Wanita adalah makhluk paling rumit di dunia. Sangking rumitnya, pikiran, bahkan perkataannya bisa berubah seiring waktu.
Pada ulang tahun pernikahan pertama, Sandra melontarkan candaan ringan, mengatakan bila tak kunjung memiliki anak akan meminta Bastian menikah lagi.
Bastian tak menanggapi candaan Sandra sama sekali, hingga pada akhirnya di tahun ke sepuluh pernikahan. Hal yang tak diinginkan Sandra lantas terjadi. Ternyata, secara diam-diam Bastian menikah siri dengan sekretaris pribadinya bernama Laura dan sekarang tengah berbadan dua.
Apa yang akan dilakukan Sandra? Apa dia akan pergi atau memilih bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Pergi Dari Rumah
"Apa ini karena kau tidak yakin kalau anak di dalam perut Laura bukanlah anakku San? Kalau kau tidak percaya aku akan test DNA untuk membuktikan bahwa itu adalah anakku," tutur Bastian kemudian perlahan bangkit berdiri pula.
Sandra malah tertawa pelan, tawanya menggandung duka. Mendengar Sandra tertawa, membuat Bastian tampak kebingungan sekarang.
"Bukan itu point paling pentingnya Bas, sekali pun anak itu bukanlah anakmu aku tidak peduli! Yang aku tahu kau telah menduakan aku! Aku sangat muak denganmu. Seandainya saja waktu dapat diputar aku tidak mau menikah denganmu!"
Sontak, perkataan Sandra membuat dada Bastian terkoyak-koyak. Lelaki itu membeku dengan air mata masih mengalir pelan.
Sandra mendengus kasar kemudian bergegas pergi keluar dari ruangan. Meninggalkan Bastian mematung di tempat. Pria itu baru saja menyadari kesalahannya dan membuat wanita yang dia cintai terluka akibat ulahnya sendiri.
Sesampainya di luar pintu, Sandra menatap ke arah Laura dengan sorot mata terlihat biasa saja.
"Asal kau tahu, ini adalah anak Bastian, hubunganku dan Bastian murni karena saling jatuh cinta, kuharap kau tidak menganggu hubungan kami, walapun aku tahu kau sangat membenciku," kata Laura dengan tatapan dingin.
Laura merasa sangat senang karena tujuannya untuk menjadi orang kaya selangkah lagi. Dulu, ketika berkerja menjadi LC, Laura tak menyangka sandiwara yang berpura-pura sakit membuat Bastian terpikat padanya. Kini, jalannya menjadi orang kaya berjalan semakin mulus, meski harus terluka dahulu.
Sandra justru mengulas senyum kecil lalu perlahan berdiri tepat di hadapan Laura.
"Dengar Laura, aku tidak pernah membencimu, justru aku berterima kasih padamu, karena berkatmu aku jadi tahu bahwa Bastian tidak pantas bersamaku, tenanglah, aku tidak akan menganggu hubungan kalian, ambillah bekasku itu," kata Sandra sambil menepuk pelan pundak Laura, dengan tatapan kosong.
Laura langsung membeku sebab respon Sandra di luar dugaan, bukankah seharusnya Sandra marah padanya sekarang.
"Na, lakukan sekarang." Sandra segera mengalihkan pandangan pada Nana. Memberi perintah untuk menyebarkan luaskan perselingkuhan Bastian dan Laura ke sosial media serta memberitahu awak media.
Nana mengangguk. Dengan buru-buru mengambil ponsel. Di samping, Laura mulai penasaran hendak bertanya tapi kedatangan Bastian membuat gerakan lidahnya terhenti.
"Sandra, dengarkan aku, mari kita cari solusinya bersama-sama!"
Bastian tak jadi meneruskan kalimatnya kala Sandra tiba-tiba melenggang cepat dari situ. Bastian kalang kabut, lantas dengan tergesa-gesa mengejar Sandra. Laura pun turut mengekori Bastian. Sementara Nana memutuskan turun ke bawah hendak mengambil laptop di mobil, ingin segera menuntaskan tugasnya.
"Sandra, tunggu, dengarkan aku!" seru Bastian di belakang Sandra.
Sandra mengabaikan Bastian, memilih mempercepat langkah kaki menuju kamar sementara. Kamar miliknya masih tahap renovasi.
"Sandra Sayang, jangan abaikan aku! Mari kita cari solusinya." Bastian mencoba membujuk Sandra, tapi sayangnya bujukannya tak mempan.
Brak!
Sesampainya di kamar, Sandra langsung membanting pintu dan menutup pintu dengan sangat rapat. Aldo ternyata berada di dalam kamarnya tengah berbaring di kasur sejak tadi, tentu saja tampak sangat terkejut.
"Mama." Aldo langsung menoleh ke arah Sandra. Yang sekarang berdiri di depan pintu, masih meneteskan air mata.
