NovelToon NovelToon
Inginku Bukan Ingin_Nya

Inginku Bukan Ingin_Nya

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Cerai / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / bapak rumah tangga
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Imas

Kisah ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Menceritakan kisah seorang gadis yang hidup penuh keberantakan, Jianka namananya.

Jianka mempunyai seorang sahabat dekat yang dia pikir benar-benar seorang sahabat. Namun tidak, dia adalah orang yang paling tidak rela melihat Jianka bahagia.

Beruntung dalam dunia percintaan. Jianka dicintai dengan hebat oleh dua lelaki yang memiliki latar dan gaya hidup yang berbeda.

Jianka menjalin hubungan dekat dengan seorang lelaki bernama Arbian. Remaja zaman sekarang biasa menyebut hubungan ini dengan HTS. Meski demikian, kesetiaannya tak dapat diragukan.

Selain itu, Jianka juga dicintai oleh seorang Gus Muda yang mampu menjaga kehormatannya dan bersikap sangat dewasa.

Bagaimana kisah lengkap mereka? Cinta manakah yang mampu memenangkan Jianka? Kuy, ikuti ceritanya ....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Awal Adanya Rasa

..."Hanya karena kamu terbiasa sendiri, terbiasa berteman dengan sepi. Jangan membuatmu ragu untuk menerima sebuah uluran tangan yang ingin memperjuangkan bahagiamu."...

...-Arbian Putra Pratama...

.......

.......

.......

Malam ini Jianka kembali mendatangi Cafe seperti biasa. Tujuannya juga tetap sama, menjemput sahabat dekatnya.

Mengetahui Jianka yang seperti biasa, duduk di teras depan, sendirian. Tak pergi dari hadapannya selain ponsel yang selalu dia bawa. Dari balik dinding kaca bening Cafe, mata tajam dengan raut bibir yang cukup kesal. Arbian membidik setiap pergerakan Fiana yang selalu tampak tak peduli.

"Jianka dateng, Fi. Suruh masuk sana!"

"Jianka nggak akan berubah Kak Bian. Dia nggak akan mau."

Tanpa ingin memperpanjang omongan yang penuh basa-basi, Arbian beranjak dari tempat duduknya. Beberapa pasang mata yang menatap setiap langkah kasarnya, hanya diam tak berani memulai kata.

Pintu Cafe yang dibuka juga dengan kasar, "Gila! Pelan aja kenapa? Cafe punya orang,"  ketus Iza lirih.

"Ngapain ke sini lagi?" ucapannya yang terdengar layaknya orang yang sedang dikuasai amarah. Membuat tegang wajah polos tanpa riasan gadis yang duduk sendirian tersebut.

"Kan, udah biasa, Kak," jawab Jianka tegang dengan kepala terangkat karena posisinya yang masih duduk.

...

...

...Image taken from Pinterest : https://pin.it/7ycSOFYuM...

"Masuk!"

"Ini nggak lagi hujan, Kak. Aku di sini aja," senyum kaku Jianka yang terus menolak.

Tangan Arbian yang tanpa sungkan bergerak maju dan merendah. Ingin menggapai tangan yang mungkin tak pernah disentuh oleh lelaki manapun itu.

Namun, sekali lagi, tangan mungil itu menjauh untuk menghindar. Dijatuhkan untuk menolak lembut sapaan tangan lelaki yang ada di hadapannya tersebut.

"Kak Arbian suka sama cewek itu?" tanya Rey, adik Regha pada meja mereka. Seisi meja hanya menggeleng tanpa kata, wajah mereka juga tampak datar memandangi saudara tertua mereka.

"Masuk, atau pergi sekarang?"

Jianka diam sesaat, menghela napas dan kembali menghembuskannya. Matanya menangkap secara rinci, wajah tegas lelaki yang masih berdiri di hadapannya itu. Jianka mengisyaratkan kedua tangannya, meminta Arbian untuk sedikit lebih mundur dari hadapannya.

Tiga langkah mundur yang Arbian ambil, Jianka pun mengambil langkah untuk berdiri, "Masuk atau tidak. Pergi atau tetap di sini, itu bukan urusan Kak Arbian."

Jawaban padat itu mengunci mata Arbian  seketika, matanya terbuka tanpa kedipan. Mulutnya yang sedikit terbuka karena rasa terkejutnya, mulut Arbian kaku walau sekedar untuk membalasnya.

"Kakak boleh masuk lagi. Aku ingin di sini," lanjut Jianka yang kembali duduk.

"Kamu bisa melawan rupanya?"

"Kakak pikir? Aku juga manusia."

"Kamu hanya terlihat diam, tenang, tak peduli seberapa sibuk orang lain."

"Boleh kita ngobrol? Aku traktir untuk malam ini," tawar Arbian mencari cara untuk mengajak Jianka masuk.

"Terima kasih, Kak. Aku bawa uang."

"Aku nggak nanya kamu bawa uang atau nggak. Aku nanya, boleh kita ngobrol?"

Siapa sangka, gadis yang penuh dengan keheningan, berlagak diam penuh ketenangan, privasi tinggi dan tak mudah didekati. Mampu menjatuhkan hati lelaki bergaya tegas, tampan dengan segala model kaos sederhananya.

Pintu Cafe yang kembali dibuka oleh tangan yang sama, namun dengan cara yang berbeda. Dengan lembut dan senyum tulusnya, Arbian membukakan pintu masuk untuk gadis dengan pakaian serba hitam tersebut. Nampaknya, Jianka sangat menyukai warna hitam.

Mungkin ini adalah kali pertamanya Iza dan Fiana melihat Jianka yang berani memasuki Cafe. Pandangannya tertunduk anggun, membuat siapa saja tak berani menatapnya terlalu lama.

