Lareyna adalah istri yang semena-mena pada suaminya karena selama ini dia mengira suaminya menikahinya hanya karena bisnis.
Sebuah kesalahpahaman terjadi antara mereka hingga hubungan mereka semakin jauh padahal sudah berlangsung selama tiga tahun.
Hingga sebuah insiden terjadi, Ayden menyelamatkannya dan menukar nyawanya demi keselamatan Lareyna. Di ujung kebersamaan mereka Lareyna baru tahu kalau Ayden selama ini mencintainya.
Dia menyesal karena sudah mengabaikan Ayden, andai ada kesempatan kedua dia ingin memperbaiki semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicka Villya Ramadhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan
"Reyna ... Lareyna ..!"
Suara itu samar-samar meresap di indera pendengaran wanita yang berangsur-angsur mendapati kesadarannya.
Bulu mata lentik dan bola mata hazel itu pun terbuka. Kepalanya masih terasa pusing, gerakannya juga terbatas karena tubuhnya terikat oleh tambang yang cukup besar.
"Uh ...", dia melenguh, ingin membebaskan diri tetapi tida bisa.
Apa yang bisa dia lakukan dengan tubuh mungilnya itu? Ingin berteriak pun percuma sebab dia sudah cukup lama berada di sini tetapi tidak ada satu orang pun yang menghampirinya.
"Entah mengapa aku berharap dia datang menolongku," ucap Lareyna.
Wanita dengan alis bak pohon willow itu berpikir keras, dia ingat sebelumnya bagaimana dia bisa sampai berada di sini. Bibir mungilnya yang tipis dan berwarna ceri alami itu menggerutu, mengumpat sosok yang menurutnya menjadi dalang dari penculikan ini.
"Siapa lagi, sudah pasti itu dia. Bukankah dia memang tidak menginginkanku? Tch, dia sengaja membuatku diculik oleh para preman itu lalu dia bisa bersenang-senang dengan kekasih gelapnya. Dasar suami nggak berguna, sudah diangkat derajatnya tapi malah selingkuh sama sekretaris murahan itu. Aku nggak cinta sama dia dan untung aja aku bisa bertemu dengan Morgan. Dia cinta pertamaku yang paling tulus padaku!"
Bibir mungil Lareyna tersenyum manis membayangkan wajah tampan Morgan. Mereka sudah memiliki hubungan jauh sebelum Lareyna menikah dengan Ayden, tetapi karena perjodohan sialan itu dia harus menjalani pernikahan beracun selama tiga tahun lamanya.
Mereka tidak saling mencintai, Ayden adalah asisten kepercayaan ayahnya. Entah sihir apa yang lelaki itu tiupkan pada Jonathan Thompson sehingga dia berhasil membuat Jonathan setuju untuk menjodohkan putri satu-satunya dengan asisten pribadinya.
Hingga satu Minggu yang lalu Jonathan Thompson sekarat di rumah sakit dan memberikan warisannya untuk Lareyna juga Ayden secara adil. Lareyna langsung menaruh curiga jika Ayden lah yang membunuh ayahnya demi harta. Morgan juga memiliki bukti untuk tuduhan tersebut hingga Lareyna dengan sengaja memberikan asetnya pada Morgan agar dia bisa melawan kekejaman Ayden.
Lareyna percaya, Morgan bisa membalas Ayden dan membantunya mendapatkan kembali seluruh harta yang seharusnya hanya jadi miliknya saja.
"Reyna ... Lareyna ...!"
Kembali terdengar suara seseorang memanggil namanya. Lareyna memasang telinganya baik-baik dan mencoba mengenali siapa yang datang mencarinya itu.
"Jangan-jangan itu Morgan. Ya, dia pasti datang menyelamatkanku. Dia berjalan akan membawaku pergi bersamanya. Aku juga sudah menandatangi surat pengalihan aset atas nama Morgan. Dia pasti datang untuk menyelamatkanku. Oh Morgan, kamu begitu baik, nggak kayak Ayden yang berengsek itu!"
Kembali terdengar suara seseorang memanggil. Saat suara itu semakin jelas, senyuman di bibir Lareyna memudar karena dia begitu mengenali suara itu. Dia adalah Ayden Graham, suami tidak berguna itu, yang selalu Lareyna anggap sebagai parasit.
