Perjalanan hidup sebuah nyawa yang awalnya tidak diinginkan, tapi akhirnya ada yang merawatnya. Sayang, nyawa ini bahkan tidak berterimakasih, malah semakin menjadi-jadi. NPD biang kerok nya, tapi kelabilan jiwa juga mempengaruhinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmanthus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekesalan
"Seandainya saja kamu tidak mengambil dia" jawab pak Guntur kesal.
"Sayang! Selama ini kan kesalahan Nita hanya bandelnya saja. Jangan ucapkan itu lagi" suara bu Tere meninggi
"Bandel terus menerus, buat kelakuan yang tidak bisa ditoleransi terus menerus? Joni dan Doni yang anak laki-laki saja tidak begitu tingkahnya" pak Guntur kesal.
"Jangan dibandingkan dia dengan Joni serta Doni. Mereka juga bukannya tidak nakal. Doni pernah bolos les, begitu juga dengan Joni. Bahkan mereka menghilangkan alat-alat tulis bahkan buku paket di sekolah" beber Bu Tere.
"Tapi tetap saja tidak normal Tere! Terlalu banyak kelakuannya yang bahkan membuat pusing kepala" ujar pak Guntur.
"Ah, kamu saja yang memang tidak mau menerima Nita. Makanya apa yang dilakukan dia selalu salah di mata kamu" bu Tere terisak perlahan dan air matanya menetes.
Melihat bu Tere sedih, pak Guntur jadi mereda amarahnya.
"Aku tidak pernah tidak menerima Nita, buktinya aku kan menyayangi dia juga. Setiap pulang kerja selalu membawakan entah makanan ataupun mainan untuk dia. Bahkan sering Joni dan Doni hanya melihat saja kalau dia mendapat mainan." pak Guntur menurunkan nada suaranya.
"Lalu kenapa kamu sampai mau mengucapkan kata-kata seperti tadi?" isak bu Tere sedih.
"Aku kesal karena kamu selalu bolak balik ke sekolah mengurus kelakuan Nita. Sedangkan Joni dan Doni tidak pernah sampai membuatmu datang ke sekolah di umur dia itu." papar pak Guntur
Bu Tere masih terisak dan pak Guntur menyodorkan sehelai tisu untuk istrinya. Dia menepuk-nepuk punggung bu Tere dengan lembut sembari memeluk bu Tere ke dalam dekapan nya.
"Aku tidak ingin kamu susah, sedih bahkan sampai malu sayang. Aku hanya ingin yang terbaik bagimu." ujar pak Guntur.
"Kamu mati-matian jualan risol, lalu mengantar dan jemput Nita, memasak makanan belum lagi mengurus kelakuan-kelakuan Nita yang selalu membuat mu harus kocar kacir kesana kemari." jelas pak Guntur lembut.
"Kalau kelakuan Joni dan Doni, kita masih bisa menegur mereka dan tidak sampai merugikan orang lain. Apalagi sampai membuat malu keluarga"
"Apa kamu tau apa yang dibilang orang di luar perihal Nita ini?" tanya pak Guntur lagi
"Tidak, memang apa yang mereka bilang?" tanya bu Tere penasaran.
"Mereka bilang kelakuan Nita sama persis seperti Ema" jawab pak Guntur
"Ha? Darimana mereka tau anak Ema?" bu Tere kaget mendengarnya.
"Kota kita ini kecil sayang, bagaimanapun ditutupi kan banyak mata yang melihat. Ada yang melihat Ema datang ke Bidan waktu itu, dan mereka juga melihat kamu membawa pulang Nita." pak Guntur bicara pelan takut sangan istri malah menangis lagi.
"Padahal waktu itu aku sudah memastikan tidak ada yang melihat. Dan aku keluar lebih dahulu daripada Ema." jelas bu Tere.
"Ya, namanya dinding bertelinga. Dan tidak ada kebusukan yang bisa ditutupi sayang. Lama-lama pasti berbau juga." jelas pak Guntur.
"Bagaimana kalau nanti Nita sampai tahu? Pasti dia sedih sekali." bu Tere jadi memikirkan bagaimana perasaan Nita.
"Yah, sekarang kita bisa bilang apa?kalau sampai nanti dia tahu, ya kita jelaskan saja." jawab pak Guntur lagi.
