Cole Han, gangster paling ditakuti di Shanghai, dikenal dingin dan tak tersentuh oleh pesona wanita mana pun. Namun, semua berubah saat matanya tertuju pada Lillian Mei, gadis polos yang tak pernah bersinggungan dengan dunia kelam sepertinya.
Malam kelam itu menghancurkan hidup Lillian. Ia terjebak dalam trauma dan mimpi buruk yang terus menghantuinya, sementara Cole justru tak bisa melepaskan bayangan gadis yang untuk pertama kalinya membangkitkan hasratnya.
Tak peduli pada luka yang ia tinggalkan, Cole Han memaksa Lillian masuk ke dalam kehidupannya—menjadi istrinya, tak peduli apakah gadis itu mau atau tidak.
Akankah Lillian selamanya terjebak dalam genggaman pria berbahaya itu, atau justru menemukan cara untuk menaklukkan hati sang gangster yang tak tersentuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Cole mengemudi mobilnya, sementara Lillian duduk di kursi penumpang.
"Kita mau ke mana?" tanya Lillian sambil menoleh.
"Pergi makan," jawab Cole singkat.
"Bagaimana kau bisa muncul di sana tadi?" tanya Lillian lagi, penasaran.
"Aku datang untuk menemuimu… sekaligus mencegah sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi," ucap Cole sambil melirik sekilas. "Apa mereka sering datang mengganggumu?"
"Sudah biasa," jawab Lillian pelan.
Cole terdiam sejenak sebelum bertanya lagi, "Bagaimana bisa papamu berpisah dengan mamamu?"
Lillian menarik napas panjang, lalu menatap keluar jendela. "Sejak aku berusia enam tahun, aku sering melihat pertengkaran mereka. Setiap kali Papa pulang kerja, Mama tidak pernah menyiapkan makanan, bahkan pakaian Papa pun tidak dicuci. Itu selalu jadi alasan mereka bertengkar… dan setelah itu, aku yang dijadikan pelampiasan emosi Mama. Sedangkan kakakku, dia tidak pernah disalahkan. Justru selalu dimanja."
Cole menoleh sekilas, matanya menyipit penuh iba. "Lalu bagaimana Papamu bisa menikahi Bibi Lucy?"
"Dulu Mama Lucy adalah sekretaris Papa. Setelah hubungan Papa dan Mama semakin memburuk, Papa mulai dekat dengannya. Mama Lucy berbeda, dia penuh perhatian, lembut, dan baik. Jangankan Papa… aku sendiri juga sangat menyayanginya," jawab Lillian tulus.
Cole tersenyum tipis. "Baru kali ini aku melihat seorang anak yang bisa menerima ibu tirinya."
Lillian mengangkat alis. "Bukankah Bibi Sammy juga ibu tirimu?"
Cole menghela napas panjang. "Iya, tapi hubungan kami tidak pernah dekat. Aku tidak suka padanya," ucapnya lirih, kembali fokus ke jalan di depannya.
“Bibi Sammy menikah dengan Paman setelah Mamamu meninggal. Apa kau benar-benar tidak bisa menerimanya setelah sekian lama berlalu?” tanya Lillian hati-hati.
Cole menoleh sekilas dengan pandangan tajam. “Siapa yang memberitahumu? Will? Dia yang berkata seperti itu?”
“Iya… apa itu tidak benar?” Lillian menatapnya, sedikit ragu.
Cole menghela napas panjang, matanya menggelap. “Anak selingkuhan selamanya tidak akan aku akui,” ucapnya dengan nada dingin. “Wanita itu masuk ke rumahku di saat Mamaku sakit. Dia memanfaatkan kesempatan untuk mendekati Papaku. Dan di saat yang sama, Papaku... yang butuh kebahagiaan biologis... berhubungan dengan wanita jalang itu. Hubungan gelap itu makin hari makin menjadi, mereka berdua bahagia di atas penderitaan Mamaku.”
“Maksudmu… Bibi masih hidup saat itu, dan Paman Luwis berselingkuh?” tanya Lillian perlahan.
“Lebih tepatnya, wanita itu berasal dari klub malam. Setelah keluar dari sana, dia jadi pelayan rumah tangga. Setelah dia hamil, Mamaku baru sadar tentang hubungan mereka. Saat itu juga Mamaku meninggal karena marah dan sedih.” Cole menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
Tatapan Cole menjadi tajam, kenangan masa lalu ibunya membuncah di matanya. “Mama seharusnya masih bisa diselamatkan. Tapi dia jadi sekarat hingga meninggal, hanya karena Sammy dan Luwis. Karena itu aku sangat membenci putranya. Selama ini aku tidak pernah mengakuinya sebagai adikku.”
“Sudah berlalu, jangan diingat lagi…” ucap Lillian lembut. Tangannya meraih tangan Cole yang menggenggam erat setir mobil.
Cole menoleh perlahan, sorot matanya melembut. “Lillian, mari kita menikah. Aku berjanji padamu, tidak akan ada pihak ketiga yang hadir dalam hubungan kita. Aku juga berharap kau tetap setia padaku… karena aku sangat membenci yang namanya perselingkuhan.”
