Kata orang, beda antara cinta dan benci itu sangat tipis. Kita bisa begitu mencintai dan sangat mudah berubah menjadi benci, begitu pula sebaliknya.
Begitupun kisah Cinta Arjuna, dimana benci mengalahkan logika. Namun, berubah menjadi cinta yang tidak terkira dan sangat pas rasanya disebut budak Cinta.
Zealia Cinta yang harus menderita dengan mengorbankan hidupnya menikah dengan Gavin Mahendra agar perusahaan yang dirintis oleh Omar Hasan (ayahnya) tetap stabil. Hidupnya semakin kacau saat dia menggugat cerai Gavin dan menjadi kandidat pengganti CEO di perusahaan tempatnya bekerja.
Arjuna Kamil, putra pemilik perusahaan menuduh Zea ada main dengan Papanya. Berusaha mendekati Zea untuk membuktikan dugaannya.
Siapa dan bagaimana rasa benci dan cinta mereka akhirnya berbalik arah? Simak terus kelanjutan kisah Zea, Arjuna dan Gavin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbawa Suasana
Zea menghubungi Arjuna berkali-kali tapi tidak ada jawaban. Berjalan mondar-mandir di kamarnya, Zea tidak berani untuk menemui Arjuna. Bukan karena takut tapi bingung dengan alasan yang mendasarinya. Bahkan saat makan malam, Zea tidak melihat Arjuna.
“Temuin nggak ya?” gumam Zea.
Sudah menggenggam handle pintu untuk membukanya tapi Zea melepaskan lagi lalu berjalan menuju sofa kemudian duduk. Masih mencemaskan Arjuna, semakin cemas ketika panggilannya lagi-lagi diabaikan.
“Biar nggak penasaran,” ujar Zea meyakinkan diri.
Saat ini Zea sudah berada di depan pintu kamar Arjuna. Menekan bel dan menunggu pintu dibuka. Tidak ada pergerakan, akhirnya Zea kembali menekan bel.
“Setelah ini masih tidak dibuka juga, fix Juna sudah pergi bersama Mery.”
“Tidak, aku tidak pergi denganya.”
“Astaga,” Zea memekik kaget dan menoleh pada Arjuna yang sudah berdiri di belakangnya. “Kenapa berdiri di situ, bikin kaget aja.”
Arjuna mengedikkan bahunya.
“Kamu ngapain di sini?” tanya Arjuna.
“Hm …. mau pinjam charger. Iya charger,” jawab Zea asal saja.
Arjuna mengernyitkan dahinya mendengar alasan Zea. Jelas sekali kalau wanita itu terlihat gugup seperti tersangka dari sebuah kejahatan.
“Nggak sekalian pinjam dongkrak buat alasan,” ejek Arjuna sambil terkekeh.
“Nggak jadi,” jawab Zea lalu berjalan meninggalkan Arjuna.
“Eh tunggu dulu dong. Tawaranku masih berlaku loh atau kamu izinkan aku pergi dengan Bu Mery?”
Zea berhenti melangkah lalu menatap Arjuna yang berdiri di sampingnya. Entah apa maksud dari pertanyaan Arjuna.
“Kenapa harus dapat izin dari aku?”
“Takut kamu khawatir atau tiba-tiba mau susul aku ke ….”
“Nggak, kamu pikir aku nggak ada kerjaan apa harus susul kemana kamu pergi.”
Arjuna malah meraih tangan Zea dan menggenggamnya.
“Eh,” pekik Zea. Arjuna abai malah bergegas berjalan menuju lift.
“Ini mau kemana?” tanya Zea berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Arjuna.
“Kita keluar, kencan juga nggak masalah kalau kamu setuju.”
“Kencan?” tanya Zea.
“Hm.” Saat ini keduanya sudah berdiri di depan lift.
“Kamu gila ya, masa aku keluar pakai kostum begini,” ujar Zea. Arjuna memandang Zea yang mengenakan piyama bahkan alas kakinya hanya sandal hotel.
“Mau kemana?” tanya Arjuna saat Zea melepaskan tangannya lalu berjalan menjauh. Arjuna pun mengikuti Zea.
“Ayolah, kita keluar. Suntuk aku,” keluh Arjuna. “Aku tunggu kamu ganti baju,” seru Arjuna.
Zea sebenarnya malas tapi mendengar Arjuna suntuk dan khawatir malah akan menemui Mery akhirnya setuju dengan ajakan pria itu untuk keluar dari hotel.
Arjuna dan Zea sudah berada di salah satu café yang letaknya tidak jauh dari pinggir pantai. Suasana outdoor, tidak membatasi pandangan ke lepas pantai. Arjuna memilih duduk di samping Zea daripada di depannya. Pelayan menanyakan pesanan membuat Zea fokus dengan buku menu sedangkan Arjuna menghisap rokoknya yang baru saja dia sulut.
“Kamu pesan apa?” tanya Zea.
“Bebas, samakan saja,” jawab Arjuna.
Zea menyebutkan dua jenis minuman dan makanan pada pelayan lalu menikmati suasana café yang benar-benar berbeda dan belum menemukannya di Jakarta. Pengunjung café lainnya rata-rata adalah pasangan dan beberapa adalah turis dari luar negeri. Memamerkan kemesraan di depan umum sepertinya bukan hal yang aneh bagi mereka.
“Mau kayak gitu nggak?” bisik arjuna.
