Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PECAT DIA
Embun langsung melongo. Putus, apakah dia sedang salah dengar? Atau ini sebagian dari prank yang sudah direncanakan oleh Rama?
"Maaf, sepertinya, hubungan kita memang hanya sampai disini saja."
"Kamu sedang becandakan Ram?" Embun menatap Rama nanar.
Rama menggeleng. "Sekali lagi Mbun, aku tak bisa melanjutkan hubungan kita."
Melihat wajah serius Rama, Embun jadi yakin jika ini bukanlah sebuah candaan. Rama memutuskanya. Pria yang dia tunggu bertahun tahun untuk segera melamar, malah mengakhiri hubungan mereka.
"Apa alasannya Ram?" tanya Embun pelan. Dia seperti tak punya lagi kekuatan. Separuh nyawanya seakan hilang.
"Aku sudah tak cinta sama kamu."
Ucapan Rama terdengar seperti petir yang menyambar. Alasan macam apa itu. Inikah balasan untuk 10 tahun kesetiaannya. Bahkan berkali-kali Embun menolak lamaran pria lain demi menunggu Rama.
"10 tahun Ram. Haruskah seperti ini akhir dari penantianku?" Air mata Embun mengalir kian deras. "Dimana janjimu dulu. Janjimu sebelum pergi ke Jakarta? Janji jika kau akan menikahiku."
Rama tak kuasa menatap Embun. Jujur, sampai saat ini, cintanya masih untuk Embun. Tapi di Jakarta, ada seorang wanita yang lebih bisa menjanjikan masa depan dibanding Embun. Dan saat ini, dia lebih memilih tahta daripada cinta. Dia rela kehilangan cinta demi masa depan cemerlang didepan mata.
"Sekali lagi, aku minta maaf Mbun."
Embun tertawa sekaligus menangis. Maaf, apakah kata itu sepadan untuk penantian panjangnya selama ini?
Embun teringat janji Rama 5 tahun yang lalu sebelum merantau ke Jakarta. Hari, itu Rama ikut datang ke kampus Embun saat gadis itu diwisuda. Melihat Embun mendapatkan gelar sarjana, ada Rasa minder dihati Rama. Apa kata orang nanti saat pendidikan istrinya lebih tinggi. Belum lagi jika setelah ini, Embun mendapatkan pekerjaan yang bagus, apa kata orang. Dia hanya montir disebuah bengkel motor, apakah akan sebanding jika bersanding dengan Embun dipelaminan. Keingingin untuk memantaskan diri itu mendadak muncul.
Rama mengutarakan niatnya untuk mencari kerja di Jakarta, ikut salah satu saudara yang ada disana. Dia ingin punya gaji yang sedikit lebih besar agar bisa sekalian kuliah.
Doakan aku berhasil di Jakarta Mbun. Setelah aku lulus kuliah dan dapat kerja bagus, aku akan langsung melamarmu. Tunggu aku Mbun, tunggu aku memantaskan diri agar bisa sebanding denganmu.
Tapi ternyata, ucapan Rama hanya bualan belaka. Buktinya setelah sukses, bukannya melamar, tapi malah mencampakkan.
Satu bulan setelah Rama kembali ke Jakarta. Kampung tempat tinggal Embun dibuat heboh dengan tersebarnya foto undangan pernikahan Rama dan Navia. Padahal mereka pikir, Rama masih berpacaran dengan Embun.
"Mbun, pacar kamu nikah minggu depan. Udah tahu belum?" Teriak Adam saat Embun hendak berangkat mengajar. "Yaelah Mbun, kalau aja dulu kamu mau nerima lamaranku, udah pasti kamu gak jadi perawan tua kayak gini. Kamu pasti sudah punya anak sekarang," ejek Adam. Pemuda itu seperti puas sekali melihat Embun tak jadi nikah dengan Rama. Rasanya, sakit hati karena penolakan Embun langsung terbalaskan.
Tak hanya Adam, para tetangga berlomba lomba membicarakannya, bahkan ditempat dia mengajar.
