Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anye Bersih-Bersih Rumah
Anye benar-benar membakar ranjang yang sudah digunakan para pezina.
"Sekarang, kesempatanku untuk bersih-bersih dengan dalih ingin suasana baru. Ternyata kedatangan jalang itu berguna juga, sehingga aku bisa membuka jalan untuk membuat rencana baru." Gumam Anye menyaksikan kobaran api.
"Baiklah kali ini kita mulai dari semua kamar." Ucapnya lagi.
"Pak Yanto, kemana semua orang?"
"Tuan Gilang pergi, naik Ojol. Trus Nyonya Ambar dan Non Gita ada di ruang tamu." Jawab Pak Yanto dengan jujur.
"Baiklah, tolong Bapak minta bantuan dengan tetangga atau satpam yang sedang menganggur untuk mengeluarkan semua perabot dari semua kamar tidur. Aku ingin, siang ini selesai."
"Siap laksanakan tugas Non Anye." Jawab Pak Yanto tersenyum misterius.
Pak Yanto sudah bekerja dengan Anye sejak awal rumah dibangun. Ini rumah murni milik Anye, bukan peninggalan kedua orang tuanya. Karena rumah Keluarga Galenka sepuluh kali lipat lebih besar ukurannya. Sedangkan Anye, sudah komitmen menyembunyikan identitas asli dari semua orang.
Bukan karena takut atau apa, tapi karena Anye ingin mencari orang yang tulus dalam mencintai. Hidup sebatang kara sejak usia 15 tahun, membuat Anye merasa kekurangan kasih sayang orang tua. Kakek atau Nenek dari dua keluarga, semua sudah meninggal dunia. Sedangkan Mama dan Papanya merupakan anak tunggal di keluarga mereka.
Beruntung ada Pak Lukman dan istrinya, yang masih mau memberikan kasih sayang layaknya keluarga sendiri. Anye sejak remaja bukan gadis manja, dia sudah berjiwa pengusaha sejak orang tuanya masih hidup. Dan semakin berkembang ketika harus menanggung beban berat memimpin perusahaan. Perusahaan utama milik Papanya bukanlah yang sedang dia pegang sekarang.
Karena perusahaan itu, dia percayakan kepada seseorang yang bisa dipercaya. Namanya Pak Anwar Hamza seorang pria berusia 50 tahun yang merupakan orang kepercayaan Asraf Galenka Papa kandung Anyelir Almera Galenka. Pak Anwar seorang duda tua. Istrinya meninggal karena penyakit jantung, usai mendengar putranya menjadi korban keganasan lawan bisnis perusahaan Galenka.
"Harusnya bukan cuma kasur yang dibakar, tapi orang yang sudah kumpul kebo itu dipanggang saja. Kasihan Nona Anye, sudah pada numpang hidup tapi banyak tingkah." Komat kamit Pak Yanto sambil keluar rumah mencari bala bantuan. Dan kebetulan, para bapak-bapak pengangguran sedang duduk santai karena memang sekarang ini hari Minggu.
Sekitar 10 orang datang ke rumah Anye, membuat Mama Ambar dan Gina yang masih sibuk menyusun rencana menatap penuh pertanyaan.
"Pak Yanto, apa apaan kamu ini bawa masuk orang sembarangan." Ucap Mama Ambar mulai bertanduk.
"Kalian semua bagi 2 regu, tim pertama masuk ke kamar paling depan. Keluarkan semua barangnya."
Pak Yanto memberi interupsi pada rekan-rekan tim suka rela. Dan menghiraukan ocehan Mama Ambar.
"Tim kedua masuk kamar yang di tengah, bawa keluar semua barang yang ada di dalamnya."
"Heii... Kurang Ajar kamu Pak Yanto. Itu kamarku, kenapa semua barangnya dikeluarkan. Lancang sekali kalian." Gina pun sudah mulai emosi.
"Pak Yanto, lemari, ranjang dan kasurnya tolong antar ke tempat pelelangan barang bekas. Sementara seluruh pakaian masukkan ke dalam kardus." Ucap Anye datang dari belakang.
"Kamu ini apa-apaan Anye, tadi kamu sudah bakar ranjangmu. Sekarang barang-barang kami juga. Maksud kamu apa? Kamu ingin kami tidur di lantai Hah?"
Gina mode kuntilanak, tidak sadar diri bahwa barang yang diklaim miliknya keseluruhan adalah milik Anye.
"Mbak Gina sabar dong, jangan marah-marah nanti cepat tua. Barang-barang ini sengaja ingin aku lelang supaya uangnya bisa aku gunakan untuk tambahan beli perabot yang baru." Ucap Anye.
"Aku merasa muak dengan semuanya."
"Hmmm... Maksudku aku sudah bosan, ingin suasana baru dengan mengganti perabot. Tapi untuk sementara kita mulai dari isi kamar tidur." Ucap Anye sambil tersenyum tipis. Jantung Anye rasanya hampir copot, saat tadi dia keceplosan bicara.
"Ooo begitu, baiklah aku setuju. Jangan lupa, beli perabot mewah untuk kamarku." Ucap Gina menghalu.
"Kamar Mama juga ya Anye, beli kasur yang paling mahal. Kamu tahu, tulang orang tua seperti Mama harus tidur di tempat yang empuk dan nyaman."
