Soal keturunan memang kerap menjadi perdebatan dalam rumah tangga. Seperti yang terjadi dalam rumah tangga Hana.
Hubungan yang sudah dibangun selama 10 tahun, tiba-tiba hancur lebur dalam satu malam, saat suaminya mengatakan dia sudah menikahi wanita lain dengan alasan keinginan sang mertua yang terus mendesaknya untuk memiliki keturunan.
"Jangan pilih antara aku dan dia. Karena aku bukan pilihan." -Hana Rahmania.
"Kalau begitu mulai detik ini, aku Heri Hermawan, telah menjatuhkan talak kepadamu, Hana Rahmania, jadi mulai detik ini kamu bukan istriku lagi." -Heri Hermawan.
Namun, bagaimana jika setelah kata talak itu jatuh, ternyata Hana mendapati dirinya sedang berbadan dua? Akankah dia jujur pada Heri dan memohon untuk kembali demi anak yang dikandung atau justru sebaliknya?
Jangan lupa follow akun sosmed ngothor
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
salam anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Ngidam
Semenjak hamil Hana merasa tubuhnya mudah lelah, dia juga sering bangun tengah malam atau bahkan kesulitan untuk sekedar memejamkan mata. Namun, semuanya Hana lewati dengan sabar dan berusaha menikmatinya. Sebab inilah yang dia nantikan selama ini, bisa hamil dan menjadi ibu seperti wanita pada umumnya.
Seperti malam ini, sedari tadi Hana hanya membolak-balik badan karena tak kunjung mengantuk. Banyak sekali yang menumpuk di pikirannya, sampai akhirnya dia kembali terduduk di atas ranjang.
Di kontrakan tersebut ada dua kamar, jadi Hana dan Rindy tidur secara terpisah.
"Kamu mau apa, Nak? Kenapa nggak mau tidur?" tanya Hana pada calon anaknya sambil mengusap-usap perut. Sepertinya wanita itu akan mulai mengalami ngidam, tapi semoga saja tidak aneh-aneh.
Hana memutuskan untuk keluar dari kamar dan mencari udara. Saat pergi ke dapur dan melihat seisi kulkas, tak ada yang menarik untuk dimakan, hingga dia pun hanya menenggak segelas air dingin.
Hana menghela nafas panjang.
"Besok Mamah kerja, istirahat lagi yuk," ajak Hana. Meski tak ada tanggapan, dia terus saja bicara seperti orang yang sedang mengobrol.
"Sudah jam setengah dua, kita balik ke kamar ya, Nak," pungkasnya seraya beranjak dari kursi. Saat melewati kamar Rindy dia melihat ada sesuatu yang baru di rak sepatu, Hana memperhatikannya seksama, sebuah sandal karet berwarna pink.
Tanpa diduga Hana mengendus-endus aroma yang khas dan dapat diterima di indera penciumannya. Seperti orang yang menemukan sumber kehidupan, Hana menghirupnya lebih dalam.
"Ya ampun baunya enak sekali," gumamnya kegirangan sambil membuang nafas. Orang normal pasti akan menganggap bahwa Hana itu aneh, tapi ini semua nyata, Hana menyukai aroma sendal baru milik Rindy.
"Kok bisa seenak ini." Hana juga merasakan perbedaan yang ada pada dirinya, tapi dia tidak peduli. Dia ingin mengetuk kamar Rindy untuk meminta izin, tapi sepertinya Rindy sudah pulas, jadi dia membawa sendal baru tersebut ke dalam kamar.
"Besok aku harus bangun lebih awal, dan mengembalikan sendal Rindy ke tempatnya," kata Hana cekikikan sambil menutup pintu. Malam itu dia benar-benar tidur dengan sendal Rindy yang ada di sampingnya. Bahkan dia tak mendengar bunyi alarm, saat pagi sudah menyapa.
