Niat awal Langit ingin membalas dendam pada Mentari karena telah membuat kekasihnya meninggal.Namun siapa sangka ia malah terjebak perasannya sendiri.
Seperti apa perjalanan kisah cinta Mentari dan Langit? Baca sampai tuntas ya.Jangan lupa follow akun IG @author_receh serta akun tiktok @shadirazahran23 untuk update info novel lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shadirazahran23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Langit merebahkan tubuh Mentari di atas sofa ruang rawat Minara. Dengan gerakan pelan dan hati-hati, ia menyelimuti tubuh wanita itu dengan pelan.
Saat tangannya menyelipkan helaian rambut yang jatuh menutupi wajah Mentari, Langit melihat dengan jelas sembap di kedua mata wanita itu. Bekas tangis yang belum sepenuhnya kering. Hingga detik ini, ia masih tak tahu apa yang membuat Mentari menangis sedalam itu.
“Apa sebenarnya yang kamu sedihkan, Tari?” gumamnya lirih.
“Apa sesakit itu?”
Tak ada jawaban. Hanya dengusan napas teratur dari Mentari yang tertidur lelah.
Langit justru terkekeh pelan. Tawa hambar yang sarat ironi.
Betapa mudahnya Tuhan membolak-balikkan perasaan manusia. Ia tak pernah menyangka, kebencian yang ia tanam bertahun-tahun pada wanita itu,kebencian yang dulu begitu kokoh,kini perlahan runtuh hanya dalam hitungan beberapa bulan. Berganti menjadi rasa iba… atau bahkan sesuatu yang lebih berbahaya.
Cinta.
“Tidak mungkin,” bisik Langit cepat, sambil menggelengkan kepala.
Ia menepis perasaan itu seolah sedang melawan dosa terbesar dalam hidupnya.
Keesokan harinya.
Langit tersenyum kecil saat menatap paper bag di tangannya yang berisi menu sarapan. Pagi-pagi sekali ia sudah keluar dari rumah sakit, menyusuri beberapa tempat hanya untuk mencari makanan yang mungkin akan disukai wanita itu.
Ketika tiba di kamar Minara, yang ia temui hanyalah putrinya yang masih terlelap. Efek obat membuat Minara lebih banyak menghabiskan waktu dengan tidur, wajah kecil itu terlihat begitu damai di balik selimut putih.
Pandangan Langit lalu beralih ke sofa.
Selimut yang semalam digunakan Mentari sudah terlipat rapi. Tak ada lagi jejak kehadiran wanita itu di ruangan. Pemandangan itu justru membuat dada Langit mengeras, perasaan panik tipis menyusup tanpa permisi.
Ke mana dia?
Belum sempat Langit beranjak, pintu kamar terbuka dan Riko masuk dengan langkah santai.
“Apa yang Anda cari, Tuan?” tanya Riko, heran melihat majikannya berdiri mematung.
Langit terdiam. Ia bahkan tak tahu harus menjawab apa. Mana mungkin ia mengaku sedang mencari Mentari, sementara selama ini ia selalu meyakinkan Riko bahwa dirinya membenci wanita itu.
“Mentari baru saja pulang,” lanjut Riko tenang.
“Diantar sopir. Katanya mau ambil baju ganti untuk Nona, sekalian ingin memasakkan sup ayam. Nona yang minta.”
“Aku tidak bertanya,” balas Langit cepat, nadanya sedikit sewot.
“Baiklah,” sahut Riko ringan.
“Tapi apa yang Anda bawa itu, Tuan?” Riko melirik paper bag di tangan Langit. “Apa ada bagian saya juga?”
Langit langsung mendelik tajam. Tatapan yang cukup membuat Riko menahan tawa.
Belakangan ini, Riko memang paling senang menggoda majikannya,terutama sejak ia menyadari ada perubahan kecil yang tak pernah Langit akui.
Di tempat lain.
Mentari kini duduk berhadapan dengan seorang wanita paruh baya. Wanita yang sejak dulu tak pernah sedikit pun merestui hubungannya dengan Abi. Wanita yang dikenal penuh tipu muslihat dan kepura-puraan. Dan Mentari yakin,wanita ini terlibat dalam hilangnya bayinya.
Bu Desi.