Belum sempat Lareyna mengumpat, pintu ruangan itu ditendang dan daun pintu lepas begitu saja. Dia bisa melihat Ayden terengah-engah di ambang pintu. Bajunya basah entah dia tersiram atau dia berkeringat.
Langkah Ayden begitu lebar, dia berlari ke arah Lareyna lalu dengan cepat dia melepaskan ikatan itu. Perasaan Lareyna yang tadinya terkekang akhrinya lega juga. Tetapi tanpa diperhitungkan dia langsung melayangkan satu tamparan pada pipi putih mulus Ayden.
"Kamu nggak perlu sok jadi pahlawan. Aku tahu kamu yang sudah menculikku. Kamu mau apa? Kamu sudah membunuh tuanmu lalu kamu juga mau membunuhku?" Lareyna membentak, namun Ayden tidak bicara apapun untuk membela diri.
Lareyna hendak berkata lagi tetapi mulutnya langsung dibekap oleh Ayden. Dia memberontak tetapi tubuh Ayden yang lebih besar itu mampu menariknya untuk bersembunyi di dekat pintu yang telah rusak. Kebetulan di sana ada sebuah lemari usang.
"Jangan bicara Reyna, kita nggak tahu siapa yang ada di luar sana. Kamu nggak tahu seberapa banyak penjaga di gedung ini. Aku nggak mampu melawan mereka semua saat ini, kamu harus aman dulu," bisik Ayden.
Lareyna menoleh, dia mendongak menatap wajah tampan penuh dusta dan manipulatif ini. Di saat-saat seperti ini dia baru menyadari jika Ayden ini sangat tampan, hanya saja selama ini dia enggan menatap wajahnya terlalu lama. Lareyna membenci Ayden.
Brakk ...
Suara pintu ditendang, sepertinya berasal dari ruangan sebelah. Lareyna semakin gugup, tanpa sadar dia mengeratkan pelukannya pada Ayden.
"Aku akan menjagamu, Reyna. Aku nggak akan membiarkan kamu terluka," bisik Ayden sambil mengusap punggung istrinya itu.
Ayden menghirup napas sedalam-dalamnya, dia tidak bisa terlalu lama berada di sini karena musuh akan semakin banyak berdatangan. Dia harus keluar dan melawan lalu mencari jalan keluar. Tenaganya sudah hampir habis, sebelum dia menemukan keberadaan Lareyna, dia melawan banyak penjaga.
"Lareyna, apa kamu percaya padaku?"
Lareyna mendongak, dia ingin menggeleng tetapi kepalanya justru mengangguk pelan.
"Tetaplah di sini, aku akan menghadapi mereka. Aku nggak mau kita tertahan di sini, mereka akan terus datang dan kita nggak akan sanggup untuk melawan mereka. Diam di sini, aku akan keluar."
"Tapi Ayden ...."
Ayden mencium dahi Lareyna dan gadis itu terbelalak. Ini adalah pertama kalinya Ayden mengecupnya.
"Apapun yang akan terjadi padaku di luar sana, aku harap kamu tetap hidup Lareyna. Bertahanlah, lari sejauh mungkin dan selamatkan dirimu," bisik Ayden.
"Bagaimana caranya aku per—"
Ayden membungkam mulut Lareyna dengan ciuman yang cukup menuntut. Lareyna tidak bisa membalasnya karena dia masih terkejut.
Ayden melepaskan ciuman itu lalu dia memeluk tubuh mungil istirnya dengan erat. "Reyna, aku akan melindungimu. Aku nggak akan mati sebelum kamu selamat. Aku nggak akan membiarkan kamu tergores sedikitpun. Aku sungguh mencintaimu, Lareyna. Sejak kecil, sejak kamu bermain piano itu, aku sudah jatuh cinta padamu. Berjanjilah untuk selamat. Aku nggak akan tenang jika kamu sampai terluka!"
Lareyna tercengang, dia menatap Ayden dengan lekat seakan tak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulut Ayden. Suaminya yang selingkuh dengan sekretarisnya ini menyatakan cinta padanya? Apakah ini hanyalah bualan Ayden semata?
