Talia Rata, harus menerima kenyataan pahitnya yang menganggap pernikahan akan berakhir dengan kebahagiaan, justru yang didapatkan sebuah rasa sakit.
Siapa sangka, lelaki yang diharapkan akan memberinya cinta yang sempurna, telah menjualnya kepada orang yang bisa memberi kompensasi untuknya.
Tidak disangka juga, rupanya lelaki yang telah membelinya adalah lelaki yang dibencinya di masa lalu.
Akankah Talia akan luluh dipelukan Ricardo?atau, justru semakin membencinya.
Penasaran akan kisah mereka berdua?
yuk simak jalan ceritanya, hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyetujui
Talia yang sudah bangun dari tidurnya karena obat biusnya, kini sudah bangkit dan hendak keluar dari kamar.
Seketika, Talia di kejutkan oleh sosok laki-laki yang ada di hadapannya dengan salah satu tangannya menjadi penyangga.
"Mau kemana?" tanya Ricard sambil menatap Talia begitu serius.
Talia membuang mukanya ke sembarang arah, rasa bencinya masih bersemayam dalam pikirannya.
"Aku mau pergi dari rumah ini, dan aku tidak sudi jika harus bertemu dengan orang-orang keji seperti kedua orang tuamu." Ucap Talia tanpa menatap Ricard.
Saat itu juga, Ricard langsung meraih dagunya Talia dan menekan pada bagian kedua rahangnya cukup kuat.
Kemudian, Ricard menatapnya sangat tajam.
"Kau bilang apa tadi? Orang-orang keji kamu bilang? aku buktikan sama kamu, jika keluargaku bukanlah seperti yang kamu tuduhkan." Ucap Ricard yang langsung mendorong tubuh Talia tanpa belas kasih hingga terdorong ke belakang, dan jatuh hingga menatap tempat tidur.
Ricard yang sama sekali tidak peduli, dirinya langsung meraih jasnya dan keluar dari kamar. Namun sebelum ia keluar, berhenti di ambang pintu.
"Aku mau pulang ke rumah, terserah kamu mau ikut atau gak." Ucap Ricard yang langsung pergi begitu saja.
Talia yang mendengarnya, pun langsung bangkit dengan susah payah karena menahan rasa sakit akibat benturan pada bagian punggungnya yang mengenai tempat tidur.
Tidak ingin tinggal dalam rumah milik kedua orang tuanya Ricard, dirinya cepat-cepat untuk mengejarnya.
Dengan menahan rasa sakit pada bagian punggungnya, Talia sama sekali tidak memperdulikannya.
"Ma, Pa, Kek, aku pulang." Ucap Ricard yang tidak bersama Talia.
"Mana Talia, Rich? gak pulang bareng?" tanya sang kakek.
"Talia ikut pulang kok, Kek." Sahut Talia yang baru saja keluar dari kamar.
"Oh, Kakek kira kamu mau menginap di rumah Kakek. Padahal di rumah ini tidak ada siapa-siapa, soalnya cucu Kakek hanya Ricard, juga sudah punya rumah sendiri. Ya sudah lah, kalau kamu mau ikut pulang bersamanya. Tapi, kalian berdua belum ini menikah. Apa jadinya kalau kalian tinggal dalam satu rumah, Nak?"
Talia yang menyadari jika dirinya masih status istri orang, juga dengan Ricard yang masih berstatus suaminya orang lain, ada rasa takut. Kemudian, Talia maupun Ricard saling menoleh satu sama lain dan saling menatap.
"Ya, Nak, lebih baik kamu tinggal di rumah ini bersama kami, sampainya perceraian Ricard beres. Setelah menunggu beberapa bulan, kalian berdua baru boleh menikah." Ucap ibunya Ricard ikut bicara dan memberi saran untuk Talia.
"Tidak perlu, Nyonya. Saya bisa pulang ke rumah paman, itupun kalau diizinkan."
"Tidak, aku tidak akan mengizinkan kamu pulang ke rumah siapapun, termasuk ke rumah paman kamu sendiri. Aku akan menjadikan kamu asisten di rumahku, dan statusmu aman tinggal di rumahku."
"Tapi,"
"Tidak ada tapi tapian, sekarang juga ikut aku pulang." Ucap Ricard yang langsung menarik tangan Talia dengan paksaan, hingga membuat Talia kesulitan untuk mengikuti langkah kaki Ricard yang begitu cepat.
Kedua orang tuanya Ricard mendadak bingung dengan sikap putranya yang terbilang begitu kasar terhadap Talia, dan seperti menaruh kecurigaan.
Begitu juga dengan Kakek Anderson, sama halnya merasa aneh dengan cucunya yang bersikap kasar terhadap Talia.
"Ada apa dengan putramu si Ricard? tidak seperti biasanya, kenapa mendadak bersikap kasar terhadap perempuan?"
"Kami benar-benar tidak tahu, Pa. Sama seperti Papa, baru pertama kalinya melihat Ricard bersikap kasar dengan perempuan." Jawab ayahnya Ricard.
Karena penasaran, sang kakek langsung meminta orang kepercayaannya untuk mencari tahu tentang cucunya yang menaruh curiga.
Sedangkan dalam perjalanan pulang, Ricard sama sekali tidak bersuara. Begitu juga dengan Talia, sama seperti Ricard yang sedari tadi diam hingga sampai di depan rumah.
Talia yang terbawa lamunan, pandangannya masih lurus ke depan begitu serius.
Ricard yang melihatnya, pun langsung melambaikan tangannya.
"Jangan banyak melamun, dan gak perlu juga untuk kamu memikirkan jahatnya keluargaku. Jadi, lebih baik persiapkan diri kamu untuk menjadi istriku." Ucap Ricard sambil melepaskan sabuk pengamannya.
Seketika, Talia langsung menoleh saat mendengar ucapan dari Ricard. Begitu juga dengan Ricard, sama halnya seperti Talia yang juga menoleh.
"Kenapa? apakah kamu masih mau menuduh keluargaku adalah pemb_unuh? seharusnya kamu itu punya otak itu untuk berpikir, bukan untuk mencernanya dengan mentah-mentah saat kenyataan tidak kamu lihat." Ucap Ricard sambil menatap lurus ke depan.
"Kamu tahu apa tentang kematian kedua orang tuaku, ha? kalau kamu tidak tahu apa-apa, gak usah membela keluargamu." Kata Talia yang tetap pada tuduhannya.
Ricard membuang napasnya dengan kasar, dan tertawa kecil ketika mendengarnya.
"Sudahlah, ayo kita turun."
"Aku gak mau turun, juga tidak akan masuk ke rumahmu." Jawabnya dengan ketus, dan masih menatap lurus ke depan.
"Terus, maunya kamu itu apa?" tanya Ricard berusaha untuk menahan emosinya.
Mau sebenci apapun, rasa cinta yang sulit untuk dihilangkan, begitu sulit untuk meluapkan emosinya pada perempuan yang sangat dicintainya.
"Aku ingin pulang ke rumah pamanku, dan aku ingin bertemu dengannya, hanya itu." Jawab Talia tanpa menoleh.
"Baiklah, besok aku akan mengantarkan kamu pulang ke rumah pamanmu. Tapi, setelah itu kamu kembali ikut pulang bersamaku." Ucap Ricard.
Talia yang mendengarnya, pun menoleh.
"Aku ingin tinggal bersama pamanku sekitar satu mingguan, setelah itu terserah kamu mau menjemput ku atau tidak."
"Baiklah, aku akan turuti permintaan kamu." Ucap Ricard yang akhirnya menyetujui permintaan Talia.