Pandangan Mentari menyapu seisi rumah mewah itu. Di dinding-dinding terpajang banyak pigura, semuanya menampilkan foto Abi sang putra kebanggaan. Pemandangan itu membuat senyum Mentari mengembang miris, pahit, nyaris getir.
“Ada apa kau ingin menemuiku?” tanya Bu Desi lugas, to the point, tanpa basa-basi.
“Cepatlah pergi sebelum Abi..."
“Anda tenang saja, Bu Desi. Abi tidak akan pulang,” potong Mentari lugas. “Bukankah hari ini dia punya janji fitting baju pengantin?”
Bu Desi mendengus pelan. “Kalau sudah tahu, kamu tidak perlu mengejar-ngejar dia lagi, kan? Kalian tidak akan pernah cocok. Sekarang katakan, apa maumu datang ke rumahku? Aku tidak punya banyak waktu.”
Mentari menatap wanita paruh baya itu tajam. Tatapan yang tak pernah Bu Desi lihat sebelumnya,dingin, penuh tuntutan. Seketika bulu kuduknya meremang.
“Di mana anakku?” tanya Mentari datar, tanpa emosi.
“A-apa?” Bu Desi terbata, suaranya bergetar antara terkejut dan cemas.
“Di mana anakku?” ulang Mentari, lebih menekan. “Di mana kau sembunyikan dia?”
“A-anak?” Bu Desi tergagap. “Aku tidak mengerti apa maksudmu, Tari. Jangan mengada-ada.” Ia memalingkan wajah, menghindari tatapan Mentari.
“Kau yakin tidak tahu apa-apa, Bu Desi?” suara Mentari merendah, tapi justru terdengar mengancam. “Bukankah kau sendiri yang bekerja sama dengan dokter bedah itu untuk menghilangkan bayiku?”
“Jangan menuduh sembarangan!” bentak Bu Desi, tak terima.
Mentari menyeringai sinis. “Aku tidak menuduh. Aku melihat dengan jelas saat ibu masuk ke ruang dokter bedah itu.” Suaranya bergetar, menahan amarah. “Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini padaku? Dia cucumu sendiri… lalu mengapa bisa sekejam ini?”
Cukup, Mentari! Kamu menuduhku tanpa bukti, dan aku bisa menuntutmu!” hardik Bu Desi seraya bangkit dari sofa.
“Pergi dari sini sebelum aku memanggil satpam untuk menyeretmu keluar!”
Mentari justru terkekeh pelan. Ia ikut berdiri, sorot matanya tenang namun menusuk.
“Bu Desi tidak usah repot-repot. Aku memang akan pergi.” Bibirnya melengkung tipis. “Tapi sebelum itu…”
Mentari melangkah ke arah dinding tempat sebuah pigura besar terpajang. Pigura yang menampilkan Abi duduk angkuh di kursi jabatannya. Jemarinya mengusap kaca foto itu perlahan, nyaris penuh makna.
“Jika aku mengeluarkan satu bukti saja,” ucap Mentari pelan namun tajam, “bahwa putra kebanggaanmu pernah berhubungan dengan seorang mantan narapidana,bahkan memiliki seorang anak,menurutmu bagaimana reaksi masyarakat?”
“Jangan coba-coba lakukan itu, Mentari!” bentak Bu Desi, wajahnya menegang.
“Kalau begitu katakan padaku,” suara Mentari meninggi, bergetar menahan amarah, “di mana bayiku. Aku yakin kamu yang mengambilnya.” Ia menoleh tajam. “Selama ini aku diam menerima semua perlakuan tidak adil darimu. Tapi tidak sekarang.” Napasnya memburu. “Katakan, di mana anakku? Di mana bayiku? Aku hanya ingin melihatnya… di mana?”
Teriakan itu pecah. Emosi Mentari akhirnya luruh tak terkendali. Sejak semalaman ia menahan diri, menunggu pagi dengan harapan bisa menemukan kebenaran.
“Aku tidak tahu! Jangan bertanya padaku!” balas Bu Desi keras, tetap bertahan pada pendiriannya.
“Satpam! Cepat usir wanita ini dari rumahku!” teriak Bu Desi panik.
Dua orang satpam segera masuk. Mereka langsung menghentikan Mentari, memegang kedua lengannya. Saat Mentari meronta histeris hingga pigura itu terjatuh dan pecah, Bu Desi justru semakin kalang kabut.