Di sisi lain Rindy kebingungan karena sendal yang ia taruh di rak depan kamar mendadak hilang. Dia mengecek seluruh jendela juga pintu, takut ada maling masuk.
"Tapi masa iya cuma ngambil sendal, kan nggak masuk akal," gumam Rindy sambil garuk-garuk kepala. Dia melirik ke arah kamar Hana, sampai detik ini wanita itu belum juga keluar, padahal biasanya Hana sudah berkutat di dapur.
Rindy pun memutuskan untuk mengetuknya dan membangunkan Hana.
"Han, sudah siang, kamu nggak kerja?" teriaknya cukup keras sambil mendekatkan telinga ke daun pintu.
"Hana."
Entah sudah panggilan ke berapa, akhirnya Hana mulai mengerjap dan mendapati kamar yang sudah mulai terang karena cahaya matahari yang masuk di celah-celah jendela.
"Astaga, aku terlambat," kata Hana segera beranjak. Dia keluar sambil membawa handuk, karena kamar mandi mereka berbarengan.
"Rin, ini sudah jam berapa?" tanya Hana dengan tampang panik.
"Baru setengah tujuh sih, tapi kayaknya kamu nggak bakal sempet buat masak sarapan," jawab Rindy dengan santai sambil melongok ke dalam kamar Hana, dia mengernyit saat melihat sendal barunya berada di atas kasur.
"Han!" panggil Rindy padahal Hana sudah mau menutup pintu kamar mandi.
"Ada apa, Rin?"
"Kamu ambil sendal punyaku?" tanya Rindy tanpa niat menuduh. Tepat pada saat itu Hana langsung tersenyum lebar hingga menunjukkan giginya.
"Semalem aku nggak bisa tidur, pas nyium bau sendal baru aku jadi ngantuk, makanya aku bawa ke dalem, kamu nyariin ya, Rin? Maaf ya," jelas Hana dengan bibir yang mengerucut. Sementara Rindy hanya geleng-geleng kepala.
"Masih dibutuhin nggak?" tanya Rindy, kalau iya dia yang akan mengalah dan membeli sendal baru lagi.
Hana menggeleng sambil tertawa kecil. "Enggak, hehe, nanti aku beli sendiri di warung."
***
Karena setiap pagi Hana selalu menghabiskan waktu di kamar mandi, bahkan di saat jam kerja, Vanya pun memiliki rencana untuk menjebak wanita itu. Dia merasa Hana memanfaatkannya, mentang-mentang Hana masih anak baru.
Kali ini dia pastikan Hana ditegur oleh Ibu Mia, atau kalau bisa Hana dipecat saja.
"Hana, aku ke toilet dulu ya," ujar Vanya sebelum Hana yang izin lebih dulu.
"Cuma sebentar kan, Van?" tanya Hana memastikan. Karena dia mulai merasa mual. Tidak mungkin kan setiap saat dia memegangi sendal baru sebagai penawarnya, sedangkan dia berhadapan langsung dengan tamu.
"Terserah aku lah, aku aja nggak pernah protes kamu tiap hari bolak-balik ke toilet!" celetuk Vanya dengan lirikan sinis, seraya melenggang pergi. Di balik tubuh gemulai yang sedang berlenggak-lenggok itu, Vanya menarik sudut bibirnya ke atas, kali ini dia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh Hana.
Sampai beberapa menit berlalu, Vanya benar-benar tak kunjung kembali. Hana sampai menunggu dengan cemas, karena rasa ingin muntah sudah ada di pangkal tenggorokan.
"Vanya kenapa lama banget ya," gumamnya dengan wajah yang mulai pucat dan keringat dingin yang mengucur sana sini.
"Permisi." Seorang tamu menghampiri meja resepsionis dan bicara dengan Hana. Wanita itu langsung mengangkat kepalanya dan mencoba tersenyum.
