NovelToon NovelToon
You Can Run, But You'Re Still Mine

You Can Run, But You'Re Still Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Single Mom / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Dark Romance
Popularitas:32.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Raska dikenal sebagai pangeran sekolah, tampan, kaya, dan sempurna di mata dunia. Tak ada yang tahu, pendekatannya pada Elvara, gadis seratus kilo yang kerap diremehkan, berawal dari sebuah taruhan keji demi harta keluarga.
Namun kedekatan itu berubah menjadi ketertarikan yang berbahaya, mengguncang batas antara permainan dan perasaan.

Satu malam yang tak seharusnya terjadi mengikat mereka dalam pernikahan rahasia. Saat Raska mulai merasakan kenyamanan yang tak seharusnya ia miliki, kebenaran justru menghantam Elvara tanpa ampun. Ia pergi, membawa luka, harga diri, dan hati yang hancur.

Tahun berlalu. Elvara kembali sebagai wanita berbeda, langsing, cantik, memesona, dengan identitas baru yang sengaja disembunyikan. Raska tak mengenalinya, tapi tubuhnya mengingat, jantungnya bereaksi, dan hasrat lama kembali membara.

Mampukah Raska merebut kembali wanita yang pernah ia lukai?
Atau Elvara akan terus berlari dari cinta yang datang terlambat… namun tak pernah benar-benar pergi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Prosedur Tidak Ikut Berdarah

Lisa menatap lekat putranya. “Raska sudah masuk militer. Hidupnya jelas. Dia gak akan duduk di perusahaan.”

Roy terdiam.

Lisa mendekat sedikit, menurunkan suara. “Anak Papa cuma dua. Kamu dan Raska. Tapi yang akan mewarisi perusahaan… hanya satu.”

Tatapan Roy bergetar. “Aku?”

Lisa mengangguk pelan. “Kamu.”

Roy menarik napas dalam. Dadanya naik turun.

“Tapi dia selalu mengekang aku, Ma,” ujar Roy kesal. “Aku mau masuk perusahaan aja harus izin. Padahal aku anaknya.”

Lisa tersenyum kecil. “Karena Papamu sedang menguji kamu. Orang seperti dia gak suka anak yang emosional.”

Ia menatap lurus ke mata Roy. “Kita sudah sejauh ini bertahan,” lanjutnya tenang. “Jangan rusak semuanya hanya karena satu ledakan emosi.”

Roy mengusap wajahnya kasar. “Aku capek, Ma.”

Lisa mengelus pundaknya. “Sedikit lagi. Kamu tahu 'kan, saham Papamu di perusahaan itu enam puluh persen.”

Roy mengangkat kepala. Matanya berbinar.

“Kalau kamu berhasil di sana,” lanjut Lisa, “kamu akan jadi orang paling kuat di perusahaan. Bahkan tanpa harus menunggu Papamu tua.”

Roy menelan ludah. “Jadi aku harus—”

“Nurut dulu,” potong Lisa halus. “Ambil hati Papamu. Tunjukkan kamu bisa dipercaya.”

Ia tersenyum lagi. Senyum yang sama sekali tak menyentuh mata. “Raska sudah memilih jalannya. Kamu pilih milikmu.”

Roy mengangguk perlahan. Amarahnya mereda, tergantikan ambisi yang mulai mengeras.

Ia tak tahu, bahwa enam puluh persen itu bukan sepenuhnya milik Wijanata.

Bahwa setengahnya adalah warisan seorang perempuan yang mereka benci.

Dan bahwa setiap langkah yang ia ambil di perusahaan itu... sesungguhnya sedang berjalan di atas tanah milik Raska.

 

Sementara itu, di ruang kerjanya, Nata duduk sendirian.

Lampu meja menyala temaram, memantulkan cahaya pucat pada map cokelat tua di hadapannya. Dokumen yang sudah terlalu lama ia simpan, tapi tak pernah benar-benar berani ia tutup.

Perjanjian saham.

Namanya. Dan nama perempuan yang paling ia cintai dalam hidupnya.

Tangannya berhenti di satu halaman. Jemarinya menekan kertas itu pelan, seolah sentuhan kecil saja bisa mengubah masa lalu.

Ia terkekeh lirih. Hambar.

"Roy…

Seambisius apa pun kau, kalau aku membagi seluruh hartaku hari ini, kau hanya akan memegang lima belas persen."

Matanya menyipit, menajam oleh hitung-hitungan yang tak pernah salah.

“Sedangkan Raska… empat puluh lima.”

Ia terdiam sejenak.

Karena itu pun belum seluruhnya.

