Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemakaman Ibu Salma
Di dalam sebuah rumah yang luas, banyak berbondong-bondong orang yang datang untuk melayat, mendoakan dan sekedar mengucap kata bela sungkawa untuk keluarga yang di tinggalkan.
Kiriman bunga bertuliskan duka cita terus berdatangan hingga memenuhi halaman luas kediaman keluarga Mahendra. Seorang gadis tengah duduk termenung di pinggiran pintu, menatap sang ibu yang terbujur kaku, tertutup kain jarik, banyak orang melingkari jenazah sang ibu. Mendoakan wanita yang kini sudah tidak lagi bernyawa itu. Sahut menyahut suara indah para petakziah yang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an membuat suasana semakin larut dalam kesedihan.
"Bu, kenapa pergi secepat itu?" tanya gadis itu lirih.
Seharusnya hari ini adalah hari bahagianya, karena dia melepas masa lajang dengan seorang pria yang memang berhasil merebut hatinya. Namun, hari ini juga adalah hari kehancuran untuknya. Dia yang selama ini hanyalah gadis manja, harus kehilangan sang ibu. Apalagi sang ibu jatuh sakit akibat dari ulahnya.
Syifana tidak henti-hentinya menyalahkan diri sendiri, akibat sifatnya yang tidak patuh, dia akhirnya kehilangan sang ibu. Seorang pria yang baru saja resmi menjadi suaminya, datang mendekat. Mengelus bahu sang istri yang tengah menangis tersendu-sendu.
"Sudahlah, Fana, kamu jangan seperti ini terus! Ibu pasti sedih kalau melihatmu dalam keadaan seperti ini," ujarnya dengan suara lembut.
Syifana menatap dalam-dalam suaminya itu. Gadis itu sadar, apa yang di lakukannya memang membuat sang ibu sedih. Itu akan memperberat jalan sang ibu menuju surga, akan tetapi dia benar-benar belum bisa mengendalikan dirinya.
Gadis itu masih saja menatap tubuh sang ibu, yang kini di gotong oleh beberapa orang. Sudah waktunya jenazah di mandikan. Ara memang melarang adik kandungnya itu untuk ikut memandikan jenazah sang ibu, dia takut jika adik iparnya itu akan jatuh pingsan lagi.
Syifana hanya menurut, gadis itu memang merasa tidak bisa ikut mengurus sang ibu untuk terakhir kalinya. Dia takut jika air mata kembali jatuh dan membuat sang ibu semakin berat untuk pergi dengan tenang.
Begitu selesai di mandikan, jenazah Ibu Salma di kafani oleh orang yang sudah di percayakan oleh keluarga. Selesai mengkafani, jenazah kini di masukkan ke dalam keranda untuk di sholatkan sebelum akhirnya di kebumikan.
Semua orang yang datang melayat dan memang berniat ikut mengantarkan wanita yang terkenal dengan kebaikannya itu ke tempat peristirahatan terakhirnya. Keluarga Reiner dan Tuan Haris juga turut hadir sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga Ali. Lagipula status mereka memang besan, jadi memang lebih baiknya mereka ikut dalam acara duka cita dari keluarga Mahendra.
Reiner menatap tajam pada Aldev yang tengah menggandeng sang istri untuk masuk ke dalam mobil. Mereka akan berangkat ke masjid terdekat untuk mensholatkan jenazah, serta ke pemakaman untuk men-kebumikan jenazah.
Aldev sama sekali tidak memperdulikan tatapan dari keluarga Aracelia, dia mengesampingkan egonya di saat ini. Sang istri dalam keadaan berkabung, apalagi sang mertua meninggal tepat saat hari pernikahan mereka.
Iring-iringan mobil menuju masjid, mengiringi mobil ambulance yang berada di barisan paling depan. Setelah menempuh waktu 5 menit, mereka sampai di sebuah masjid untuk mensholatkan.
Semua laki-laki yang hadir, ikut mensholatkan jenazah wanita yang memiliki dua anak itu. Begitu sudah selesai di sholatkan, kini saatnya mereka berangkat ke pemakaman.
Mobil kembali berjalan menuju pemakaman yang berjarak sekitar 1 KM dari rumah duka. Bunyi sirine dari ambulance yang menjadi tumpangan terakhir bagi Ibu Salma menggema di sepanjang perjalanan.
