pendaki yang sudah pensiun (gantung carrier) harus kembali dikarenakan adik kandung dari seangkatan komunitasnya tersesat di gunung ketika melakukan pendakian.
Dia harus kembali ikut pencarian demi sesuatu yang satu orang pun tidak tahu, di dalam pencarian dia menemukan arti dari sebuah kehidupan dan cinta yang selama ini dia cari.
Pencarian dihentikan karena sudah melewati ambang batas yang ditentukan. Tetapi demi orang yang dia sayangi balon dan beberapa temannya melanggar peraturan yang sudah ditentukan, karena adik sahabatnya belum juga ketemu, sedangkan rekan-rekan sudah ditemukan.
Pertukaran terjadi antara yang dicari dengan yang mencari. Akhirnya pencarian di tambah waktu nya dengan pergantian foto di papan pencarian. “Foto balon di letak di papan pencarian” sampai ambang batas yang ditentukan untuk pencarian balon juga belum ditemukan, dia kekal hidup di alam lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hambali balon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 : Melati Putri Bangsa Jin Penghuni Gunung.
Melati adalah anak dari Raja penguasa di hutan Gunung.S. Melati ditugaskan oleh ayahnya untuk masuk kedalam mimpi manusia yang memegang mustika mereka, untuk memberi petunjuk agar manusia itu bisa menemukan orang yang mereka cari.
‘Ayah, Melati sudah melaksanakan tugas Melati’
‘bagus anak ku,’
‘bagaimana menurut kamu manusia itu?’ tanya sang raja
sambil memegang dagu ‘hmmm, biasa saja kok ayah, yah seperti manusia biasa’ jawab melati
‘hehehe, ayah tidak bisa kau bohongi melati, kamu ini anak ayah satu-satunya’
‘maksud ayah apa?’
‘hehehe, kamu mulai tertarik kan dengan manusia yang ayah pilihkan’
‘ih, mana sudi Melati tertarik dengan manusia. Malah Melati sangat kesal dengannya’
‘karena kamu sudah ditampar dengan manusia pilihan ayah itu, makanya kamu kesal dengan dia. Kan sudah ayah bilang kamu jangan main-main dengannya’
‘iya ayah, Melati sangat kesal, walaupun tidak berbekas, tetapi rasa sakitnya masih terasa ayah’
‘hehehe, makanya kamu baik-baik kalau bertanya dengan dia, ayah saja tidak mau berurusan dengan dia, bukan ayah tidak sanggup melawannya, tetapi dia sudah pilihan dari leluhur kita’
‘maksud ayah?’
‘yang bisa pegang mustika mawar hitam, hanya orang-orang terpilih dari leluhur kita, dia akan menjadi pengganti ayah’
‘jadi benar isu itu ayah?’ tanya melati
‘iya Melati, dia akan menjadi pengganti ayah selanjutnya, tetapi dia akan melakukan syarat-syarat yang ditentukan oleh leluhur kita, jika dia merelakan kehidupannya di dunia.’
‘kalau Melati, tidak rela sih jika dia yang menggantikan ayah’ ucap melati dengan sedikit sebal
‘ya sudah, kamu lihat saja nanti, tapi awas ya kalau kamu minta sama ayah!!!’
‘memang Melati minta apa sama ayah?’
‘yah lihat saja nanti, kalau saja Melati minta sesuatu sama ayah tentang manusia itu, ayah tidak mau bantu’
dengan sedikit gengsi ‘iya Melati janji, tidak akan meminta apa pun dengan ayah, apalagi masalah manusia itu’ ucap melati sambil pergi dari hadapan ayahnya
‘kalau sudah ngambek seperti itu dia’ ucap ayahnya
sambil duduk di hutan lumut di dahan yang besar ‘ayah entah apa seperti itu, aku jadi malu. Tapi kalau di pikir-pikir manusia itu cukup menarik juga’ ucap melati sambil mengelus pipinya
‘rasa sakitnya sudah hilang, tapi rasanya tiba-tiba bisa muncul di sini’ ucap malati sambil memegang dadanya sendiri.
Melati putri dari seorang raja penguasa hutan ini dia mulai memikirkan manusia itu, bernama balon yang saat ini dia yang memegang mustika kerajaan mereka yang diturunkan Oleh nenek moyang mereka,
‘lebih baik aku minta izin dengan ayah, untuk mengawal pemuda yang memegang mustika itu’ ucap melati
seketika melati menghilang dan sudah berada di hadapan ayahnya
‘ada apa melati?’ tanya ayahnya
‘tidak ada apa-apa ayah’ jawab melati
‘jangan bohong, pasti kamu mau meminta sesuatu dari ayah kan?’
‘hehehe iya ayah, ayah tahu saja’
‘sudah kamu mau minta apa?’