Masih ada restoran yang berdiri atas nama Raska. Properti yang mengalirkan pemasukan stabil. Saham-saham lain yang bahkan tak berada langsung di tangannya.

Semuanya dijaga rapi oleh tiga sahabat yang memilih setia, bukan serakah.

Nata menghela napas panjang. Berat. Napas seorang pria yang terlalu lama memikul kesalahan sendirian.

“Kau tak akan pernah melampaui dia,” gumamnya pelan, entah untuk Roy… atau untuk dirinya sendiri.

Tangannya bergerak ke bingkai foto di sudut meja.

Raska kecil. Dipangku ibunya. Tertawa tanpa beban, seolah dunia belum sempat merenggut apa pun darinya.

Jari Nata mengusap permukaan kaca itu dengan hati-hati. Terlalu hati-hati, seperti takut kenangan itu retak.

“Kau memang tak beruntung, Nak,” bisiknya lirih. “Sebab kau punya ayah seperti aku.”

Kalimat itu jatuh pelan, tapi tajam.

“Kau kehilangan ibumu sejak kecil. Kehilangan istri yang kau cintai. Dan bahkan saat kau berdiri paling kuat… kau melakukannya sendirian.”

Ia terdiam sejenak. Lalu suaranya melembut, hampir retak. “Tapi kau masih punya tiga sahabat yang tak pernah pergi. Yang berdiri di belakangmu saat aku… gagal berdiri di sisimu.”

Nata memejamkan mata. Lama.

“Papa akan terus mencari dia,” ucapnya, kali ini lebih tegas.

“Belahan jiwamu.”

Tangannya mengepal perlahan di atas meja. “Papa tak akan mati sebelum melihatmu bahagia, Raska,” katanya pelan namun penuh tekad.

“Bahagia yang utuh. Tanpa kehilangan lagi.”

Di ruang kerja itu, hanya ada satu kebenaran yang tersisa: Segala kekuasaan yang ia miliki, pada akhirnya…

selalu kembali pada anak yang paling ia sakiti.

***

Tahun Kelima, Akademi Militer

Perbatasan Utara — Operasi Senyap

Malam turun tanpa bulan. Hutan basah menelan cahaya, menyisakan bau tanah dan dedaunan busuk.

“Delta satu ke pusat. Visual negatif. Target belum terlihat.”

Raska berjongkok di balik batang pohon tumbang. Seragam lorengnya basah, wajahnya tak menunjukkan lelah.

“Delta dua?” suaranya rendah, nyaris berbisik.

“Ada pergerakan. Dua orang bersenjata. Jarak empat puluh meter.”

Raska menutup mata sepersekian detik. Menghitung. Peta di kepalanya tersusun rapi. Kontur tanah, arah angin, jalur mundur. Ia membuka mata.

“Jangan tembak.”

Di radio, jeda.

“Ulangi, Kapten?” suara Letnan muda terdengar ragu.

“Jangan tembak,” ulang Raska, datar. “Itu umpan.”

Detik berikutnya—

DUARR!

Ledakan kecil menghantam sisi kiri formasi. Tanah terlempar. Dua prajurit terjatuh.

“KONTAK! KONTAK!” teriak seseorang.

Raska langsung bergerak.

“Delta tiga, tarik yang kena! Delta dua, flank kanan, sudut tiga puluh derajat! Delta satu, tutup jalur mundur!”

Ia tidak berteriak. Tapi semua perintah jatuh tepat.

Peluru bersiul. Bayangan bergerak cepat di antara pepohonan.

Letnan berbisik cepat. “Kapten… jumlah musuh tak sesuai informasi awal. Pergerakan lebih dari satu regu.”

Raska menekan radio. “Perkiraan?”

“Sulit dipastikan. Tapi lebih dari dua puluh. Mereka sengaja memancing.”

Raska menatap ke arah timnya. Sepuluh orang. Itu saja kekuatan mereka hari ini.

Dua prajurit terluka, terbaring tak jauh darinya. Darah mengalir, tapi keduanya masih sadar, masih bisa bertahan. Untuk sementara.

Lebih dari dua puluh lawan. Mungkin dua, bahkan tiga kali lipat jumlah mereka.

Keputusan harus dibuat. Cepat.

“Pusat,” katanya tenang. “Saya minta izin ubah skema.”

“Situasi?”

“Kita dikepung setengah lingkar. Tapi mereka belum tahu jumlah kita.”

Diam di radio. Terlalu lama.

Raska tidak menunggu.

“Delta dua, ledakkan granat asap. Delta satu, maju seolah kita tiga kali lipat. Buat mereka mundur.”