Selesai berkata begitu, Cole mendekat. Bibirnya menyentuh bibir Lillian dengan lembut, seolah menegaskan janjinya.
Cole melepaskan ciumannya perlahan, matanya menatap tajam penuh kepemilikan. “Lillian Mei… kau hanya bisa menjadi milikku. Jangan pernah berpikir untuk menjauh dariku, karena aku tidak akan membiarkanmu pergi.”
Lillian menelan ludah, hatinya berdebar hebat. “Apakah kau yakin tidak akan menjadi seperti Will? Dirimu seorang gangster… pasti suatu saat akan bertemu dengan banyak wanita cantik.”
Cole tersenyum tipis, pandangannya tetap menusuk, namun ada kelembutan di baliknya. “Kau takut aku akan melakukan hal itu? Artinya kau peduli padaku.” Ia mengangkat jemari Lillian, menggenggamnya erat. “Kalau peduli, kau hanya perlu percaya padaku.”
Sebelum Lillian sempat menjawab, Cole kembali mendekat. Bibirnya menyapu bibir Lillian lagi—kali ini lebih dalam, penuh janji. Ciuman itu membuat Lillian terhanyut, seolah semua keraguannya luluh di bawah sentuhan Cole.
Di dalam hatinya, Lillian mulai merasakan sesuatu yang selama ini ia hindari: keinginan untuk percaya… dan untuk tetap berada di sisi Cole.
Keesokan harinya
Berita tiba-tiba menayangkan isu perselingkuhan Anthony Mei dan Lucy Wen. Kejadian itu berdampak buruk pada perusahaan keluarga Mei yang baru saja kembali stabil.
Siang itu tangan Anthony gemetar membaca isi berita yang tersebar.
“Direktur, berita ini sudah tersebar ke seluruh negeri. Banyak investor yang meminta penjelasan,” ujar asistennya panik.
“Hapus beritanya dan cari tahu siapa pelakunya!” perintah Anthony tegas.
Mansion Keluarga Mei
Lucy Wen, ibu tiri Lillian, yang baru saja melihat berita itu, berubah pucat. Ia hampir tidak percaya wajahnya kini dianggap sebagai perusak rumah tangga orang. Di luar rumah, banyak reporter menunggu dengan kamera dan mikrofon.
“Siapa yang menyebarkan isu ini? Jangan-jangan…?” gumam Lucy, matanya menatap kosong ke arah jendela.
“Fuya dan Andy. Kalian masih saja tidak melepaskanku,” bisik Lucy pada dirinya sendiri, teringat dua nama yang menyangkutkan dirinya.
“Nyonya, banyak reporter di luar. Hari ini lebih baik jangan keluar dulu,” kata pelayan rumah tangga.
Lucy jatuh lemas di sofa, wajahnya kusam. Ponselnya berdering di atas meja. Ia mengangkatnya dengan tangan gemetar.
“Hallo?” jawabnya pelan.
“Lucy Wen, apakah kau sudah melihat beritanya? Kalau tidak ingin situasi semakin buruk, datanglah temui aku di tempat lama,” kata Fuya dari seberang telepon, nadanya dingin.
“Apa yang kau inginkan? Apakah kau sadar ulahmu ini akan merugikan banyak orang?” jawab Lucy, suaranya terdengar ragu dan marah.
“Aku tidak peduli. Kau merebut suami dan putriku. Jangan lupa, aku dan Anthony belum bercerai. Jadi menurutku kau termasuk selingkuhannya,” tuduh Fuya.
“Aku dan Anthony menikah secara resmi. Mana mungkin aku selingkuhannya? Kau tahu apa yang kau lakukan ini mencemarkan nama baik Anthony, aku, dan Lillian. Apakah kau tega melihat putrimu jadi bahan pembicaraan publik?” ujar Lucy.
“Itu pilihannya, bukan salahku. Dia hanya perlu mengaku di depan publik bahwa kau adalah ibu tirinya. Maka dia tidak akan jadi bahan pembicaraan,” sahut Fuya dingin.
“Tidak masuk akal. Aku tidak akan menuruti permintaanmu ini,” tegas Lucy.
“Silakan. Tapi kau akan menyesal,” ancam Fuya.
“Apa yang kau inginkan? Katakan saja!” desak Lucy, nadanya melemah namun mencoba tegar.
“Uang. Sejumlah uang. Anthony sudah melupakan tanggung jawabnya. Kalau kau tidak bisa memberi sesuai permintaanku, aku akan membuat kalian semakin terpuruk. Publik paling membenci skandal perselingkuhan,” ujar Fuya, lalu menutup telepon dengan suara memuaskan.
Lucy menatap ponsel yang kini hening. Di pandangannya tergambar kehancuran yang bisa ditimbulkan kabar itu — bukan hanya bagi reputasi Anthony, tapi juga bagi nama keluarga dan Lillian. Di luar, lampu kamera masih menyorot, seperti bisu yang menunggu satu jawaban.
"Apakah Lillian sudah mengetahuinya? Bagaimana kalau dia percaya pada berita ini? Tidak, aku harus menemukannya. Kalau dia membenciku, aku juga tidak akan menyalahkannya. Aku harus temui dia agar tidak menjadi sasaran publik," ucap Lucy