Naya seorang istri yang sedang hamil harus menerima takdir ditinggal suaminya karena kecelakaan. Pada saat sedang dalam perjalanan ke kampung halaman, suaminya yang bernama Ammar jatuh dari Bus antar kota yang ugal-ugalan.
Sebelum Ammar tewas, dia sempat ditolong oleh sahabatnya yang kebetulan mobilnya melintas di jalan tol. Tak disangka Ammar menitipkan amanah cinta kepada sahabatnya bernama Dikara yang berprofesi sebagai dokter.
Padahal saat itu Dikara sudah bertunangan dengan seorang wanita yang berprofesi sama dengannya.
Akahkah Dika menjalani amanah yang diberikan sahabatnya? Atau dia akan tetap menikahi tunangannya?
Apakah Naya bersedia menerima Dikara sebagai pengganti Ammar?
Cinta adalah amanah yang diberikan Allah SWT terhadap pasangan. Namun bagaimana jadinya jika amanah itu dinodai oleh pengkhianatan?
Yuk lah kita baca selengkapnya kisah ini!
Happy reading!💕
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 Amanda Mulai Curiga
"Ma...Mama dengarkan Dika dulu Ma!" panggil Dika. Seraya berniat menyusul Mamanya, namun dicegah Papa.
Papa menggeleng pelan, "Biarkan saja dulu. Biarkan Mamamu tenang. Kita maklumi saja Mama masih syok dengan berita ini. Tugasmu sekarang beritahu Amanda. Papa berharap kamu diberi kemudahan dan kelancaran. Ajak Amanda buka puasa bersama setelah kamu ada kejelasan dari Naya. Kamu harus pastikan dulu, Naya sudah mengetahuinya. Khawatirnya Amanda nekat melakukan sesuatu tanpa Naya tahu permasalahannya,"
"Baik, Pa. Dika mengerti apa yang akan dilakukan. Doakan Dika ya, Pa!" Kata Dika semangat sekaligus sedih karena Mamanya belum bisa merestui keputusannya.
"Semangat menjemput nikmat, Nak,"
Dika tersenyum lalu memeluk Papanya yang selalu mengerti dirinya. Papa Fahmi membalas pelukannya dengan erat,
"Papa akan selalu mendukungmu, Nak. Semoga Allah memberkahi kehidupanmu dan memberikanmu kebahagiaan yang sebenarnya. Jangan khawatir tentang mama, Papa yang akan berbicara dengan mama dan membuat mama memahami keputusanmu." Dika tersenyum, ia merasa lega dan percaya diri untuk menjalani keputusannya. Papa memang selalu bisa memberikan solusi dari setiap permasalahannya.
"Dika mau rehat dulu sebentar ya, Pa! Perjalanan Garut ke sini lumayan membuat badanku rada pegal," Dika merenggangkan badannya.
"Istirahatlah, Nak. Kamu pasti capek, lelah fisik dan pikiran. Papa mengerti," Papa menepuk bahu anaknya dengan lembut.
Dika beranjak dari hadapan Papanya. Sedangkan Papa langsung menghampiri mama yang ada di taman.
Mama menatap lurus ke arah tanaman palem. Ia melirik suaminya yang duduk di bangku yang ada di sebelahnya, hanya terhalang satu meja.
"Kenapa deket-deket? Mau protes, karena Mama hanya memilih Amanda dari pada janda itu?" tanya Mama masih mode marah.
Papa Fahmi memilih untuk diam tidak menjawab pertanyaan Mama. Ia tidak ingin memperburuk keadaan. Saat ini Mama Nindi sedang dalam kondisi emosi yang tidak stabil, sehingga lebih baik untuk memberikan ruang dan waktu bagi dirinya untuk bisa tenang kembali.
xxxxxx
Di sebuah dapur khusus rumah sakit, terlihat 2 dokter wanita yang sedang mempersiapkan menu untuk acara buka puasa bersama.
Hati Amanda begitu berbunga-bunga manakala kekasih hatinya dikabarkan akan datang ke rumah sakit sore ini. Biasanya mereka akan berkumpul tidak hanya berdua namun berempat bersama Irwan dan Meila.
Seperti saat ini, Amanda dan Meila menyiapkan menu spesial buka puasa bersama. Mengapa dikatakan spesial? Karena hari ini pemilik rumah sakit, tempat mereka bekerja akan ikut berbuka bersama mereka. Hal ini jarang dilakukan mengingat jam kerjanya sangat padat.
"Kujamin dr. Dikara pasti suka dengan es cincau buatanku," ujar Amanda penuh percaya diri.
"Apa tidak sebaiknya teh hangat saja dulu sebagai menu pembuka, teh telang campur madu. Lebih menyehatkan," ujar Meila memberi saran dengan lembut, khawatir Amanda tersinggung.
Amanda mengangguk lalu tersenyum.
"Oke itu minuman pembuka. Nanti setelah makan malam baru es cincau, begitu?" tanya Amanda meminta saran pada sahabatnya, Meila.