Sebenarnya hal ini sudah lama terpikirkan pak Guntur, bagaimanapun ditutupi Nita adalah anak siapa, suatu saat pasti akan ketahuan juga. Mulut botol bisa ditutup, mulut manusia tidak bisa ditutup. Apalagi di lingkungan mereka begitu banyak orang yang tinggal. Jika mereka tinggal di lingkungan terpencil jauh dari tetangga, bahkan masuk di pedalaman hutan atau di pelosok kaki gunung, mungkin hal ini bisa dijadikan rahasia seumur hidup mereka.
Tapi mau bagaimanapun juga, kebenaran pasti akan terungkap cepat atau lambat. Hanya menunggu waktu, kalau sekarang diberitahukan kepada Nita, belum tentu dia paham. Tapi nanti di masa remaja? Bisa jadi dia memberontak. Di masa dewasa? Mungkin dia akan berkata dia dibohongi selama ini.
"Ah, aku juga tidak bisa memikirkan jalan keluarnya" gumam pak Guntur di dalam hatinya.
Masalah Nita ini memang menjadi bahan pemikiran selama ini, ibarat sebuah batu besar yang menghimpit dada. Tidak bisa diangkat atau dibuang, entah kapan batu besar ini bisa dikeluarkan dan pak Guntur bisa bernafas lega.
Akhirnya mereka memilih diam dan membisu tidak membahas apa-apa lagi, seakan menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Kuasa, apapun yang terjadi akan mereka hadapi dengan lapang dada. Resiko dari keputusan yang mereka buat.
...----------------...
Paginya bu Tere bersiap pergi ke sekolah setelah semua anak dan suaminya berangkat kerja.
"Tere...Tere..." sebuah suara sayup-sayup terdengar memanggil namanya.
Bu Tere lalu keluar rumah dan melihat pak Randy datang berkunjung.
"Ada apa pak Randy? Sudah lama sekali kita tidak berjumpa. Ayo, masuk dulu." bu Tere membukakan pintu untuk pak Rendy dan mereka melangkah masuk lalu duduk di teras rumah.
"Ini, aku dapat berita katanya Ema kabur!" jelas pak Randy lagi.
"Ha? Kabur kemana? Harusnya dia sekolah aja yang bener kenapa malah kabur?" bu Tere heran.
Bu Tere kemudian menuangkan air ke gelas pak Randy yang telah dikeluarkan sembari mempersilahkan pak Randy duduk tadi.
"Aduh, katanya pak Simon dia kabur bersama pacar barunya." jelas pak Randy menyeruput air yang disediakan bu Tere.
"Ah, aku benar-benar kaget. Baru kemarin malam dia kaburnya. Pak Simon ngga tau awalnya, alasan dia mau belajar ke rumah teman dan membawa tas sekolahnya. Karena dipikir mau belajar ya di ok kan sama pak Simon. Tapi ternyata sampai malam dia tidak pulang." cerocos pak Randy lagi.
"Lalu pak Simon mencari ke rumah temannya itu. Ternyata si Ema nda pernah datang ke sana, malah juga tidak ada janji belajar bersama. Nah, keliling lah pak Simon ini ke tempat biasa Ema bermain bersama temannya, juga tidak ada. Satu malaman mereka menunggu, dia juga tidak pulang. Pagi ini ibunya menemukan surat tulisan tangan Ema di laci meja nya, dia berpesan nda usah dicari karena dia mau hidup jauh dari orangtua." lanjut pak Randy.
"Tapi Ema ini dulu anak baik loh pak Randy, kok dia bisa jadi senakal itu? orangtuanya juga baik-baik dan mendidik dia dengan benar." bu Tere seakan beragumen dengan diri nya sendiri.
"Namanya anak yang tumbuh besar mencari jati diri, belum lagi dia berteman entah dengan siapa-siapa, itu kan bisa jadi pengaruh buruk juga" jawab pak Randy.
"Kasihan Simon, awalnya aku berpikir dengan Nita kalian ambil, si Ema ini bisa berubah dan belajar dengan baik supaya masa depannya juga tidak hancur. Eh, malah dibuat lagi masalah baru." pak Randy menggelengkan kepalanya.
"Kenapa ya? apakah karena zaman semakin moderen sehingga anak-anak sekarang jadi tidak punya rasa malu? Rasa takut?" Gumam bu Tere lagi.