NovelToon NovelToon
Tolong Nikahi Aku, Paman !

Tolong Nikahi Aku, Paman !

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:13k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Shanna Viarsa Darmawan melakukan kesalahan besar dengan menyerahkan kehormatannya pada Rivan Andrea Wiratama. Kepercayaannya yang begitu besar setelah tiga tahun berpacaran berakhir dengan pengkhianatan. Rivan meninggalkannya begitu saja, memaksa Shanna menanggung segalanya seorang diri. Namun, di balik luka itu, takdir justru mempertemukannya dengan Damian Alexander Wiratama—paman Rivan, adik kandung dari ibu Rivan, Mega Wiratama.

Di tengah keputusasaan, Damian menjadi satu-satunya harapan Shanna untuk menyelamatkan hidupnya. Tapi apa yang akan ia temui? Uluran tangan, atau justru penolakan yang semakin menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan Damian

Damian baru saja tiba di rumahnya. Ia melonggarkan dasinya, berharap bisa sedikit beristirahat, tetapi suara keributan di lantai bawah langsung menarik perhatiannya.

"Gadis sialan! Sudah baik-baik aku memberinya kesempatan, bahkan menjamin hidupnya, tapi dia malah kabur dan menyulitkan semua orang!" Suara Mega terdengar penuh amarah.

"Sudah kubilang, Mega, itu tidak akan mudah," sahut Rendra dengan nada datar.

"Bantu aku mencarinya, ya?" pinta Mega.

Rendra menghela napas panjang. "Untuk apa? Kalau dia memang memutuskan membesarkan bayinya, biarkan saja."

"Bagaimana kalau suatu saat dia menyulitkan kita?" Mega mendengus kesal.

"Memangnya apa yang bisa dilakukan seorang gadis kecil terhadap keluarga sebesar Wiratama?" Rendra menanggapi santai.

Langkah Damian menuruni tangga menghentikan perbincangan mereka. Ia menatap Mega dan Rendra dengan ekspresi datar.

"Ada apa ini?" tanyanya.

Mega menoleh cepat. "Gadis itu, Shanna. Dia pergi dari rumah sakit! Susah payah aku membawanya ke sana!"

Damian memijat pelipisnya. "Astaga, Kak. Lebih baik kau urus anak suamimu sendiri daripada terus-terusan mengurusi gadis itu dan membuat keluarga ini kehilangan ketenangan."

"Tidak semudah itu, Damian! Suatu saat dia akan menyusahkan kita!"

"Lalu, apa yang kau inginkan, Kak?"

"Aku akan menemukannya bagaimanapun caranya. Bayi itu tidak boleh lahir ke dunia."

Damian menatap Mega sejenak sebelum menghela napas dan berbalik pergi. "Terserah kau saja, Kak."

Tanpa menunggu tanggapan, Damian langsung menuju kamarnya. Begitu masuk, ia melepaskan jasnya, lalu berjalan ke kamar mandi. Air hangat mengalir membasahi tubuhnya, tetapi pikirannya tetap dipenuhi kegelisahan.

Mega jelas tidak akan membiarkan Shanna lolos begitu saja. Di sisi lain, Shanna juga tidak akan menyerah pada bayinya.

Damian mengusap wajahnya di bawah pancuran air. "Ini benar-benar membuatku gila," gumamnya pelan.

Damian baru saja selesai mandi ketika tubuhnya terasa begitu lelah. Ia merebahkan diri di atas tempat tidur, mencoba mengistirahatkan pikirannya yang terus dipenuhi pertimbangan. Namun, alih-alih tidur, ia malah meraih ponselnya dan menghubungi Willy.

"Wil, lo di apartemen, kan?"

"Yaiyalah. Lo sendiri yang nyuruh gue jagain Shanna."

"Bagus. Gimana dia?"

"Sejauh ini baik, tapi apartemen lo ini parah banget, gak ada makanan sama sekali. Lo manusia apa bukan?"

Damian mendengus. "Gue jarang nempatin apartemen itu. Gue pake kalau butuh aja."

"Lo butuh apa? Jangan-jangan sering nyembunyiin cewek kayak sekarang di sini?" Willy terkekeh.

"Sialan." Damian mendengus geli. "Gue maksudnya kalau di rumah lagi bising, gue ke sana buat istirahat."

"Ah, tetep aja gue curiga."

"Udah, diem lo. Banyak omong." Damian memijat pelipisnya. "Lo beli aja semua kebutuhan Shanna."

"Lah, kalo gue pergi, siapa yang jagain dia?"

"Terus lo mau gue yang pergi?"

"Haha, bukan gitu, bos. Tapi tetap aja, gak bisa ditinggal sendirian."

Damian berpikir sejenak, lalu mendesis. "Suruh Vallen aja. Dia kan baru balik dari cuti melahirkan. Sekretaris gue itu pasti tau apa aja yang dibutuhin ibu hamil."

Willy bersiul kecil. "Ah, ide bagus. Pinter lo."

"Yaiyalah, makanya lo udah kerja sama gue hampir sepuluh tahun."

Keduanya terkekeh bersama. Meski Damian tak banyak bicara soal dirinya, percakapannya dengan Willy terasa seperti dua saudara yang sudah lama saling memahami.

Setelah menutup telepon, Damian menghela napas panjang. Ia memejamkan mata, tetapi pikirannya tetap saja penuh dengan pertimbangan. Shanna, Mega, dan bayi dalam kandungan itu—semuanya adalah masalah besar yang bisa mengguncang keluarganya.

