"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.
"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.
Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.
"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.
penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZTS 14
Zea sudah tiba dirumahnya, dia bergegas mandi dan menyiram tubuhnya dengan air berulang kali hingga badannya terasa sangat menggigil dan ... . Brug ... Zea kembali tidak sadarkan diri.
Disekolah, pukul 12:00, siang.
Gean dan Giska baru keluar dari kelasnya masing-masing. Hari ini, karena ada acara mendadak, semua guru membubarkan kelas secara bersamaan.
"Kak, Ibu kok belum datang?" tanya Giska, dia menatap sekitarnya mencari keberadaan Ibunya.
"Mungkin, Ibu tidak tahu kita pulang awal. Kita pulang jalan kaki saja yuk!" ajak Gean.
Giska tersenyum dan mengangguk. Mereka berdua mulai berjalan dengan bergandengan tangan. Tetapi, tiba-tiba ada yang menerobos diantara Gean dan Giska. Seketika gandengan tangan Gean dan Giska terlepas.
Gean dan Giska terkejut. "Hati-hati dong, Ron. Kamu tidak melihat ada kami didepanmu?" tanya Gean dengan sedikit kesal.
"Wleeekkk, kasihan kalian tidak punya rumah. Wleekkkk-wleekkk, rumah kalian sudah terbakar." Bocah yang disebut Ron alias Roni menjulurkan lidahnya berulangkali lalu berlari menyusul teman sefrekuensinya, meninggalkan luka dihati Gean dan Giska.
"Hiks, Hiks."
Gean menoleh adeknya. "Dek, kok menangis? Apa ada yang sakit?" tanya Gean penuh perhatian, takutnya Giska kenapa-napa saat Roni menerobosnya.
Giska mengangguk masih sambil menangis.
"Mana? biar Kakak tiup." Gean menengadahkan tangan ingin melihat luka Giska dan meniupnya.
"Hati aku yang sakit, Kak. Hiks ... hiks ... ."
Gean mendengus dan melipat kedua tangan didada. "Kamu sakit hati, Roni mengejek kita tidak punya rumah?"
Giska mengangguk. "Kenapa, ibu dan ayah tidak membuat rumah baru? Kita jadi diejek teman-teman, kan?"
"Bukan teman-teman, Dek. Tapi hanya Roni yang mengejek kita. Sudah, jangan dipikiran lagi atau kamu jadi cepat tua karena banyak pikiran." kata Gean.
Giska begidik dan tangisnya berhenti. Giska tidak mau cepat tua.
"Ayo lanjut jalan, gandeng tangan Kakak." kata Gean, mereka berdua akhirnya pulang dengan tenang dan aman.
Dirumah.
Andam menghentikan motor didepan rumah sewanya. Dia langsung mengangkat barang dagangan dari atas motor dan menaruhnya dilantai.
"Akhirnya sampai rumah juga." kata Andam, dia melepas jaket serta helm lalu masuk ke dalam rumah dan menaruh dua benda tersebut dilantai ruang TV. "Seharusnya hanya setengah jam sampai rumah, lah ini sampai beberapa jam. Ternyata ... tanganku masih sakit untuk membawa motor dan mengangkat berat."
...----------------...
Gubrak
Andam terkejut mendengar suara gebrakan pintu dari luar. Tidak lama, Gean dan Giska muncul dari sana.
"Oh, ternyata kalian Ayah pikir siapa, hahaha!" Andam tertawa.
"Ibu, dimana, Yah? kok tidak jemput kita," tanya Giska, sedangkan Gean masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.
"Loh, Ayah baru pulang, Gis. Ayah tidak tahu." jawab Andam.
Giska cemberut, tanpa bertanya lagi dia masuk ke kamarnya untuk ganti pakaian lalu makan.
Setelah makan, Giska dan Gean berjalan menuju ayahnya dan duduk bersama ayahnya diruang TV.
"Ayah, kenapa Ibu tidak jemput kita?" tanya Giska lagi.
Andam menghela napas dan memeluk Giska. "Ayah tidak tahu, Gis. Ayah baru pulang dari mencari barang dagangan."
Giska mengangguk. "Ayah, aku ingin bertanya sesuatu," kata Giska.
"Apa itu, Gis?" tanya Andam.
Giska menatap ayahnya dengan serius. "Ayah, kenapa kita tidak punya rumah seperti teman-temanmu dan kak Gean?"