Belum sempat Reyna bertanya, beberapa pria memasuki ruangan itu dan menemukan mereka. Lareyna memekik, Ayden pun langsung menyembunyikan istri arogannya itu di balik punggungnya.
"Ah, pasangan yang sangat serasi. Yang satu bodoh dan yang satu sangat bodoh."
Lareyna tidak terima dikatakan bodoh, dia ingin mengumpat tetapi Ayden menggeleng.
"Sudah, habisi saja mereka!"
Ayden maju, melawan empat pria yang terus berusaha mendapatkan Lareyna. Ayden berjaga, menangkis lalu membalikkan serangan. Tak sekalipun dia membiarkan empat orang itu menyentuh seincih pun kulit mulus istrinya.
Satu kali pukulan dan tendangan yang memutar berhasil membuat Ayden menumbangkan empat pria itu. Dia menarik tangan Lareyna untuk segera berlari.
"Apa kamu lelah?"
Ayden menghentikan langkahnya, dia meminta Lareyna untuk beristirahat. Bisa dilihat jika istri mungilnya itu sudah kelelahan. Mereka berlari dari lantai lima dan kini posisi mereka sudah berada di lantai dua bangunan ini.
Beberapa kali mereka harus bersembunyi karena masih ada penjaga yang berlalu-lalang. Ayden tidak tahu apakah anak buahnya sudah berhasil melumpuhkan ratusan pria bertubuh kekar yang berjaga di lantai satu atau belum.
Anak buah Ayden memang sengaja berjaga di lantai satu dan memancing keributan agar para penjaga hanya akan fokus di lantai satu saja.
Sebelum menemukan keberadaan Lareyna, di tiap lantai Ayden berpapasan dengan penjaga dan dia melumpuhkan beberapa dari mereka. Di lantai empat Ayden berhasil melarikan diri setelah menumbangkan tiga penjaga. Pikirnya sudah aman namun ternyata masih ada yang menyusulnya.
"Lari Ayden, kamu jangan menungguku. Aku yakin Morgan juga akan datang menyelamatkanku di sini. Kamu pergilah menyelamatkan dirimu sendiri. Kalau pun aku nggak selamat ya setidaknya kamu bisa melanjutkan hidup. Aku sudah nggak kuat lagi, Ayden. Tinggalkan saja aku di sini, jika kamu bertemu dengan Morgan di luar sana maka sampaikan saja salam untuknya dariku. Lari Ayden, lari!" ucap Lareyna panjang lebar namun Ayden bergeming.
Bisa Lareyna lihat sorot mata terluka di mata suaminya ini. Dia tahu dia melukai Ayden karena dia menyebut nama Morgan, namun bagi Lareyna apa yang dia katakan tidaklah salah.
Bukannya pergi karena sakit hati, Ayden berjongkok lalu dia meminta istrinya itu untuk naik di punggungnya.
"Kita nggak punya banyak waktu lagi. Arah timur ada pintu keluar yang aman. Naiklah, aku akan menggendongmu ke sana," ucap Ayden.
Lareyna tersentak, dia merasa enggan dan tidak enak hati pada Ayden. Dia menolak, Ayden pun berdiri sambil matanya awas memperhatikan sesuatu.
"Lareyna awas ...!"
Doorrr ...
Peluru itu memecahkan pembuluh darah yang ada di punggung Ayden saat dia memilih melindungi tubuhnya Lareyna.
Tubuh Lareyna terpaku, dia terdiam karena terlalu syok. Ayden sendiri meringis kesakitan. Dia meminta Lareyna untuk bertahan sebentar lagi karena mereka akan segera keluar.
"Kamu terluka, Ayden," ucap Lareyna terisak.
"Aku nggak apa-apa, ayo cepat, sebelum peluru selanjutnya ditembakkan," ujar Ayden. Dia menarik tangan Lareyna dan gadis itu hanya ikut saja.
Baru saja mereka menuruni anak tangga, Reyna dibuat kembali memekik karena tembakan yang hampir menghancurkan kepalanya justru kembali bersarang di punggung Ayden.
"Kamu terluka Ayden, huhu ... Ayden, kita harus bagaimana?" Tangis Lareyna akhirnya pecah juga.