Dengan gaya bangganya, Arbian tersenyum puas ke arah keponakannya. Begitu juga pada Iza dan Fiana yang berada di meja kasir.

Kursi yang ditarik mundur, mempersilahkan gadis pemalu itu untuk duduk.

"Woy, sini! Gue mau mesen juga."

"Mentang-mentang gue sering ke sini, nggak kalian layani?" teriak Arbian pada Iza dan Fiana yang hanya berdiri menatap mereka.

"Biasanya juga langsung," jawab Iza dengan mata sinis.

Obrolan manis dengan sajian hangat, wajahnya yang lembut, suara yang nyaman didengar itu. Ditatap dalam oleh Arbian  yang menikmati ceritanya.

Mulai dari sinilah awal terjalinnya kedekatan mereka. Mereka tak pernah mempunyai status hubungan yang pasti. Namun tak perlu ditanya, untuk siapa hati mereka tertuju.

Mata Fiana yang terus tertuju pada keduanya. Dan setiap gerak yang menunjukkan perhatiannya, Iza tak pernah bosan menunjukkan rasanya. Tak pernah mengungkapkan perasaannya, Iza hanya menunjukkan bahwa dia sedang mencintai Fiana.

...***...

Kembali membuka pintu rumah, wajah tegas yang tampak begitu menyeramkan ditangkap gugup oleh Jianka. Ayahnya yang sudah berdiri di hadapannya, berjalan perlahan mendekati anak gadisnya. Tangan Jianka yang bahkan masih memegang pintu, turun dengan gemetarnya.

"Apa kamu menganggap Ayah sedang main-main? Apa kamu tidak mendengar ucapan Ayah beberapa hari yang lalu?" suara yang pelan dengan nada tegas itu, menundukkan wajah yang penuh ketakutan.

Hentakan kaki dari setiap anak tangga, memberi tanda bahwa seseorang sedang berjalan menuruninya, "Kenapa takut? Cuma berani main di belakang?"

"Pasti Kakak lagi yang bikin ulah?" jawab Jianka yang berani mengangkat wajah di hadapan ayahnya.

"STOP JIANKA!"

Bentakan keras yang menyambar hingga relung hatinya. Kedua bahunya terangkat, matanya terpejam seketika. Wajar jika gadis ini sangat takut dengan suara keras. Petir kemarin misalnya.

Suara keras itu sampai pada Arbian yang masih di depan pintu gerbang. Kepalanya yang menoleh, menatap bingung rumah yang tampak mewah tersebut.

Arbian turun dari motornya, mengintip pada sela-sela pagar yang telah terkunci. Pintu rumah yang masih terbuka, masih menampakkan wanita yang diantarkan pulang olehnya.

"Kamu salah! Jangan nuduh Kakak kamu!"

"Yah, Jianka cuma dianter. Jianka nggak naik berdua, kita pake motor kita masing-masing."

"Oh, jadi bener, tadi kamu habis ketemuan?"

Wajah Jianka yang tampak bingung. Apakah bukan ini masalahnya? Apakah ayahnya tidak tahu bahwa dia pulang bersama Arbian?

"Mana? Masih di depan?"

"Ayah marah karena apa?" nada lembut pertanyaan itu seolah menurunkan emosi dan sedikit menenangkan suasana.

Kakak lelakinya yang siap dengan foto Jianka bersama Arbian di Cafe malam ini, "Kamu bodoh apa gimana?"

"Yah ...."

Kedua tangannya yang terangkat rata dengan bahu, "Ayah nggak terima alasan apa pun, Jianka. Bagi Ayah, kamu sama sekali tidak peduli dengan ucapan Ayah."

"Yah, bukan gitu, Yah. Please, dengerin Jianka."

"Jianka ini anak muda, Yah. Pertemanan Jianka luas. Nggak cuma sama cewek aja," lanjutnya.

"Mulai hari ini, Ayah tidak akan peduli dengan kuliah kamu. Tentang apa pun itu! Mau kamu lanjut, silahkan! Tapi Ayah nggak akan nanggung semua biayanya. Mau kamu berhenti, silahkan!"

"Ayah juga tidak akan peduli dengan kehidupan kamu. Hidup saja sesuka hati kamu!"

Tangan yang belum diturunkan itu, diraih perlahan oleh Jianka, "Ayah, tolong dengerin Jianka."

Jianka yang meraih tangan tersebut dengan lembut, justru dibalas kasar. Wajahnya tertampar keras. Sakit yang turut dirasakan oleh Arbian yang masih setia memperhatikan. Dengan sigapnya, Arbian  menaiki pagar dan menghampiri pusat pertengkaran.

Tangannya spontan mengkap wajah tersebut, dengan lembut, "Jianka, are you okay?"

"Oh, ini anaknya?" tanya sinis lelaki paruh baya dengan sudut mata mengerikan tersebut.

"Kak, pergi sekarang. Tolong dengerin aku, pergi sekarang, Kak!" Pinta tulus wajah yang masih Arbian pegang tersebut.

"Lihat ibu kamu! Semalam ini dia belum pulang, dia kerja buat siapa? Buat dirinya sendiri?" tangan kasarnya menarik kasar pula rambut panjang yang telaten dia rawat, "Buka mata kamu!"

Arbian melepas cengkeramannya, menarik mundur tubuh gadis yang hanya diam tersebut. Seolah menjadi garda terdepan, tubuhnya membelakangi Jianka untuk melindunginya, "Boleh sekasar itu sama perempuan, Om? Apalagi putri anda sendiri?"

...***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!