepat. Lalu dia kembali ke jendela dan melihat suasana pertempuran lagi.
Sedangkan Aprillia dan Sherly, merasakan suasana yang mencekam dan menakutkan ini, tidak ada yang bisa mereka perbuat selain hanya bisa duduk berdempetan saling merapat.
Sementara Andhini rupanya berjalan cepat menyusuri koridor yang menuju balkon. Begitu sampai di balkon, seketika dia melompat ke bawah sambil telapak tangan kanan menempel di dada kirinya.
Detik berikut kabut bercahaya ungu seketika membungkus sekujur tubuhnya. Dan begitu kabut itu sirna, Andhini sudah berganti pakaian ksatria Klan Teratai Ungu.
Begitu kedua kakinya berpijak di tanah, dia langsung melesat dengan cepat sambil menghunus pedangnya, menyerang Pasukan Siluman sabuk coklat.
Dan kehadiran Andhini dalam kanca pertempuran itu dapat dilihat oleh Stella dan langsung mengetahui kalau itu adalah Andhini. Karena dia pernah diperlihatkan oleh Andhini bentuk ksatrianya sewaktu dia berkunjung ke rumahnya.
Akan tetapi yang baru mengetahui bentuk ksatria Andhini cuma Stella. Adapun personil Geng Red Blue 8 yang lain belum ada yang melihat bentuk ksatria Andhini dan belum ada yang mengetahui.
Begitu Stella melihat Andhini sudah terjun dalam kanca pertempuran, membuatnya pula ingin terjun ke kanca pertempuran, meski dia belum bisa berubah ke bentuk ksatria.
Dengan bergegas Stella mengambil pedangnya yang ada di dalam lemarinya. Sedangkan Aprillia dan Sherly yang melihat Stella memegang pedang, tentu saja terkejut bukan main.
"Stella, lu apa-apaan megang pedang segala?" tanya Aprillia heran di tengah rasa takutnya. "Lu mau ikut berantem juga?"
"Kakak berdua tetat di kamar ni aja ya!" pesan Stella tanpa menggubris ucapan kakaknya. "Jangan ke mana-mana dan kunci pintu!"
Setelah dia berkata begitu, Stella langsung keluar tanpa menghiraukan keheranan sekaligus kekhawatiran kedua gadis cantik itu.
★☆★☆
"Hermawan, keluar kau!" pemimpin pasukan kembali berteriak dengan tidak sopan, penuh penghinaan. "Atau kau ingin cepat-cepat rumahmu aku ratakan dengan tanah?!"
Pemimpin pasukan itu sudah mulai geram karena sekian lama menunggu keluarnya Pak Hermawan. Rupanya dia masih belum menyadari kalau orang yang dia panggil itu tidak ada di rumahnya saat ini.
Dia memanggil sekali lagi sekaligus melontarkan ancaman, dengan harapan Pak Hermawan akan keluar. Namun ternyata Pak Hermawan tidak keluar juga.
Maka dia langsung mengangkat tangan kanannya, hendak melontarkan pukulan jarak jauh untuk menghancurkan pintu masuk yang cukup besar itu.
Namun belum juga tangannya didorong ke arah pintu, seketika pintu itu terbuka sedikit lebar. Lalu keluar seseorang yang bukan dia harapkan, melainkan Stella yang masih menenteng pedang di tangan kirinya.
Pemimpin pasukan makin geram melihat yang keluar adalah Stella. Sepasang matanya makin menatap bengis. Gerahamnya bergemeletuk memendam kemarahan.
Sementara Stella begitu keluar, setelah menutup kembali pintu, dia langsung melangkah lebar menuju pinggir serambi bagian depan. Begitu sampai dia langsung membentak pemimpin pasukan dengan berani.
"Apa kamu berteriak-teriak seperti pengemis kelaparan di rumahku hah?"
"Panggil ayahmu keluar sebelum kesabaranku hilang, Gadis Tengik!" kata pemimpin pasukan bernada dingin.
"Sebelum kamu menghadapi ayahku," kata Stella makin berani, "kamu hadapi aku dulu."
Setelah berkata begitu, Stella segera mencabut pedangnya. Setelah membuang sarung pedang di lantai serambi, dia lalu bergerak cepat menyerang pemimpin pasukan itu tanpa rasa gentar.
Sedangkan pemimpin pasukan itu, melihat Stella menyerang dengan mengayunkan pedang ke arahnya, dia tetap diam saja di tempatnya seolah menanti datangnya serangan.
Sementara Stella terus bergerak cepat. Begitu sudah berada di depan pemimpin pasukan, pedangnya diangkat dengan cepat hendak membelah pundak lawannya.
Namun belum juga pedang itu sampai ke sasaran, dengan enteng pemimpin pasukan menangkap batang pedang Stella dengan tangan kiri. Lalu menggenggamnya dengan kuat sehingga Stella susah untuk menariknya kembali.
Karena tidak berhasil mencabut pedangnya dari genggaman telapak tangan pemimpin pasukan, Stella melayangkan tangan kirinya hendak menghantam samping kanan kepala pemimpin pasukan.
Namun lagi-lagi pemimpin pasukan dapat menggagalkan serangan itu. Dengan kuat bertenaga dalam tinggi disentak tangan kanannya ke samping, menangkis hantaman tangan kiri Stella.
Plaaak! Kraaak!
"Aaa...!"
Saking kuatnya sentakan tangan pemimpin pasukan, bukan saja serangan Stella dapat tertangkis, bahkan pergelangan tangannya patah.
Kontan saja membuat Stella menjerit kesakitan dengan keras. Seketika sekujur tubuhnya terasa lemas. Hingga genggaman pedangnya lepas begitu saja. Dan dia langsung limbung ke belakang.
Namun pemimpin pasukan sudah terlanjur geram. Tanpa memberi belas kasihan kepada Stella, dengan cepat dia mengirimkan tendangan keras dan langsung menghantam dada Stella dengan keras, kuat, telak.
Dughk!
"Ah...!"
Tanpa tanggung-tanggung tubuh Stella langsung terlempar ke serambi dengan deras. Dia cuma bisa menjerit pendek. Setelah itu tubuhnya terlontar tanpa suaranya.
Masih tidak mau memberi ampun. Pemimpin pasukan langsung melemparkan pedang Stella ke pemiliknya yang masih melayang di udara.
Dengan cepat ujung pedang itu meluncur deras ke arah Stella. Dan dapat dipastikan akan mengenai tubuh Stella tanpa dapat dicegat.
Sementara Stella terus saja terlempar deras. Sedangkan dinding tembok di sebelah pintu masuk sudah menanti dengan setia yang nantinya akan memecahkan kepalanya.
★☆★☆
Mohon pengertiannya...