"Ada sniper. Aku nggak bisa menghin—"
Doorr ...
Satu tembakan lagi menembus punggung Ayden hingga dia terjatuh dari tangga sambil memeluk tubuh Lareyna dengan erat.
"Kamu baik-baik saja? Ada yang sakit?" tanya Ayden.
Lareyna bisa melihat betapa kesakitannya Ayden saat ini. dia berteriak memanggil pasukan Ayden yang ternyata sudah banyak yang tumbang.
Sosok pria yang dikenali Lareyna sebagai asisten Ayden itu berlari menghampiri dengan wajah babak belur.
"Tuan, Nyonya, ayo kita pergi. Di sini ada banyak sniper dan kita sudah kalah jumlah. Terlalu berisiko jika harus bertahan. Tuan, Anda harus segera mendapatkan penanganan. Mobil sudah menunggu di arah timur," ucap Dwine.
Ayden hampir kehilangan kesadarannya saat Dwine menggendongnya di punggung. Lareyna menangis melihat keadaan Ayden dan juga darah yang terus mengalir dari punggungnya.
'Ayden, aku mohon bertahanlah,' bisik Lareyna dalam hati.
Dengan tertatih mereka akhrinya sampai di mobil. Kesadaran Ayden hampir hilang sepenuhnya saat dia dibaringkan di dalam mobil oleh Dwine dan Lareyna memangku kepalanya.
Dengan ugal-ugalan Dwine mengemudi. Dia harus segera sampai di rumah sakit karena dia mengkhawatirkan kondisi Ayden. Harusnya tadi mereka membawa banyak pasukan, tetapi semua ini seperti sudah direncanakan, ada yang membuat keributan di beberapa anak perusahaan Ayden hingga banyak anak buah yang dikerahkan ke beberapa tempat tersebut.
"Lareyna, istriku, jika aku tiada aku berharap kamu nggak membenciku. Aku nggak pernah memaksa Ayahmu untuk menjodohkan kita, aku juga nggak selingkuh dengan Misca, aku hanya mencintai kamu saja, nggak ada orang lain selain kamu."
Lareyna menggeleng, dia meminta Ayden untuk diam saja. Dia tidak ingin Ayden meninggalkannya padahal selama ini dia selalu ingin berpisah.
Lareyna membuka mulutnya hendak mengeluarkan suara tetapi sepertinya kata yang hendak diucap itu terhenti di kerongkongan.
Brukkk ...
Mobil membentur mobil yang lainnya hingga Lareyna merasa takut.
"Gawat Tuan, ada yang menyabotase kendaraan kita. Remnya blong, saya juga seperti merasakan jika di dalam mobil ini sudah dipasang alat peledak."
Mendengar ucapan Dwine, Lareyna dan Ayden sontak terkejut.
"Dwine, berjalan ke arah sepi. Aku ingin istriku selamat, kamu juga harus selamat untuk bisa menjaga istriku saat aku tiada. Berjalan sedikit ke pinggir," ucap Ayden dengan suara terputus-putus.
Ayden menurut, saat itu Ayden berusaha bangun dan memaksakan dirinya lalu dia memeluk tubuh mungil Lareyna.
"Aku mencintaimu, Lareyna Thompson. Aku mencintaimu sejak dulu hingga selamanya," bisik Ayden.
Tak sempat Lareyna membalas, tiba-tiba dia dikejutkan dengan Ayden yang membuka pintu lalu mendorongnya dengan kuat hingga terlempar di jalan.
"Dwine, sekarang giliranmu untuk lompat. Biarkan aku sendiri di sini," ucap Ayden.
Dwine menggeleng keras. "Saya tidak bisa Tuan, saya akan menemani Anda—
Belum sempat Dwine menjawab ucapan tersebut, mobil langsung dibanting ke arah kiri dan menabrak pohon besar di pinggir jalan, lalu dalam satu kali kedipan mata mobil itu meledak tanpa ada yang bisa melarikan diri.
Lareyna tercengang, tubuhnya terpaku di bumi melihat mobil itu meledak tanpa mengpoekan Ayden serta Dwine kluar.
"Aydeeeen ...!"