"Udah aku peringatin dari dulu, gak usah nungguin Rama. Kalau aja dulu kamu terima cintaku Mbun, sekarang mungkin kita sudah menikah. Tapi sudahlah, aku sudah menikah dengan wanita lain." Sama seperti Adam, Baskoro teman seprofesi Embun juga mencibir. Hampir semua pemuda bahkan duda yang dulu pernah ditolak Embun, muncul kembali kepermukaan hanya untuk mengejeknya.
Tak hanya para pria, para emak emak yang anaknya pernah ditolak Embun, ikut membulinya.
"Dulu jual mahal sih, pakai nolak anak saya. Sekarang dapat karmakan, jadi perawan tua."
Embun hanya bisa mengelus dada saat dikatai perawan tua. Apakah menolak cinta atau lamaran pria adalah suatu kesalahan? Kenapa saat ini, semua orang seperti sedang menghakiminya.
Tak hanya sakit hati ditinggal nikah, mental Embun benar benar diuji dari segala arah. Sampai akhirnya, kebenciannya pada Rama kian menumpuk. Dan keinginan untuk membalas dendam tiba tiba muncul. Embun memutuskan untuk ke Jakarta. Dia akan membalas sakit hatinya pada Rama. Dia tak rela Rama bahagia diatas penderitaanya.
Enam bulan setelah Rama dan Navia menikah, Embun pergi ke Jakarta. Bekerja ditempat yang sama dengan Rama. Kembali mendekatinya dengan dalih masih cinta. Memang terdengar sangat memalukan, tapi dia tak peduli. Dia hanya ingin Rama merasakan apa yang dia rasakan dulu. Dia akan menghancurkan rumah tangga Rama dengan menjadi orang ke-3.
Flashback off
Navia mendatangi ruangan Kakaknya. Dengan air mata berlinang, dia mengadukan tentang seorang staf wanita yang menggoda suaminya.
"Pokoknya Kakak harus pecat dia," Navia mendesak.
Nathan, sang kakak merasa iba. Dia tak menyangka jika rumah tangga adiknya yang baru seumur jagung, sudah mendapatkan cobaan.
"Tapi apa kau yakin jika mereka akan berhenti berhubungan jika aku memecat wanita itu? Bagaimana jika mereka tetap berhubungan diluar sana," ujar Nathan.
"Aku yakin mereka tak akan berhubungan lagi. Wanita itu tak akan bisa menggoda Mas Rama jika mereka tidak 1 kantor."
Nathan mendengus pelan. Dia merasa jika Navia terlalu naif. Sekarang meski tak 1 tempat kerja, mereka masih bisa berhubungan lewat ponsel. Jadi memisahkan mereka ditempat kerja, tak menjamin mereka tak akan berhubungan lagi.
"Apakah adil jika Kakak hanya memecat wanita itu? Suamimu juga salah."
Navia tak terima jika Rama ikut disalahkan. Baginya, semua ini salah Embun, karena dia yang menggoda suaminya.
"Aku jadi ragu pada suamimu sekarang," ujar Nathan.
"Kakak," pekik Navia. "Mas Rama gak salah. Perempuan itu yang terus menggodanya. Jadi aku mau, dia dipecat, titik."
Nathan memijit mijit pangkal hidungnya. Dia tahu seperti apa Navia. Adiknya itu sangat manja, dan apapun yang dia mau, selama ini selalu dituruti oleh orang tua mereka.
"Baiklah, Kakak akan segera memecatnya."
Setelah mendapatkan kepastian, Navia bernafas lega. Dia meninggalkan ruangan Nathan dan kembali ke ruangan suaminya.
Nathan memanggil asitennya, menyuruhnya untuk mencari tahu tentang gadis bernama Embun.
"Selidiki tentang gadis itu. Seberapa jauh hubungannya dengan Rama."
Nathan belum mau langsung memecat Embun. Dia ingin tahu dulu sejauh apa hubungannya dengan Rama. Jujur saat ini, bukan Embun yang paling membuatnya kesal, melainkan Rama. Pria itu jelas sudah menikah, tapi masih saja main serong.
"Baik Pak," sahut Dimas, asisten Nathan.