"Sandra buka pintunya, mari kita cari solusinya bersama-sama! Kalau kau tidak sanggup serumah dengan Laura, aku akan menyuruh Laura pindah ke apartmentnya, bagaimana? Sandra, tolong buka pintunya!" Di luar pintu, Bastian semakin panik berulang kali menggedor-gedor pintu dan mengotak-atik gagang dari tadi.
Tapi, tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Bastian makin gelisah dibuatnya. Kendati demikian, tak berhenti menggedor-gedor pintu.
Sementara itu di balik pintu kamar. Sandra perlahan berjalan menuju kasur kemudian merebahkan diri di samping Aldo, dengan air mata masih mengalir.
"Kenapa Mama menangis?" Aldo kecil tiba-tiba duduk tegak. Anak laki-laki yang memiliki ciri khas wajah down syndrome itu menyentuh pelan pipi Sandra sambil menatap dengan sorot mata sedih.
Sandra menoleh ke arah Aldo. "Mama nggak nangis kok, ini matanya kelilipan."
Aldo tak langsung menjawab, memilih berbaring di samping Sandra.
"Mama nggak boleh bohong, Aldo ta—hu Mama lagi nangis, kata Bu guru kalau orang lagi nangis, pasti ada air mata di matanya terus hidung sama matanya me—rah," ucap Aldo sedikit tergagap-gagap. Untuk ukuran anak down syndrome Aldo temasuk anak yang pintar, mudah peka terhadap hal sekitar.
Sandra enggan menyahut, melempar senyum kecil pada Aldo. Dalam sepersekian detik, Sandra terkejut tatkala Aldo memeluknya tiba-tiba.
"Mama, jangan nangis ya, kalau Mama nangis Aldo juga ikutan nangis, Aldo janji kalau sudah besar nanti akan selalu buat Mama bahagia," kata Aldo, mengendurkan sedikit pelukan, menatap Sandra dengan mata mulai berkaca-kaca. Aldo mendekap erat Sandra kembali.
Mendengar perkataan Aldo, air mata Sandra semakin turun deras. Wanita berambut panjang itu memeluk balik Aldo dengan pundak mulai bergetar pelan sekarang.
Sandra sangat menyayangi Aldo. Meskipun Aldo lahir dari rahim adik tirinya, Kaila. Ya, keributan beberapa tahun silam di rumah Agung, disebabkan Kaila hamil di luar nikah ketika masih duduk di sekolah menengah atas.
Saat bertandang ke rumah, ingin mengambil sisa-sisa pakaian, Sandra tidak tahu kalau Kaila tengah melahirkan Aldo. Agung menutupi perbuatan anaknya itu. Ketika selesai melahirkan di rumah. Aldo hendak dibuang, tapi Sandra mengambil Aldo dan membesarkannya sampai sekarang. Bastian pun tahu bila Aldo anak dari adik tirinya.
"Terima kasih Nak, jangan tinggalin Mama ya,"ungkap Sandra sambil mengelus pelan punggung Aldo.
"Mama yang jangan tinggalin Aldo." Makin pecah lagi tangis Sandra. Dia melabuhkan kecupan demi kecupan di pipi Aldo dengan air mata tak henti mengalir.
Keheningan tercipta di kamar bernuansa putih itu. Tak ada lagi suara gedoran di luar seperti tadi. Hanya terdapat isakan lirih Ibu dan anak yang tengah berpelukan satu sama lain saat ini.
Keadaan di luar sangat berbanding terbalik. Netra Bastian membola ketika mendengar panggilan bertubi-tubi masuk ke ponselnya sekarang. Si pemanggil rata-rata dari investor dan keluarga inti Bastian.
Bastian baru saja membuka sosial media jika perselingkuhannya terendus oleh awak media. Tiba-tiba ada satu pesan masuk dari keluarga inti untuk datang ke rumah sekarang.
"Sial! Ini pasti ulah Nana!" Bastian memutuskan pergi ke rumah mamanya.
Laura pun merengek untuk ikut. Bastian terpaksa membawa Laura, lagi pula hubungannya sudah diketahui.
***
Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Nana masih setia menunggu perintah dari Sandra. Sedari tadi dia duduk di dapur sambil menyantap makanan yang disajikan Bibi Ani. Tak berselang lama, Nana sudah selesai makan dan perhatiannya tiba-tiba teralihkan dengan panggilan masuk di ponsel. Nama 'Bu Sandra' menghiasi layar ponsel tersebut.
Dengan cepat Nana mengangkat panggilan.
"Bu Sandra makan yuk, sudah jangan nangis terus, entar cantiknya berkurang loh," kata Nana berusaha menghibur Sandra.
Di dalam kamar, Sandra justru tertawa pelan. "Aku tidak lapar Na, aku cuma mau tanya Bastian di mana sekarang?"
"Sesuai tebakan kita, Pak Bastian pergi keluar sepertinya ke rumah mertua Ibu, Laura juga ikut tuh," ujar Nana sedikit ketus.
"Bagus, bisa kau carikan aku rumah sekarang, rumah yang jauh dari sini, carikan aku bodyguard dan asisten rumah sebanyak dua orang."