"Ya itu lebih baik," Meila mengangguk setuju.
Amanda tersenyum, ia merasa senang karena sahabatnya itu ikut membantunya.
"Kita lihat saja apakah mereka akan suka atau tidak dengan menu bukaan buatan kita ini?," kata Amanda dengan nada yang santai dan percaya diri.
Meila tersenyum dan mengangguk, merasa bahagia bisa membantu Amanda menyiapkan semuanya.
Mereka tersenyum bahagia. Mereka menyajikannya di meja taman belakang rumah sakit, di samping dapur. Amanda puas dengan hasil kerjanya. Seraya menatap meja yang penuh dengan aneka menu pembuka. Takjil bubur sumsum ubi ungu juga turut melengkapi sajian di meja tersebut.
Dua orang yang ditunggu akhirnya datang juga.
"Hai, dok apa kabar!" sapa Meila tersenyum sambil melirik Amanda yang sedang menatap lembut sang kekasih.
"Alhamdulillah baik. Gimana kalian sehat?"
"Sehat lah dok. Cuma ada satu cewek cantik nih yang lagi menahan rindu karena beberapa hari engga ketemu, ck...ck...ck...rindunya kebangetan itu," Meila menggoda Amanda dengan tertawa senang, hal ini mampu membuat wajah Amanda tersipu malu.
Dikara tersenyum. Ia menatap Amanda, namun tatapan itu berbeda. Tidak seperti biasanya ia menatap Amanda sebagai seorang kekasih.
"Yah aku juga sangat merindukan...kalian,"
Amanda yang tadinya tersenyum berubah menjadi masam. Pertemuannya kali ini sungguh berbeda. Perlakuan Dikara padanya sungguh berbeda. Ia melihat Dikara berubah sepulang dari Garut. Ada apa?
Perilaku Dikara, yang biasanya sangat hangat dan penuh kasih sayang, kini terlihat jauh dengan harapan.
Amanda menautkan alisnya, terus menatap Dikara tanpa jeda.
Dia penasaran dan merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh kekasihnya itu. Ia ingin tahu apa yang membuat Dikara berubah seperti itu.
Sementara itu, Meila tidak menyadari adanya ketegangan antara Amanda dan Dikara. Ia masih terus bercanda dan berbicara dengan santai, tidak menyadari bahwa suasana hati Amanda dan Dikara sedang tidak baik-baik saja.
Berbeda dengan Irwan yang sejak tadi memperhatikan ekspresi Amanda dan Dikara. Ia mencoba untuk mencairkan suasana agar orang-orang terdekatnya itu bisa bersikap seperti biasanya. Tidak kaku seperti sekarang ini.
"Waah siapa yang masak nih? Kayaknya enak. Sepertinya dua orang wanita di hadapan kita ini memang berbakat memasak. Bisa jadi calon istri idaman, iya kan dok?" puji Irwan sambil matanya melirik ke Dikara berharap Dikara pun memuji masakan mereka.
Dikara hanya tersenyum, sambil mengedarkan pandangan pada sajian yang ada di depan matanya.
"Ooh tentu saja pasti enak. Apa pun masakan yang sudah tersaji di depan mata harus disyukuri dan dihargai. Terima kasih ya, kalian sudah mau menyiapkannya. Jadi pengen segera berbuka ini," ujar Dikara dengan pujian yang tentunya tidak hanya ditujukan pada Amanda saja.
Amanda masih menyorot tajam lelaki yang sejak tadi tidak mau menyapanya. Lelaki yang sangat ditunggu kehadirannya sejak beberapa terakhir ini. Lelaki yang bersikap tak acuh padanya.
Suara azan menggema di sekitar rumah sakit, sudah saatnya berbuka puasa.
"Alhamdulillah akhirnya kita bisa berbuka bersama,"
"Silakan diminum teh hangatnya, dok! Ini teh telang madu buatan kita," ujar Meila memberikan secangkir minuman pada Dikara sambil tersenyum.
"Mmmh mantap. Sensasi tehnya berbeda ya! Ini bubur sumsum ubi ungu buatan siapa?" tanya Dikara sambil menyantap kudapan tersebut dengan santai.
"Itu bubur sumsum spesial buatan dr. Amanda khusus buat dr. Dikara, yang selalu ada di hatinya," kata Meila yang berhasil membuat Dikara tersedak.
Uhuk
Uhuk
"Dokter kenapa, kok jadi keselek? Ini minum dulu, dok!"
Amanda merasa jengah dengan interaksi antara Dikara dan Meila. Dia merasa mereka memiliki hubungan khusus di belakangnya. Amanda berdiri,
"Maaf aku sholat maghrib duluan!" tanpa melihat Dikara lagi Amanda langsung pergi dengan kekecewaan yang mendalam.
Dikara hanya menatapnya dengan rasa bersalah dan tidak tega. Lalu apa yang akan dia lakukan, setelah melihat Amanda pergi dengan rasa kecewa atas sikapnya?