Kepergian wanita itu diiringi kesedihan dari orang-orang yang mengenal baik Ibu Salma. Kini setelah menempuh perjalanan penuh air mata, mereka sampai di pemakaman.
Keranda kembali di gotong oleh 4 orang. Lantunan ayat-ayat suci berkumandang mengiringi perjalanan menuju pusara. Ara dan Ali berjalan di tengah-tengah para pelayat yang ikut mengantarkan kepergian Ibu Salma. Sementara Aldev tetap menggandeng sang istri dengan erat. Laki-laki itu takut jika istrinya kembali pingsan seperti pertama kali mendengar bahwa ibunya telah tiada.
Saat sudah sampai di sebuah pusara, mereka berhenti. Beberapa orang bergotong-royong memasukkan jenazah ke dalam liang lahat. Air mata kembali membanjiri tempat itu ketika jenazah sudah di masukkan dan akan di timbun dengan tanah.
Makam sudah tertutup oleh gundukan tanah, sudah juga di pasangi batu nisan bertuliskan nama Salma Andira serta nama ayah dari wanita itu. Suami, Anak, dan menantunya kini menabur bunga di atas pusara itu.
Lantunan doa-doa kembali di kumandangkan. Beberapa orang yang memang dekat dengan Ibu Salma, ikut meneteskan air mata. Tidak menyangka bahwa wanita sebaik dia akan secepat ini pergi, dengan usia yang belum terlalu banyak.
Selesai dengan acara pemakaman Ibu Salma, kini mereka bubar, kembali ke rumah dan aktifitas masing-masing. Hanya tersisa Keluarga Ali dan keluarga Ara yang tertinggal di tempat itu.
Reiner menyentuh bahu sang adik yang masih bergetar karena tangis. Wanita itu berbalik memeluk sang kakak. Setelah kehilangan ibu kandung, sekarang dia juga sudah kehilangan ibu mertua.
Mami Jane ikut memeluk Ara, wanita itu tahu bagaimana perasaan putrinya yang tengah berduka. Dia sudah mendengar semua cerita tentang kebaikan sang besan. Mereka bahkan pernah berencana akan melakukan bulan madu bersama, hanya saja gagal karena insiden penculikan Daddy Haris.
"Kamu yang sabar, Sayang. Mertuamu sudah tenang di surga sana," ujar Mami Jane mengelus punggung Ara.
Ara mengangguk, melepaskan pelukannya dengan Mami Jane dan juga Reiner. Mengusap air mata yang masih saja mengalir dari sudut matanya.
"Kita pamit dulu, Sayang," pamit Mami Jane pada Ara.
Wanita yang perutnya sudah buncit itu kembali menganggukkan kepala. Tidak lupa mengucapkan terima kasih atas perhatian dan juga kehadiran mereka di acara pemakaman sang mertua.
Kini di pemakaman itu hanya tersisa Ayah Hendra, Bude Nur, Syifana, Aldev, Ara dan Ali. Mereka sengaja berdiam di tempat itu hingga 10 menit. Membiarkan Syifana yang masih terduduk di atas tanah pusara sang ibu.
"Sudah, Fana. Ayo, kita pulang!"
Mereka menyetujui Aldev yang mengajak mereka untuk segera kembali ke rumah. Melihat keadaan Syifana yang semakin lemah, juga Aracelia yang terlihat kelelahan membuat Ayah Hendra mengalah. Kepala keluarga di keluarga Mahendra itu memutuskan untuk kembali ke kediaman mereka.
Saat Aldev membantu Syifana untuk berdiri, gadis itu bukannya bangkit, justru semakin lemas. Ternyata Syifana kembali kehilangan kesadarannya.
Mendapati istrinya kembali pingsan, Aldev membopong tubuh lemas istrinya menuju mobil. Ali juga membantu sang istri berjalan. Wanita itu sudah semakin susah berjalan. Di barisan belakang, Ayah Hendra dan Bude Nur berjalan berdampingan.
"Kamu yang sabar, Hendra. Syifana sekarang begitu terpukul, dia pasti menyalahkan dirinya sendiri, atas apa yang terjadi pada Salma." Bude Nur mengelus bahu adik iparnya itu.
"Kak, boleh aku tanya sesuatu tentang suami Syifana?" tanya Ayah Hendra.
Bersambung...