Begitu mendengar perintah di ujung sana. Nana tampak bersemangat. "Baik Bu, villa tidak apa-apa kan dan apa Ibu tidak mau ambil asisten rumah
yang di sini saja?"
"Terserah, yang penting rumahnya nyaman untuk Aldo, tapi kau harus memberitahu mereka jika gajinya tidak sebesar di sini, malam ini aku harus pindah, lakukan dengan cepat Na." Sandra tak sanggup berlama-lama di rumah ini, lebih baik pergi dan menenangkan diri.
"Oke."
"Bu Sandra mau pindah?" Setelah panggilan terputus. Bibi Ani tiba-tiba membuka suara, tak sengaja menguping pembicaraan antara Sandra dan Nana.
"Iya Bi, ada nggak yang mau ikut Bu Sandra, dia cuma butuh dua orang saja sih, sama gajinya juga nggak sebesar—"
"Aku ikut!"
"Aku ikut!
"Aku ikut!"
Belum sempat Nana menuntaskan kalimat. Ketiga orang asisten yang lalu lalang di sekitar lantas berseru dan salah satunya anak Bi Ani, Rika. Mereka pun nampak sedih dengan rumah tangga Sandra di ambang kehancuran.
Selama beberapa minggu ini, mereka menyaksikan keributan di rumah hingga membuat mereka jadi ikutan sedih. Bagi mereka, Sandra adalah sosok yang baik, kerap kali membantu jika mereka sedang kesusahan uang. Sebagian asisten rumah sudah pernah diberangkatkan haji oleh Sandra. Ada pula Rika, anak Bibi Ani disekolahkan Sandra sampai sekarang.
"Eh, banyak amat, hanya perlu dua loh," kata Nana, tersenyum kaku.
"Rika sama Bu Ila saja Na, aku sebenarnya juga mau ikut, tapi Bu Sandra cuma perlu dua kan." Bi Ani tampak cemberut.
"Oke deh, siapa tahu saja nanti perlu tiga, empat atau lima, hehe. Sudah, Bik Ani jangan sedih ya." Nana beranjak dari kursi dengan cepat.
Bibi Ani tersenyum kecil.
Tak berselang lama, Sandra turun bersama Aldo dari lantai atas sambil menyeret koper.
"Sudah siap?" tanya Sandra, menatap Rika dan Bu Ila bergantian.
Rika dan Bu Ila serempak mengangguk. Sandra pun menarik napas panjang sejenak, mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan di rumah untuk terakhir kalinya. Rumah ini adalah pemberian hadiah pernikahan almarhum papa kandung Bastian, Leo. Lelaki itu sudah berpulang ketika Aldo berusia lima tahun. Selama ini Leo sangatlah baik dan ramah sekali padanya.
Sandra tak berniat meminta harta gono gini. Selama dia masih mempunyai kedua tangan dan kaki, Sandra tidak mau meminta-minta. Meskipun dia memiliki hak sebagai seorang istri. Namun, dia tak mau memperumit keadaan.
"Selamat tinggal Bastian. Kuharap kau bahagia bersama Laura." Setelah puas melihat-lihat Sandra melangkah pelan menuju pintu utama, disaksikan para asisten rumah menangis tersedu-sedu dengan kepergian Sandra.
Sandra pergi bersama Aldo, Nana dan dua orang asisten rumah ke tempat yang sangat jauh dari rumahnya sekarang.
Pada pukul sepuluh malam, jantung Bastian berdetak cepat kala tak mendapati Sandra dan Aldo di seluruh ruangan. Dia dan Laura baru saja sampai di rumah lalu bergegas menemui Sandra di kamar. Namun, ruangan dalam tampak kosong. Bastian sudah mencoba menghubungi Sandra, tapi nomor yang dituju tidak aktif. Bahkan nomor Nana sekali pun tidak aktif. Bertanya kepada seluruh asisten rumah dan pengawal pun mereka tidak tahu. Alias berpura-pura tidak tahu, karena mereka berpihak pada Sandra.
"Sandra, di mana kau?!"
"Jangan pergi!" teriak Bastian dengan air mata mulai membasahi pipi.
madu yg km hadirkn itu pilihanmu bastian....
terima aja klo sandra mundur dri pda brtahan dgnmu.... laki2 g ada otak... hobi selingkuh...
wlopun kau kaya raya..... tpi bukan segalanya....
jgan nyesel y bastian dgn kpergian sandra dri hidupmu.... krna ketidaksetianmu dan jga keegoisanmu.....
mna ada km cinta dgn sandra tpi mmpu mnyakitinya trlalu dlm.... yg ada km itu suami kejam sprti pph sandra.... sama biadabnya sperti binatang.....
selamat bastian sbntar lgi yg km katakn mncintai laura akn trbukti.... mmpukah laura yg km cintai mngisi posisi sandra saat sandra mnjadi mantanmu...
haruskah mnunggu puluhan tahun lgi sandra untuk lepas dri smua pndritaannya??