"Tentu saja, aku akan berikan semua yang kalian inginkan. Tapi harus bersabar menunggu 3 minggu."
"Kenapa lama sekali?" Protes Gina.
"Mbak pikir lelang barang cepat?"
"Lama mbak, apalagi barang bekas pakai seperti perabot rumah tangga. Dan aku sengaja melakukan itu, karena untuk beli perabot baru uangku tidak cukup." Jawab Anye.
"Perusahaan sebesar itu tidak ada uangnya? Padahal selama 5 bulan Gilang yang pimpin uangnya banyak." Ucap Mama Ambar tersenyum mengejek Anye yang dipikirnya sangat bodoh.
"Karena ada yang korupsi uang perusahaan hingga Triliunan, dan saat ini sudah ada pihak audit. Aku heran, ke mana larinya uang-uang itu." Pancing Anye.
"Apalagi ada transaksi beli apartemen mewah, padahal aku tidak merasa memiliki apartemen. Ada yang aneh."
"Pasti tukang audit itu salah, Gilang tidak mungkin mengambil uang..."
"Tentu saja Mas Gilang tidak akan mungkin berani melakukan itu. Dia kan sangat mencintai aku. Apalagi setelah menikah dengaku, dia bisa merasakan menjadi CEO dadakan. Tidak perlu kerja keras, tinggal duduk di kursi kebesaran milikku. Mama dan Mbak Gina juga kan sudah menikmati hasil kerja kerasku, menjadi wanita sosialita dadakan."
Semua kalimat sindiran keras itu, sengaja Anye ucapkan pada mereka. Entah paham dan merasa tersinggung atau memang otak mereka bebal. Intinya Anye sudah berhasil membungkam mulut-mulut lancang para benalu.
Setelah butuh waktu hampir setengah hari, akhirnya semua kamar di rumah Anye bersih tanpa perabot. Total ada 5 kamar tidur.
Lemari, meja rias, laci-laci, ranjang, kasur, sofa semua bersih. Kini tinggal ada sofa di ruang tamu dan ruang keluarga. Jika tidak malu, mereka boleh tidur di sana tentu saja. Sedangkan Anye? Dia akan mengungsi.
Tanpa Mama Ambar dan Gina tahu, jika diam-diam Anye memerintahkan untuk membersihkan barang branded.
Seperti tas mewah, sepatu, sandal, baju-baju dan juga perhiasan. Semua yang bermerek sudah diamankan. Anye meminta untuk barang itu semua dikirim ke rumah Ratna. Karena Anye ingin menjual semua. Jika nanti ditanya, gampang tinggal jawab mungkin orang suruhan Pak Yanto tidak mengeluarkannya dari lemari. Dan kebawa ke tempat pelelangan.
Rencana dadakan yang cukup matang, siapa suruh bermain api dengannya. Maka Anye akan berbaik hati menyiramkan bensin pada kobaran api.
Tidak lupa, hari ini Anye juga akan merampas paksa apartemen. Hunian mewah untuk duo pezina yang dibeli dengan uang perusahaan. Tidak ada ampun untuk pengkhianat, tapi tentu Anye bermain cantik.
Gilang dan Zemi terus bermain kuda-kudaan tanpa kenal waktu. Bahkan Gilang lupa, jika dia hanya datang sebentar untuk menjelaskan. Tapi jerat pesona Zemi membuat Gilang lagi dan lagi terperdaya.
"Ooouuuhhh... Zemiiihhh...." Suara desah Gilang.
"Kamuuuhhh... Sungguhhh... Perkasaahhh..." Teriak Zemi.
Mereka tidak melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore.
"Haahhh... Kamu sangat luar biasa, apa gerakanku mengganggu kandunganmu sayang?" Tanya Gilang kembali menelusuri tubuh Zemi dari atas hingga bawah.
"Tidak, sepertinya anak kita kuat. Kemungkinan dia akan seperti kita. Kuat dan hebat di ranjang."
"Hahaha..." Keduanya tertawa begitu bahagia. Hingga suara bel pintu, membuat mereka seketika diam saling menatap.
Ting
Tong
"Gilang, katanya tidak ada yang tahu apartemen ini, terus siapa yang di depan?"
"Mungkin petugas kebersihan, aku akan lihat dulu. Kenakan kembali pakaianmu."
Setelah memakai asal celana kolor dan kaos yang terbalik, Gilang membukakan pintu tanpa rasa curiga.
"Selamat sore, kami dari tim audit independen datang untuk menyita..."
"Hei... Lancang siapa yang menyuruh kalian datang dan mengganggu kami?" Zemi keluar dari kamar dengan hanya memakai lingeri tanpa dalaman. Membuat dua petugas audit lelaki itu memalingkan wajah karena malu. Ya, sebagai pria normal tapi punya norma justru mereka malu. Ada seorang wanita keluar dengan pakaian yang mirip saringan tahu.
"Apartemen ini dalam sengketa, tolong kosongkan segera." Ucap petugas tegas.
"Maksud kalian berdua apa? Aku membelinya lunas dengan uang tunai. Tidak ada kredit atau hutang. Jadi atas dasar apa dijadikan sengketa. Kalian salah unit mungkin." Ucap Gilang masih tidak curiga.
"Atas dasar aliran dana perusahaan..."
Deg
"Apa Anye sudah tahu?"