"Ada—"
Baru satu kata yang keluar dari mulut Hana, dia langsung berlari ke arah toilet karena sudah tak tahan ingin memuntahkan sesuatu yang sedari tadi bergolak. Hana tak menghiraukan siapapun, dia hanya fokus pada satu tujuan, hingga tepat saat dia sampai dia langsung muntah-muntah di wastafel.
"Hoek, hoek!"
Di saat itu meja resepsionis pun menjadi kosong, tak ada yang menyambut kedatangan tamu ataupun seseorang yang bisa ditanyai. Sementara Vanya masih belum muncul juga, sampai dia dihubungi oleh Ibu Mia.
Dan tepat pada saat itu Vanya langsung menampilkan batang hidungnya dengan mimik dan pergerakan yang tergesa.
"Maaf, Bu, saya izin ke belakang sebentar, sebelumnya ada Hana di sini," ujar Vanya melapor, di samping itu Hana juga turut kembali dengan wajah yang terlihat cukup lesu karena energinya terkuras.
"Hana," panggil Ibu Mia, membuat wanita itu merasa cemas menyadari keteledoran yang sudah dilakukannya.
"Maafkan saya, Bu," ucap Hana sambil menundukkan wajah. Sementara Vanya mulai merasa senang, karena akhirnya rencananya berjalan lancar.
"Ikut Ibu ke ruangan sebentar," kata Ibu Mia, membuat senyum Vanya semakin mengembang sempurna.
Hana makin was-was, sambil melangkah dia terus berdoa agar masalah ini tak menimbulkan efek yang serius, karena dia tidak mau dipecat, dia butuh pekerjaan ini.
Hingga sampai di ruangan Ibu Mia, wanita itu langsung menasehati Hana. "Hana, sebaiknya kamu jujur apapun kondisimu supaya kami bisa memaklumi dan bekerja sama dengan lebih baik. Kamu sedang hamil kan?" Tandasnya yang membuat Hana terkejut bukan main.
"Bu—"
"Kalau kamu memberitahu Ibu ataupun Vanya lebih awal, mungkin Vanya akan lebih berhati-hati," sambung Ibu Mia sebelum Hana menjelaskan. Karena sebelumnya dia diberitahu oleh Elgar, bahwa saat ini Hana sedang hamil muda, jadi mungkin pekerjaan Hana akan sedikit terkendala. Sebagai seorang bawahan, tentu Ibu Mia hanya bisa mengikuti apa kata tuannya. Meski di peraturan tertulis jelas, bahwa perusahaan melarang ibu hamil untuk bekerja, apalagi full time.
Hari itu Vanya pikir Hana bisa langsung mendapatkan surat peringatan, ternyata dia salah. Kini dia malah mendapat pencerahan dari Ibu Mia, bahwa Hana adalah orang titipan petinggi perusahaan.
"Cih, pantes aja dia langsung diterima kerja," gerutunya dengan wajah kesal. "Jangan-jangan dia simpenan bos."
jgn gila klo nti kau tau Hana hamil sebelum cerai 😅
rasakannnn Kau Herigukgukguk
Daebakk El 👏👏 kamu emang keren? langsung sat set bilang kalau hana adalah cinta pertamamu, lagian sekarang hana sudah jadi milik umum kan? jadi bebas buat di miliki wkwkw
hari ini heri benar2 banyak menerima kejutan 🤭 kapokkk lihat saja her? habis kamu melihat hana di bonceng laki2 lain, melihat hana hamidun dan sebentar lagi kamu juga akan mendengar langsung kalau dirimu dan hana sudah berceraii dan belum lagi nanti kejutan2 lainnya yang akan tambah membuatmu shock wkwkwk tunggu saja drama selanjutnya her huhaaaa 🤣🤣🤣
si Heri udah pasti kebakaran jenggot gak terima liat Hana di gandeng laki² yg dulu cupu dan culun yg skrng menjelma laki² tampan dan kaya raya..si Heri mah hanya seujung kuku gak ada apa² nya di banding Elgar yg ternyata mencintai Hana dari masa sekolah dulu 🤭