‘boleh gak Melati mengawal, menjaga serta menilai pantas tidak pemuda yang memegang mustika kita menjadi pengganti ayah’
‘hehehe, sudah ayah duka kan, kamu pasti mulai tertarik dengan pilihan leluhur kita’
‘ih najis kali ayah, ayah kan tahu kalau Melati sangat benci dengan pemuda itu’
‘ingat melati benci dengan suka itu tidak jauh beda anakku’
‘sudahlah ayah, ayak terkadang suka sok tahu masalah itu, sekarang ayah mengizinkan Melati atau tidak’ ucap melati mulai ngambek
‘mulai anak ayah yang cantik ini ngambek’
‘ayah juga sih yang suka seperti itu’
‘iya-iya ayah izinkan kamu menilai pemuda itu pamtas atau tidak untuk menggantikan ayah’
‘hahhh, kalau dari tadi seperti ini kan, Melati cepat selesai’
‘tapi pesan ayah, kamu jangan sedikitpun macam-macam, kalau kamu macam-macam ayah tidak bisa bantu putriku’
‘baik ayah, Melati janji tidak akan macam-macam dengan pemuda itu’
‘iya sudah pergilah kamu anakku,’
‘terima kasih ayah, Melati pergi dulu ya ayah’ ucap melati sambil memeluk ayahnya.
Seketika melati menghilang pergi menuju alam nyata untuk menilai balon pantas atau tidak menggantikan ayahnya seorang raja, sedangkan balon yang baru bangun langsung keluar menuju tempat perapian semalam mereka duduk saat ini sekitar pukul enam lewat lima belas menit, belum ada satu pun team yang bangun, suasana pun masih sedikit gelap.
“Buat kopi enak ini” ucap balon sendiri
balon mengambil tempat untuk memanaskan air lalu menghidupkan kompor lapangan dan meletakkan ceret yang berisi air, sekitar sepuluh menit air sudah mendidih, karena balon tidak banyak mengisi airnya, karena dia membuatnya untuk dia sendiri.
Dengan memegang penanya “secangkir kopi di temani dengan rokok sudah cocok untuk melengkapi puisi yang akan aku tulis” ucap balon sambil menulis puisi.
Sunrise di Puncak Gunung
Di puncak tinggi, angin berbisik,
membawa sejuk yang menggigil sunyi,
kabut menari di ujung tebing,
merangkul bumi dalam harmoni.
Perlahan fajar merayap datang,
melukis langit dengan warna terang,
jingga merona, emas berpijar,
menyibak gelap yang kian pudar.
Di kejauhan lembah terbangun,
menyambut mentari dengan senyum,
burung-burung mengalun nada,
menyanyikan lagu tentang cahaya.
Wahai mata hari di puncak gunung,
seindah mimpi yang jadi nyata,
sebuah awal, sebuah harapan,
cahaya baru dalam perjalanan.
Samudra Awan di Puncak Gunung
Di puncak tinggi yang sunyi senyap,
kusaksikan samudra tanpa batas,
bukan air yang menghampar luas,
melainkan awan selembut kapas.
Gunung-gunung bagaikan pulau,
menyembul megah di lautan putih,
angin berbisik dalam kedamaian,
menyentuh jiwa, menenangkan hati.
Mentari perlahan menari di ufuk,
mewarnai mega dengan cahaya,
jingga dan emas berpadu lembut,
mengukir pagi penuh makna.
Awan yang indah bak samudra di puncak gunung,
kau kisah sunyi yang menenangkan,
di antara langit dan bumi bertemu,
kutemukan damai tanpa beban.
“Sudah lama pemandangan ini tidak aku lihat, matahari terbit dan samudra awan” ucap balon sambil tersenyum
“Apakah pemandangan indah ini yang terakhir kalinya aku melihat” sebuah pertanyaan balon
‘benar kata ayah, ketika aku mendekatinya aura mustika leluhur memancar di tubuhnya, bahkan aku tidak bisa terlalu dekat dengan pemuda ini’ ucap melati sambil menahan aura dari mustika leluhurnya
melati sudah berada di samping balon ‘aku semakin tertarik dengan pemuda ini, cukup indah tulisannya, walaupun aku dari bangsa jin aku juga punya rasa seperti bangsa manusia’ ucap melati
‘perasaan aku semakin aneh, semakin dekat dengan perjanjian itu’ ucap balon dalam hati
‘memang semakin dekat manusia, aku menunggu kamu manusia,’
“Kok seperti ada yang berbicara, apa ini cuma perasaan aku saja” ucap balon sambil melihat ke kanan dan ke kiri
“Yang kok kamu sendirian” sahut ticong
dengan ekspresi terkejut “eh kamu Yang, gak apa-apa kok. Tadi aku terbangun yah aku langsung keluar saja, sekalian melihat matahari terbit, sudah lama aku tidak melihat ini yang” ucap balon
sambil duduk di sebelah balon “hmmm, iya aku juga sudah lama tidak menikmati keindahan ini dengan kamu Yang”
dengan muka yang memerah dan tatapan yang tajam ‘apa-apaan wanita ini, kok dekat-dekat sama pemuda ku’ ucap melati yang mulai cemburu
‘kenapa perasaan aku seperti ini, apa aku sudah tertarik dengan pemuda ini?’ ucap melati
kali ini melati benar-benar termakan dengan ucapannya, melati mulai mengagumi dan mulai menyukai balon.