Sebuah tragedi memilukan menghancurkan hidup gadis ini. Pernikahan impiannya hancur dalam waktu yang teramat singkat. Ia dicerai di malam pertama karena sudah tidak suci lagi.
Tidak hanya sampai di situ, Keluarga mantan suaminya pun dengan tega menyebarkan aibnya ke seluruh warga desa. Puncak dari tragedi itu, ia hamil kemudian diusir oleh kakak iparnya.
Bagaimana kisah hidup gadis itu selanjutnya?
Ikuti terus ceritanya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Sementara itu di kediaman Susi dan Herman.
Susi sedang asik berbincang bersama Virna soal acara pernikahan meriah Dea dan Julian tadi siang. Sementara Herman hanya diam seribu bahasa dengan wajah yang terlihat murung.
Menyadari hal itu, Susi segera meminta Virna untuk menginggalkan ruangan itu dan kembali ke kamarnya. "Vir, sebaiknya kamu pergi tidur. Ini sudah malam, nanti kamu telat bangun lagi. Mana besok senin, upacara bendera, 'kan?" ucap Susi.
Walaupun terlihat kesal, tetapi gadis kecil itu segera bangkit dari posisi duduknya kemudian berjalan menuju kamarnya tanpa bicara sepatah katapun.
Sepeninggal Virna.
"Heh, kamu kenapa lagi sih, Mas? Kenapa wajahmu murung begitu? Aku yakin ini pasti ada hubungannya dengan Dea, iya 'kan?" ucap Susi dengan nada sedikit kasar.
Herman melirik Susi yang tampak kesal kemudian menghela napas panjang. "Ya, Sayang. Aku teringat akan Dea. Aku harap dia dan Julian baik-baik saja. Semoga Julian tidak mempermasalahkan hal itu," tutur Herman dengan wajah kusut.
"Ya, aku pun berharap demikian. Aku harap Julian tidak kecewa dan mau menerima keadaan Dea apa adanya. Soalnya aku sudah tidak ingin gadis itu tinggal di sini. Hanya menambah beban saja," gerutunya.
Herman menghembuskan napas kasar sambil menatap Susi dengan wajah kesal. Ia bangkit dari posisinya kemudian berjalan menuju kamarnya tanpa mempedulikan reaksi wanita itu.
"Mas! Mas Herman, tunggu!" panggil Susi sambil menyilangkan tangan ke dada. Karena lelaki itu tidak juga berhenti, Susi pun segera mengikuti langkah Herman yang berjalan menuju kamarnya.
Kembali ke pasangan Julian dan Dea di dalam kamar pengantin.
"Maafkan aku, Mas." Dea membalikkan badannya dan kini gadis itu duduk dengan posisi saling berhadapan bersama Julian. Mata gadis itu memerah dan cairan bening itu mulai terlihat menggenang di sana.
Hal itu sontak saja membuat Julian bingung. Ia heran melihat reaksi Dea yang tiba-tiba menjadi seperti itu. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Dea? Kenapa kamu malah menangis seperti itu, ha?" tanya Julian dengan sangat serius.
Tangis Dea pun pecah. Air mata yang sejak tadi tertahan di pelupuk matanya, lolos begitu saja dan kini mengalir di kedua belah pipi gadis itu.
"Mas Julian. Bagaimana jika malam ini Mas Julian menemukan aku yang sudah tidak suci lagi? Apa Mas Julian bisa menerimaku dengan ikhlas?" tanya Dea dengan deraian air mata menatap lekat iris mata berwarna coklat tersebut.
Julian tersenyum tipis. "Tidak suci lagi? Tapi, bagaimana bisa? Bukankah selama ini kamu sudah berjanji akan menjaganya hanya untuk diriku? Sementara aku tidak pernah menyentuhmu sekalipun."
Saat itu Julian masih bisa tertawa pelan. Ia masih menganggap ucapan Dea barusan hanyalah sebuah candaan semata. Namun, bukannya berhenti menangis, tangis Dea semakin terdengar menyayat hati.
Melihat reaksi Dea yang seperti itu, Julian pun mulai bingung dan merasakan bahwa apa yang dikatakan oleh Dea barusan bukanlah main-main.
"Dea? A-apa kata-kataku tadi telah menyinggung perasaanmu?"
Julian pun mulai diserang rasa panik. Tawa yang tadi terus menghiasi wajahnya, kini sirna entah kemana. Julian memegang kedua pundak mulus milik Dea kemudian menatap wajah murung gadis itu dengan lekat.
"Sebenarnya ada apa, Dea? Jangan buat aku takut!" Nada suara Julian mulai meninggi sebab Dea tak kunjung menjawab pertanyaannya. Hanya tangisnya yang semakin menjadi dan lelaki itu pun mulai Menggoncang-goncang tubuh mungil Dea agar gadis itu segera menjawab rasa penasarannya.
Tiba-tiba Dea bangkit dari posisi duduknya. Gadis itu bersimpuh di lantai dan memeluk kaki Julian yang terjulur di tepi tempat tidur. "Maafkan aku, Mas! Maafkan aku," lirih Dea.
Julian terdiam dan terpaku untuk sejenak. Matanya menatap kosong ke arah luar jendela yang kini mulai gelap. Lelaki itu mencoba menelaah isi dari pertanyaan yang keluar dari bibir Dea.
"Jadi, itu benar? Kamu sudah tidak suci lagi, Dea?" tanya Julian dengan wajah dingin menatap Dea yang masih bersimpuh di bawah kakinya.
Suasana dingin di ruangan itu tiba-tiba menjadi terasa panas, bahkan sangat panas. Tubuh lelaki itu bahkan sampai mengeluarkan keringat dingin. Tubuh Julian tampak bergetar, bahkan Dea pun bisa merasakannya dari kaki lelaki itu.
"Maafkan aku, Mas," sahut Dea dengan kepala mendongak menatap wajah Julian yang mulai memerah menahan amarahnya. Hanya kata-kata itu yang sanggup keluar dari bibirnya dan ia berharap Julian bisa mengerti dan memaafkannya.
"Siapa yang sudah berani mendahului aku, Dea! Katakan!"
Akhirnya kemarahan Julian pun membuncah. Wajah lelaki itu terlihat sangat mengerikan. Ia kembali mengguncang tubuh Dea dengan sangat kasar kemudian mendorongnya hingga gadis itu terjengkang ke lantai.
Dengan tertatih-tatih, Dea mencoba bangkit dari posisinya. Ia kembali bersimpuh di lantai tepat di hadapan Julian. Namun, kali ini Dea tidak berani memeluk kaki lelaki itu. Ia takut di dorong lagi, atau akan lebih parah lagi dari itu.
...***...