Andam terkejut dengan pertanyaan Giska. Dia tidak menyangka bahwa Giska akan bertanya tentang hal itu.
"Ayah, aku tidak ingin diejek teman-teman lagi," kata Giska dengan air mata mengalir dipipinya.
Andam merasa sedih dan memeluk Giska. "Ayah akan membeli rumah, Gis. Ayah janji."
Giska mengangguk senang. "Terimakasih, Ayah."
Andam tersenyum dan memeluk Giska dan Gean. "Ayah usahakan yang terbaik."
Disaat yang sama, Zea masih terbaring dilantai kamar mandi, tidak sadarkan diri. Tidak ada yang tahu bahwa Zea ternyata berada disana.
Beberapa jam kemudian, Zea mulai sadar. Dia merasa sakit kepala dan tubuhnya terasa lemas. Dia mencoba untuk bangun, tetapi tubuhnya terasa berat.
Zea mencoba untuk mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Dia ingat bahwa dia mandi dan kemudian pingsan.
Zea mencoba untuk bangun lagi, dan kali ini dia berhasil. Dia berdiri dan mencoba untuk berjalan, tetapi tubuhnya terasa lemas dan dia hampir jatuh.
Zea mencoba untuk mencari bantuan, dia bertumpu pada dinding. Tetapi, sekujur tubuhnya terasa tak berdaya.
Zea merasa frustrasi dan sedih. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dan dia merasa sangat bersedih.
Tiba-tiba, Zea mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Dia melihat Gean, anaknya, berdiri didepannya dengan wajah khawatir.
"Ibu, apa yang terjadi? Kenapa Ibu pucat sekali?" tanya Gean.
Zea mencoba untuk menjawab, tetapi dia tidak bisa mengucapkan kata-kata. Dia hanya bisa menatap Gean dengan wajah sedih.
Gean segera memeluk ibunya dan mencoba untuk menenangkannya. "Ibu, jangan khawatir. Aku ada disini. Aku akan membantu Ibu."
Zea merasa sedikit tenang dengan kehadiran Gean. Dia mencoba untuk berbicara lagi, dan kali ini dia berhasil.
"Gean, Ibu lemas. Ibu tidak bisa berjalan. Dimana Ayah?" ~ Zea
Gean berkata sambil mencoba untuk membantu ibunya berdiri. "Ayah ada dikamar Adek, mereka tidur."
"Panggil Ayah, Ge. Kamu tidak kuat mengangkat ibu."
Gean mengangguk dan berlari memanggil Andam. "Ayah-Ayah! Bantu Ibu Ayah!"
Andam terbangun mendengar teriakan Gean. "Ada apa, Ge?" tanya Andam saat Gean menyeretnya keluar dari kamar menuju kamar mandi.
"Ayah harus membawa Ibu ke rumah sakit. Ibu perlu perawatan." kata Gean.
Andam terkejut tapi tetap mengangguk dan mencoba untuk berjalan bersama Gean ke kamar mandi. Andam syok saat tiba dikamar mandi melihat Zea dalam kedaan memprihatinkan. Andam segera membawa Zea ke rumah sakit.
Sementara Gean dan Giska tetap dirumah percuma ikut karena tidak bisa masuk kecuali menjadi pasien.
Dirumah sakit, Zea langsung mendapatkan perawatan dari dokter dan perawat. Andam menunggu diluar ruangan.
Setelah beberapa jam menunggu, dokter keluar dari ruangan dan menghampiri Andam. "Pak Andam, kondisi Ibu Zea stabil, tapi kita perlu melakukan beberapa tes lagi untuk memastikan apa yang terjadi pada beliau," kata dokter.
Andam mengangguk dan meminta dokter untuk menjelaskan lebih lanjut tentang kondisi Zea. Dokter menjelaskan bahwa Zea mungkin mengalami kelelahan berat dan stres, sehingga menyebabkan pingsan.
Andam merasa lega bahwa kondisi Zea tidak terlalu parah, tapi dia juga khawatir tentang apa yang terjadi pada Zea. Dia memutuskan untuk tinggal di rumah sakit bersama Zea sampai kondisinya membaik.
Sementara itu, Gean dan Giska menunggu di rumah. Mereka berdua berdoa agar ibu mereka segera sembuh.
Keesokan harinya, Andam memutuskan untuk membawa Zea pulang ke rumah, karena kondisinya sudah membaik.
tapi belum terlalu tua
tapi sudah tua?
thor ngakak baca itu hhaaaa
hiiiii