Penikahan yang seharusnya berjalan bahagia dan penuh dengan keharmonisan untuk sepasang suami istri yang baru saja menjalankan pernikahan, tapi berbeda dengan Evan dan dewi. Pernikahan yang baru saja seumur jagung terancam kandas karena adanya kesalah pahaman antara mereka, akankah pernikahan mereka bertahan atau apakah akan berakhir bahagia. Jika penasaran baca kelanjutannya di novel ini ya, jangan lupa tinggalkan komen dan like nya… salam hangat…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal mula.
“Kak Evan… dewi ikut ya… “ rengek dewi dengan memegang erat ujung kaos Evan, sedangkan Evan yang kali ini tidak bisa menuruti permintaan adik imutnya ini dengan terpaksa melepaskan pegangan tangan dewi di ujung kaosnya.
“Hei… adik kecil, kamu tidak boleh ikut. Di sana banyak hewan liarnya, nanti kalau kamu di terkam dan di seret ke tengah hutan bagaimana…?” Ucap rio menakuti agar dewi tidak merengek lagi.
“Benarkah kak…?” Tatapan mata dewi manatap Evan dengan penuh linangan air mata yang akan keluar dari pelupuk matanya.
“Hmm…” jawab singkat Evan yang bersiap akan pergi dengan sepeda balapnya.
“Ayo van, keburu siang.” Ajak aldo yang sudah tidak sabar.
“Cuuus… let’s go…” dengan cepat rio mengayuh sepedanya dengan kencang, disusul dengan Evan dan aldo di belakang rio.
Dewi yang menatap ketiga anak laki laki yang mengayuh sepedanya dengan kencang, menanggis tersedu. Evan sebenarnya tidak tega melihat dewi yang merengek ingin ikut, tapi dia harus tega agar dewi tidak selalu menempel seperti perangko.
“Van… tuh dewi nangis kejer, apa tidak sebaiknya kamu ajak dia.” Ucap aldo yang tiba tiba merasa kasihan mendengar tangisan dewi.
Evan menoleh sesaat melihat ke belakang, Dia mengayuh sepedanya dengan perlahan, dan saat dia melihat bik ijah menghampiri dewi Evan mengayuhkan sepedanya lagi dengan kencang mengejar aldo dan rio yang berada di depannya.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke hutan yang tak jauh dari tempat mereka tinggal, hidup di desa yang sangat terpencil membuat Evan dan teman teman nya menjadi bilang sejati.
Jatuh atau pun luka sayatan tak membuat mereka jera melakukan petualangan, berbeda dengan jaman dulu yang berpetualang dengan jalan kaki. Karena jaman sudah milenium sekarang mengunakan sepeda untuk cepat sampai di tempat tujuan.
Melihat hutan yang akan mereka masuki berada di depan mata, segera Evan dan kawan kawannya mempercepat mengayuhkan sepedanya. Terdengar bunyi suara burung berkicau, dan suara suara daun yang tertiup angin.
“Evan… lihat ada kelinci tuh,” tunjuk aldo yang melihat kelinci si balik pohon besar.
“Eh iya van.” Ucap rio yang juga melihatnya.
“Buatin aja, kita ke sini kan mau petik jambu bukan mau tangkap kelinci.” Evan yang pada dasarnya tidak suka mengalihkan tujuan utamanya, memilih tetap mencari buah yang akan dia petik.
“Apa tidak sebaiknya kita tangkap, dan kita berikan sama dewi van biar dia senang.” Ucap aldo yang sempat membuat goyah pendirian Evan.
“Keburu siang kalau kita tangkap kelinci, udah sekarang mending cari buahnya.”
Mereka berjalan masuk setelah meletakkan sepeda mereka di bawah pohon rindang, angin bertiup dan udara yang terasa sangat sejuk membuat ketiga anak berusia tiga belas tahun itu tidak merasakan cuaca yang semakin terik.
Melihat buah yang mereka cari ada di depan mata, dengan segera Evan memanjat pohon tersebut, aldo mengikuti tingkah laku Evan. Sedangkan rio berjaga di bawah, dia bagian menangkap buah yang akan aldo dna Evan jatuhkan ke bawah.
“Rio, kamu siapkan kantong plastiknya ya…?” Teriakan Evan yang sudha berada di atas, dengan cekatan Evan memetik buah yang terlihat sudah matang dan masak. Dia melemparkan ke bawah dimana rio sudah bersiap akan menangkapnya.
Begitu juga dengan aldo, dia juga melakukan hal yang sama. Setelah di rasa sudah cukup mereka segera turun ke bawah dan memilih segera pulang karena cuaca terlihat hampir sore.
Dengan segera mereka pulang ke rumah masih masing, sedangkan buahnya mereka bagi tiga dengan Evan yang membaginya. Evan selalu bersikap adil dengan teman temannya, makanya rio dan aldo selalu mengandalkan Evan di situasi apapun.
“Kak Evan jahat, tante kak Evan jahat.” Rengek dewi yang mengadukan perbuatan Evan ke Emi, emi adalah mama dari Evan.
“Evan, apa kamu tidak mengajak dewi waktu kamu main.” Tanya Emi menatap putra kesayangannya.
“Dewi harus terbiasa tanpa aku ma, dia sudah besar.” Evan segera masuk ke dalam kamar mandi, melihat Evan yang sudah tidak tampak lagi dewi menjadi kesal.
“Dewi lebih baik kamu pulang, nanti biar tante bilang sama Evan. Biar nanti jika dia main bisa ajak kamu ya…?” Ucap Emi menenangkan dewi yang akan menanggis.
“Iya tant, kalai begitu aku pulang dulu.” Dengan kaki kecilnya dewi melangkahkan kakinya menuju keluar rumah, badan gembul dan badan yang tak begitu tinggi serta kulinya yang terlihat putih, membuat siapapun yang melihat dewi merasa gemas.
Tapi berbeda dengan Evan, dia merasa kesal yang setiap kemanapun selalu di ikuti oleh dewi. Sampai klimaksnya, Evan di ejek oleh teman temannya yang selalu mengajak dewi.
Evan segera keluar dari kamar mandi dengan badan yang terlihat fresh dan tercium wangi sabun pun dari tubuh Evan, Emi menatap putra tampan kesayangannya tersebut.
“Evan, apa kamu sudah dengar jika keluarga tante dini akan pindah ke kota.” Evan menggelengkan kepalanya cepat, dia sendiri merasa terkejut karena baru ini Evan mendengar dari mamanya Emi.
Karena Evan yang akhir akhir ini sibuk dengan teman teman barunya, sampai tidak tahu jika keluarga dewi akan pindah ke kota.
“Kapan mereka akan pindah ma…” tanya Evan penasaran,
“Mungkin besuk…”
“APA….!!!! BESOK…!!!?” Teriak Evan terkejut.
“Memang dewi nggak kasih tahu kamu van, apa kamu sekarang jarang main bareng sama dewi Hmm…” tanya Emi menginterogasi, Evan menundukkan kepalanya menyesali perbuatannya dengan dewi.
“Ya sudah, lebih baik kamu temui dewi. Kasian dia, pasti dia sedih banget karena mau berpisah sama kamu van.” Emi mengelus kepala Evan dengan sayang dna pelan, dia ingin menangkan Evan.
“Iya ma…” saat akan keluar rumah tampak mobil keluarga dewi keluar dari pekarangan rumahnya, dengan tatapan nanar Evan menatap kepergian mobil yang di kendarai keluarga dewi.
“Sepertinya mereka keluar, kamu tunggu mereka pulang ya…?” Ucap Emi menyuruh Evan segera masuk kedalam.