“Kapten, itu berisiko.”

Raska menoleh tajam ke arah Letnan yang kini berjarak dua meter darinya.

“Lebih berisiko meninggalkan yang terluka.”

Tatapannya mengunci wajah perwira muda itu. Nada suaranya datar. Tak ada bentakan. Tak ada sentuhan. Tapi kalimat itu jatuh lebih keras dari tamparan.

Namun rahang Letnan itu mengeras. Ia tahu, itu bukan opini. Itu perintah hidup-mati.

“Laksanakan.”

Asap meledak. Pekat. Menipu. Teriakan musuh terdengar kacau. Tembakan sporadis.

Di balik asap itu, Raska mengangkat sendiri tubuh prajurit yang paling parah.

“Pegang saya,” katanya pendek.

Mereka mundur perlahan, teratur. Tak satu pun tertinggal.

 

Subuh memucatkan langit.

Dua prajurit duduk bersandar, kini sudah ditangani medis. Hidup.

Komandan operasi mendekat. Wajahnya keras, lalu melunak.

“Kau melanggar prosedur,” katanya.

“Siap,” jawab Raska. Tegap. “Saya bertanggung jawab penuh.”

Komandan menatapnya lama. “Kenapa kau ambil keputusan itu?”

"Siap." Raska menjawab tanpa ragu, “Karena prosedur tidak ikut berdarah di lapangan, Komandan. Anak buah saya iya.”

Sunyi.

Beberapa perwira saling pandang.

Komandan menarik napas. “Laporan resmi akan mencatat: tidak ada korban jiwa.”

Ia menatap Raska lurus. “Dan mulai hari ini… namamu diperhatikan.”

Raska mengangguk. Tidak tersenyum. Matanya justru menatap ke kejauhan, ke arah yang tidak ada medan perang.

Hanya satu wajah yang selalu muncul setiap kali ia memilih bertahan.

Elvara.

...🔸🔸🔸...

..."Saat situasi tak lagi sesuai prediksi, prosedur bukan penyelamat, ia bisa menjadi kehancuran."...

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

Gas! Jejak jempol kalian kecil bagi kalian, tapi besar artinya buat penulis 🙏

To be continued

1
anonim
Raska jadi bahan perbincangan Jendral purnawirawan bintang empat, pak Prakoso dan Mayor Jendral Sunandar.

Sepertinya prestasi Baskara menitis pada Raska. Seperti istilah perwayangan - Raska titisan Baskara.

Raska secara kemiliteran dengan jalur normal pangkat masih Letnan dua.

Raska usia dua puluh dua, sudah berpangkat Kapten.

Ternyata yang melindungi Elvara Jendral Purnawirawan Bintang Empat - pak Prakosa. Belum tahu ini pak Prakosa, kenyataanya Raska menantunya Baskara.
Siti Jumiati
lanjut kak nana
Ass Yfa
huh...akankah pertemuan pertama terjadi dibandara
Cicih Sophiana
yg penting kalian harus tetap saling mencintai dan setia 😍
abimasta
belum di pertemukan
Dew666
🌹🌹🌹🌹🌹
Cicih Sophiana
kopi malam ☕️untuk kak Nana
LibraGirls
jadi kecebong raska🙊
LibraGirls
semangat buat kalian semua 😂
Suanti
nanti raska salah faham kira elvara sdh nikah lgi 🤭
Dek Sri
semoga elvara dan raska suatu hari bersatu
Wardi's
wajib lanjut sih thor... makin seru nih...
Wardi's
ach gk rela klo vara sm adrian...
Wardi's
ko dr adrian ikut... ngapain??
Eka Burjo
iiihhh gemesnyaaa👌👌👌👌🫩🫩☹️☹️☹️
Puji Hastuti
Masalah harus di selesaikan vara, semoga kalian bahagia
Wardi's
ach tidaaaak... asli deg2an bacanya..
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Lagi Kak Nana... 😁😁😁🙏

Semangat Terus Kak Nana, Uonya kak 🙏🙏🙏
Fadillah Ahmad
Iya, Belum Waktunya kalian Bertemu... Sabar saja... Dan, ketika Waktu itu datang... Kamu pasti akan pangling melihat Raska Yang Sekarang Elvara... 😁😁😁 dia "Raska" kini, sudah menjadi Tentara... Sesuai Yang di inginkan oleh ibumu Elvara 😂😂😂 Jadi, Tunggu lah Waktu itu datang, ya... 😁😁😁
Fadillah Ahmad
Itu Elvara Rasaka... Itu Elvara... Dia kembali! 😁😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!