Zea yang tidak paham dengan maksud Arjuna menoleh ke arah yang ditunjuk, kemudian membelalakan matanya dan memukul lengan Arjuna.
Pemandangan yang dimaksud Arjuna adalah pasangan yang sedang berbagi saliva dengan saling memagut bibir. Bukan itu yang membuat Zea reflek kesal pada Arjuna tapi penawaran untuk melakukan hal yang sama.
“Ngaco kamu?”
“Oh kalau di luar malu ya? Boleh kok nanti di kamar aja, tinggal pilih kamar aku atau kamar kamu. Aku bisa lakukan dengan banyak gaya loh."
Zea memilih menggeser kursinya menjauh dari Arjuna daripada merespon apa yang diucapkan pria itu. Sambil bergidik Zea berkata, “Gaya apaan, renang? Sorry ya aku masih polos nggak ngerti yang begituan.”
Pelayan mengantarkan pesanan membuat keduanya diam, hanya Arjuna yang terus mengulum senyum menggoda Zea. Arjuna kembali mengambil lagi satu batang rokok dan membakarnya, lalu meneguk minuman miliknya.
“Hm, ini rasanya lumayan,” seru Zea saat mencicipi makanan miliknya. “Entah karena aku lapar lagi atau memang enak,” ujarnya lagi.
“Cobain dong!” Arjuna menunjuk menu milik Zea dengan dagunya, minta disuapi. Zea malah meletakan garpu seakan mengatakan makan sendiri.
“Ck, suapin dong. Tangan aku sakit nih,” keluh Arjuna sambil berpura-pura seakan tangan kirinya benar sakit. Sedangkan tangan kanannya masih memegang batang rokok yang baru saja dihissap.
“Manja,” ejek Zea lalu menyuapkan makanan pada Arjuna.
“Hm, nggak berasa. Lagi dong,” titahnya sambil menggeser kursinya mendekat ke arah Zea.
Zea kembali menyuapkan makanan pada Arjuna.
“Gimana?”
“Hm, not bad.”
“Makan sendiri punya kamu, ini milikku.”
Arjuna memandang menu miliknya yang berbeda dengan milik Zea, mengambil sendok lalu mencicipi. Terbersit ide untuk menjahili Zea dengan menambahkan banyak bubuk lada lalu mengaduknya.
“Hm, ini enak banget. Kamu harus coba,” ujar Arjuna.
Zea pun menoleh, “Masa sih?”
“Iya, buka mulutmu,” titah Arjuna. Zea menurut, membuka mulutnya dan menerima suapan Arjuna. Lidahnya sedang membuktikan kelezatan makanan tersebut, tidak lama Zea mendesis lalu mengambil gelas miliknya dan bergegas minum. Bahkan hampir menghabiskan seluruh isi gelas.
Plak plak.
Zea kembali memukul lengan Arjuna, sedangkan pria itu malah terbahak sambil menahan tangan Zea yang kembali akan mendaratkan pukulan.
“Enak apaan, pedes banget,” keluh Zea. Arjuna masih terkikik geli dan menggenggam tangan Zea
“Sama kayak mulut kamu, pedesss,” ejek Arjuna semakin membuat Zea kesal. “Jangan ngambek, nanti aku kasih hadiah kalau cemberut terus.”
Zea menarik tangannya yang berada dalam genggaman Arjuna. “Aneh, dimana-mana yang dapat hadiah yang sikap dan karakternya baik ini malah kebalikan.”
“Suka-suka aku dong, mau tahu nggak hadiahnya?”
“Nggak,” ketus Zea sambil membuang pandangannya.
“Masa? Nanti penasaran loh,” goda Arjuna lagi.
“Lebih baik mati penasaran,” sahut Zea.
Arjuna membisikkan sesuatu di telinga Zea, membuat wajah wanita itu merona kemudian menoleh. “Juna kamu tuh mesum banget sih.”
“Itu sih perasaan kamu doang.”
“Udah ah, kita balik ke hotel.” Zea sudah berdiri, Arjuna mau tidak mau ikut berdiri. Sesuai dengan janjinya, Arjuna yang membayarkan apa yang mereka pesan. Zea menunggu agak jauh dari kasir membuat Arjuna leluasa membuka dompetnya dan mengeluarkan salah satu kartu miliknya.
Kalau Zea melihat pasti akan merasa aneh, seorang OB memiliki banyak kartu bank dalam dompetnya. Alih-alih kembali ke hotel, Arjuna malah meraih tangan Zea dan mengajaknya berjalan semakin dekat ke arah pantai.
“Mau kemana?”
“Cari tempat yang lebih romantis,” jawab Arjuna.
Arjuna mengajak Zea duduk pada bebatuan menghadap ke tepi pantai. Meskipun malam hari, suasananya tidak kalah menarik. Tidak jauh dari Zea da Arjuna duduk pun banyak pasangan yang duduk dan berbincang. Zea terkejut saat Arjuna melepaskan jaket yang dipakai dan menyematkan pada tubuh Zea.
“Enggak usah nolak,” tegas Arjuna. “Kalau nolak nanti ….”
“Nanti apa?”
Wajah keduanya saling tatap dalam jarak yang cukup dekat. Deru ombak dan semilir angin membuat suasana semakin terasa mendukung untuk Arjuna bersikap romantis. Bahkan saat ini mendekatkan wajahnya dan ….
kpn kira2 zea bisa bahagia thor...
angel wes..angel..
piye jun....
bersambung....