Seminggu berlalu, tetapi Damian masih belum memberikan keputusan. Selama itu juga, Shanna menghilang dari kampus dan rumahnya. Damian menyadari bahwa ia tidak bisa terus menahan Shanna di apartemennya. Ini tidak baik untuk reputasi gadis itu, dan semakin lama dibiarkan, semakin rumit masalahnya.

Di tengah kebimbangannya, Shanna meminta Willy untuk mempertemukannya dengan Damian. Sebenarnya, sejak beberapa hari lalu ia sudah ingin bertemu, tetapi Damian seolah menghindarinya, sulit sekali ditemui.

"Bukan dia menghindar, Shan. Damian memang lagi ada kerjaan keluar kota. Baru nanti malam dia pulang," jelas Willy.

"Aku butuh ketemu sama dia, Kak." Shanna kini sudah terbiasa memanggil Willy dengan sebutan ‘Kak’, merasa lebih sopan dibanding hanya menyebut nama.

"Iya, aku ngerti," sahut Willy, mencoba menenangkan.

"Om Damian gak bisa nahan aku terus di sini. Aku harus pulang, aku harus ketemu orangtuaku. Aku juga harus kuliah, sebentar lagi ujian."

"Oke, oke, tenang ya, Shan. Biar aku yang bujuk Damian."

Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Seharusnya, di jam segini Damian sudah lebih santai setelah seharian bekerja. Willy akhirnya menghubunginya melalui telepon.

"Damian..." panggilnya begitu sambungan tersambung.

"Hmm?" gumam Damian di seberang.

"Besok lo bisa ke apartemen? Shanna pengen ketemu."

"Gimana besok aja"

Willy mendesis. "Serius, Dam? Lo gak bisa nyembunyiin dia terus kayak gini. Dia itu makhluk hidup, bukan tahanan. Dia butuh kuliah, butuh bersosialisasi."

"Iya, gue tau, Wil," Damian menghela napas panjang.

"Ya terus buat apa lo tahan lama-lama juga? Mana gue jadi gak kerja kerja, kan?"

Damian terkekeh. "Kangen lo sama gue?"

"Mimpi lo! Gue jenuh biasa ngurusin berkas, ini malah ngurusin anak orang."

"Yaudah, gue kesana besok," akhirnya Damian menyerah.

Willy mengangguk puas sebelum menutup telepon. Setidaknya, besok semuanya bisa lebih jelas.

Willy segera memberi tahu Shanna bahwa besok Damian akan datang ke apartemen untuk memberikan jawaban. Seketika, jantung Shanna berdebar. Ia hanya bisa berharap jawaban yang diinginkannya benar-benar terucap dari mulut Damian.

Shanna mengangguk tanpa banyak bicara, lalu masuk ke kamarnya. Ia ingin waktu segera berlalu. Hidup terkurung di apartemen ini begitu menyesakkan. Ia ingin kebebasannya kembali.

Keesokan paginya, karena hari itu adalah akhir pekan, Damian bisa langsung ke apartemen tanpa harus ke kantor lebih dulu. Ia memilih mengenakan pakaian santai, tidak seperti biasanya yang selalu tampil rapi dan formal.

"Mau ke mana, Damian?" suara Rendra menghentikan langkahnya.

"Keluar cari angin, Yah," jawab Damian santai.

"Sepagi ini?"

"Ayolah, Yah. Saya masih muda, butuh penyegaran. Jenuh kalau terus-terusan kerja. Mumpung sekarang libur," kilahnya sambil tersenyum tipis.

"Baiklah, baiklah. Ayah tidak akan mencampuri urusanmu," kekeh Rendra, meski sorot matanya menyiratkan rasa ingin tahu.

"Oke, saya pergi dulu, Yah."

Damian melangkah keluar dengan ekspresi tenang, seolah tidak ada yang mengganggu pikirannya. Begitu pandai ia menutupi kegundahan dan kekalutan dalam hatinya. Tak ada yang menyangka bahwa selama ini, dialah yang menyembunyikan Shanna dengan begitu rapi.

Damian mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Apartemen itu sebenarnya tidak begitu jauh dari rumahnya, sehingga dalam waktu singkat, ia sudah sampai di sana.

Dari basement tempat nya memarkirkan mobil, Damian langsung menuju lift ke lantai apartemennya. Suasana koridor terlihat sepi. Di depan pintu Damian menarik nafas panjang.

1
Elza Febriati
Laaaa koq kesannya seperti damian yg keras nikahin dia, 😩 rada2 ngelunjak, semestinya banyak2 sadar diri,, dan mengambil hati damian,! Lucuuuuuu
Narata: Iyaaa ya damian duluan yang bucin wkwk karena damian udah suku duluan gasiii dari pas ketemu di kampus
total 1 replies
Dian Fitriana
update
Narata: ok kak jam 00 yaa
total 1 replies
Risma Waty
Kasihan juga sih dgn Rivan.. bukan keinginannya ninggalin Shanan. Dia dipaksa dan dibawa kabur bapaknya ke luar negeri. Rivan kan janji akan kembali menjemput Shanan. Semiga Damian ntar mengembalikan Shanan ke Rivan krn bagaimanapun anak yg dikandung Shanan adalah anaknya Rivan, otomatis cucunya Damian.
Narata: Iya sih kasihan .. Yang jahat di cerita ini adalah takdir mereka. hikss🥹
total 1 replies
Dian Fitriana
up LG thor
Dian Fitriana
update
fran
klu up yg bnyk dong .., krn klu kelamaan jd membosankan
Narata: hi kak fran, nanti author up jam 12 ya kak
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Anto D Cotto
menarik
Narata
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!