Setelah kepergian istrinya, Hanan Ramahendra menjadi pribadi yang tertutup dan dingin. Hidupnya hanya tentang dirinya dan putrinya. Hingga suatu ketika terusik dengan keberadaan seorang Naima Nahla, pribadi yang begitu sederhana, mampu menggetarkan hatinya hingga kembali terucap kata cinta.
"Berapa uang yang harus aku bayar untuk mengganti waktumu?" Hanan Ramahendra.
"Maaf, ini bukan soal uang, tapi bentuk tanggung jawab, saya tidak bisa." Naima Nahla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Seketika Nahla memegangi wajahnya yang memanas, malu sekali rasanya. Pak Hanan benar-benar Mas Duda meresahkan, bisa-bisanya berkata jujur sekali. Ia masih di ruang tamu bersama Icha yang nampak mesem-mesem menghampiri.
"Miss, musholanya jauh ya?" tanya gadis itu berceloteh menormalkan wajahnya yang sedari tadi sedikit tidak wajar.
"Nggak kok, beberapa rumah dari sini, ayo Icha masuk, sholat di rumah sama miss dan ibuk."
Nahla masuk, terlihat Bu Kokom baru saja mengambil wudhu. Lalu beranjak ke ruang ibadah.
"Icha ambil wudhu dulu, sudah bisa?"
Gadis kecil itu mengangguk, diikuti Nahla yang sedari tadi sudah melepas hijabnya. Usai salam, Nahla masih berlama-lama duduk di bilik mushola. Sedang Icha sudah sibuk bersama Bu Komariah di dapur. Gadis itu nampak antusias ikut Ibuk menyiapkan menu makan malam.
"Bu, kok piringnya banyak banget, emang berlanjut di meja makan ya?" tanya Nahla masih belum juga bernapas lega. Berharap pria itu cepat pulang. Bukan tidak suka, tetapi mendadak ia susah gerak dibuatnya. Bikin repot hati dan waswas jantung saja.
"Lah ya tentu, masak sudah di sini dianggurin. Na, tolong itu gorengannya ibuk dilihat, nanti gosong," ujar Bu Kokom sembari merapikan meja.
Icha sendiri nampak duduk anteng di salah satu kursi dengan memainkan game di ponselnya.
"Buk, beneran gosong Buk, ya salam ... gimana ini?" pekik Nahla heboh sendiri.
"Eh, beneran Na. Waduh ... nggak pa-pa lah, masih bisa diselamatkan, belum terlalu coklat. Kamu pasti tidak konsentrasi, kepikiran ayahnya Icha ya," tebak Ibu tersenyum.
"Nggak, orang tadi ke sini udah matang gini, ngapain dipikirin Buk, orangnya juga tidak ada di sini."
"Hihihi ... sebentar lagi sepertinya ibuk bakalan mantu, akhirnya kamu sold out juga Nduk."
"Ya ampun Buk ... umur Nahla masih dua puluh tiga hampir dua puluh empat. Jadi tidak harus terburu- buru."
"Diterima saja dengan lapang dada Nduk, jodohmu nyatanya dekat," sahut ibu tak masalah sama sekali. Biarpun seorang duda, yang penting sholeh dan bertanggung jawab.
Suara salam dibarengi langkah kaki memenuhi ruangan. Membuat Nahla kembali tidak tenang mendengar suaranya yang makin dekat.
Ayo dong pamit pulang, jangan lama-lama!
Keinginan Nahla sepertinya tidak akan pernah terealisasi. Karena Ibu malah menawarkan jamuan makan malam secara resmi.
"Aduh ... jadi ngrepotin Buk." Itu suara Pak Hanan, padahal dalam hati mengiyakan dengan senang hati.
"Tidak sama sekali, mari silahkan masuk! Maaf, adanya seperti ini. Mas Hanan dadakan sih, jadi Ibuk nggak siap-siap."
"Hahaha, iya Buk, maaf, ini juga sudah lebih dari cukup."
"Ayo mari silahkan Mas Hanan!" seru Bapak mempersilahkan.
"Nahlanya mana, Buk?" tanya Bapak tidak menemukan putrinya.
"Ada Pak," sahut gadis itu yang baru keluar dari kamar. Ikut bergabung di ruang makan dengan kikuk. Kenapa juga jadi Nahla yang susah gerak di rumah sendiri, sedang Pak Hanan terlihat santai selali duduk bersama Bapak dan Ibuk.
"Ayo silahkan Mas Hanan ambil!" seru Ibuk mempersilahkan.
"Terima kasih, Bu," jawabnya kalem. Sedikit melirik Nahla yang belum juga mengambil menu.
"Maaf, ini sedikit kematangan. Anak gadis Ibuk telat ngangkatnya dari penggorengan," ujarnya tersenyum sembari menatap putrinya.
"Aku suka yang begini Buk, mateng sempurna, Miss tahu saja," jawabnya di luar dugaan. Membuat Nahla pingin guling-guling dibuatnya.
Ah ... pria itu pandai memuji juga ternyata. Pasti karena merasa tidak enak hati.
"Icha tidak makan?" tanya Miss Nahla demi melihat gadis kecil itu diam saja.
"Belum lapar, nanti saja," jawab gadis itu hanya menemani saja.
"Kenapa sayang, tidak berselera ya, atau mau Miss gorengin telur saja sama kecap," tawar Nahla yang nampaknya diangguki antusias oleh Icha.
"Sayang, makan yang ada, duduk!" tegur Pak Hanan menggeleng pelan.
"Nggak pa-pa, boleh kok, ayo ikut miss ke dapur."
Pantas saja anak itu dekat sekali, Nahla tidak pernah membatasi dan mencoba mengerti keinginan anak-anak.
"Boleh Pa?" tanya Icha memastikan.
Pria tiga puluh lima tahun itu mengangguk, membiarkan putrinya sedikit merepotkan di rumah calon ibunya.
Makan malam berlangsung cukup khidmat. Usai merampungkan sesi makan malam Icha yang paling akhir, nampaknya pria itu hendak pamit.
"Terima kasih, Pak, Buk, jadi ngrepotin."
"Tidak sama sekali, Icha mau di sini saja?" tawar ibu berbasa-basi.
"Emang boleh ya Pa?" Nampaknya gadis itu menganggap serius.
"Pulang dulu sayang, besok main lagi sekalian jemput Miss Nahla," bujuk Hanan lembut.
Usai pamit dengan ibu dan bapak, Nahla ikut mengantar ke luar sampai depan mobilnya.
"Hati-hati! Dadah!" Nahla melambai dengan senyuman.
"Jangan lupa kabar baiknya ditunggu, Dek," kata pria itu sebelum beranjak. Masuk ke mobilnya menyisakan senyum tipis di wajahnya. Tidak sekaku kemarin, tetapi tetap saja rasanya masih aneh.
Lebih aneh lagi saat malam menjelang tidur. Saat Nahla sendiri bahkan tidak bisa terpejam karena memikirkan pinangan dadakannya. Ia dibuat speechless dengan sebuah pesan yang tumben-tumbenan terkirim ke ponselnya dengan gaya cenayang.
[Belum tidur ya, jangan terlalu banyak pikiran, cukup memikirkan aku saja. Selamat beristirahat]~ Ayah Icha
Nahla hampir tidak percaya pria itu mengirimkan kalimat bernada percaya diri maksimal. Bukannya cepat terlelap, yang ada Nahla makin kepikiran dengan tingkah Pak Duda yang cukup meresahkan.
.
Tbc
Promo novel teman