“Cepat keluarkan dia! Jangan pernah beri dia masuk ke rumah ini lagi! Kalau tidak ingin aku pecat!” ancam Bu Desi.
“Baik, Nyonya,” jawab mereka singkat.
Mentari diseret keluar. Meski tubuhnya ditahan kuat, jeritannya masih terdengar,penuh putus asa, memanggil bayinya yang entah berada di mana.
Bu Desi mengusap dadanya, mencoba menenangkan napas yang masih tersengal. Sedikit rasa lega menyusup setelah Mentari diseret keluar dari rumah itu. Namun saat ia berbalik badan...
Langkahnya seketika terhenti.
Di ambang pintu, Abi sudah berdiri. Tatapannya tajam mengarah padanya, wajahnya dipenuhi amarah yang tertahan dan pertanyaan besar yang tak terucap.
“Abi…” lirihnya, nyaris tak bersuara.
mentari menjadi tumbal kekasihnya
hampir runtuh,,,jadi Abi pura pura koma
kayanya pakai seragam polisi nya makanya di kira penjaganya dan pasti
pergi pelan pelan mungkin juga ada teman nya yang membantu nya,,,apa pakai ilmu
menghilang 😄 kocak si baru akan bahagia kupikir tidak selamat tapi biar selamat tetapi namanya tupai melompat
suatu hari akan terjatuh jadi biarlah
kena tuai dulu,,, jahat
sangka kan ternyata yang katanya orang
tua tidak menjerumuskan anak anak nya
nah sekarang entu malah benar benar di
dorong ke jurang kesakitan senang sesaat
kesakitan seumur hidup,,,, manusia emng
ga ada yang sempurna tetapi harus kita
ingat kepada sang pencipta karena beliau
yang punya segalanya,,,,nasib sudah di
tanggung badan mana ada kata ampun
sudah dah kehendak ilahi takdir,,🥺
orang baik cuma ambisi mama nya dan
Abi mencintai gadis miskin mentari bubedesss ga terima harus selevel
dan kini justru tidak dapat kan apapun
karir ancur hidupnya masih kembang kempis,,,,antara hidup dan mati hanya
keajaiban tetapi hidup nanti akan di
masukan ke hotel juga wahhh ngenes
lama menerima perasaan pait dan getir
jadi buat bubedesss dan Abi saja yang pait gantian Langit pun sudah berbesar hati merawat Mina yang lemah,
sudah menjadi pasangan suami istri jadi
mentari tidak harus takut atau was was
lagi karena sudah ada bodyguard sekali
Gus Suami Langi sang pangeran berkuda
telah menjemput mu di kala hati terluka
dan mulai saat ini jangan lagi resah di
kemudian hari akan selalu bersama hingga menua bersama menjadi pasangan
yang solid dan penuh kebahagiaan dan
kini sudah ada pendamping ada anak yang
harus di jaga,,, semoga benih nya langsung jadi tumbuh 🤣❤️lope lope sekebon bunga' 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
belum menemukan nya. ternyata sudah tau milina di besarkan Pangit,
dan mentari akan hidup bersama Anak dan ayahnya yang mengadopsi putrinya
semoga cepat ya Lang. ,,,mumpung
nenek lampir bubedesss belum menemukan. cucunya yang sudah di buang,,, ayo mentari sebentar lagi ada
yang akan selalu mendampingi mu
dan ada malaikat yang butuh kasih sayang
kalian berdua dan yang mau di laporkan
koma over dosis dan bubedesss juga
jadi penjaga bahaya,
hidup segan mati pun mau,,,dan bubedesss merasakan penyesalan
panjang jadi sama sama tersiksa dengan
masa lalunya,
kira mentarilah yang sudah membunuh sila ternya Abi ,,,dan mentari yang di jadi
kan kambing hitam oleh Abi demi jabatan
agar tidak gugur,,,,maka itu langit kerja
sama dengan makdes,,,, untuk mengambil
putrinya mentari tak lai tak bukan adalah
cucunya sendiri ,,,, sekarang langit yang
beruntung bisa dapat. mentari dan putrinya biarpun lain Ayah' ga masalah
to 👍👍 semangat