NovelToon NovelToon
Belenggu Masa Lalu

Belenggu Masa Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Angst / Penyesalan Suami / Trauma masa lalu
Popularitas:15.1k
Nilai: 5
Nama Author: Gresya Salsabila

Lintang Ayu Sasmita merasa terguncang saat dokter mengatakan bahwa kandungannya kering dan akan sulit memiliki anak. Kejadian sepuluh tahun silam kembali menghantui, menghukum dan menghakimi. Sampai hati retak, hancur tak berbentuk, dan bahkan berserak.

Lintang kembali didekap erat oleh keputusasaan. Luka lama yang dipendam, detik itu meledak ibarat gunung yang memuntahkan lavanya.
Mulut-mulut keji lagi-lagi mencaci. Hanya sang suami, Pandu Bimantara, yang setia menjadi pendengar tanpa tapi. Namun, Lintang justru memilih pergi. Sebingkai kisah indah ia semat rapi dalam bilik hati, sampai mati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Depresi Kronis

"Siapa yang melakukan itu, Sayang? Katakan siapa! Aku akan memberikan keadilan untukmu!"

Pandu bicara dengan setengah menggeram. Tangannya mengepal erat, hingga ruas-ruas jemarinya tergores oleh kukunya sendiri.

Dia marah. Sangat marah. Namun, bukan karena merasa tertipu, melainkan karena tak rela wanita yang dicintainya diperlakukan sehina itu.

"Nggak, Mas, nggak akan bisa." Suara Lintang makin lirih dan parau. Sekali mendengar, Pandu langsung tahu betapa tertekannya Lintang dengan peristiwa itu.

"Pasti bisa, Sayang. Kalaupun nggak ada bukti dan hukum nggak bisa memberikan keadilan, aku sendiri yang akan memberikan keadilan untukmu. Katakan saja siapa mereka!"

Namun, tak ada jawaban dari mulut Lintang. Wanita itu diam dan hanya tangisnya yang makin terisak. Karena tak rela jika orang-orang biadab itu tetap hidup dengan tenang tanpa mempertanggungjawabkan perbuatannya, Pandu pun mengurai pelukannya dan menggenggam erat kedua lengan Lintang. Sekali lagi dia menanyakan siapa orang yang telah berbuat nista pada Lintang di masa lalu.

"Mereka sudah nggak ada, Mas. Mereka sudah meninggal." Jawaban Lintang hanya serupa bisikan. Namun, Pandu bisa mendengarnya dengan jelas.

"Meninggal?" Pandu mengulangi ucapan Lintang, seakan tak percaya jika orang-orang durjana itu mati dengan mudah.

Akan tetapi, Lintang mengangguk, membuktikan bahwa apa yang dia ucapkan barusan memanglah fakta.

"Lalu siapa yang memaksamu aborsi, Sayang? Apa ... keluargamu?"

Masih dengan kepala yang menuduk, Lintang menggigit bibir dengan kuat, sampai menimbulkan luka yang sedikit berdarah. Lintang tersiksa kembali oleh bayangan silam, di mana dia kesakitan dan berdarah-darah sendirian. Janin yang belum lama hadir di rahimnya, dipaksa luruh dengan obat-obatan keras.

Dengan tatapan kosong, Lintang mendongak, menjajarkan wajahnya dengan Pandu.

"Ya, keluargaku. Mereka menghakimiku, menuduhku hina dan murahan. Aku adalah aib yang memalukan, aku adalah beban keluarga." Lintang tertawa. "Kamu tahu, Mas, betapa sakitnya perutku malam itu. Ibu memaksaku meminum banyak obat. Lalu aku dikurung sendirian di kamar. Sehari semalam darah itu mengalir, membuatku kesakitan sampai nggak ingat apa-apa lagi. Mas ... kenapa Tuhan masih memberiku hidup? Kenapa nyawaku nggak dicabut saja malam itu?" sambungnya dengan datar.

Mendengar penuturan Lintang, Pandu tak bisa berkata-kata. Terlalu menyakitkan. Ia tak habis pikir, mengapa mertuanya sekejam itu. Apakah Lintang bukan anak kandung Ningrum? Namun meski begitu, pantaskah dia memperlakukan Lintang sekejam itu?

Tak ada yang bisa dilakukan lagi, akhirnya Pandu hanya memeluk Lintang, sangat erat. Dia ingin menunjukkan bahwa bersamanya Lintang akan baik-baik saja.

"Menangislah sepuasmu, Sayang! Aku akan menemanimu," ucap Pandu sambil mengusap kepala Lintang. Baginya, lebih baik melihat Lintang menangis daripada melihatnya menatap kosong apalagi tertawa dalam kekosongan.

Sambil tetap memeluk Lintang, Pandu berjanji dalam hatinya untuk bicara dengan Ningrum. Wanita itu ... matanya harus dibuka lebar-lebar agar menyadari kesalahannya.

Setelah lebih dari sepuluh menit Lintang menangis, Pandu mencoba bicara lagi. Ia membujuk Lintang agar mau mendatangi psikolog, agar mentalnya mendapat penanganan yang tepat dan pulih seperti semula. Untungnya Lintang tidak menolak, dengan yakin dia mengangguk dan mengiyakan saran Pandu.

_______

Sesuai dengan rencana, keesokan harinya Pandu dan Lintang mendatangi klinik psikologi yang ada di kota tersebut. Pandu sampai izin masuk kerja siang demi mengantar sang istri. Beruntungnya ia memiliki atasan dan rekan yang pengertian, jadi hal itu tidak terlalu dipermasalahkan.

"Mas, kamu tunggu di sini aja ya, biar aku masuk sendiri," ucap Lintang ketika tiba gilirannya.

Meski sebenarnya ingin mendampingi Lintang, tetapi Pandu tak bisa protes. Saat ini yang dia prioritaskan adalah kenyamanan dan ketenangan Lintang. Mungkin, dengan adanya dirinya, Lintang tak bisa terbuka. Jadi, biarkan saja Lintang sendirian, mungkin itu lebih baik baginya.

"Salam kenal, saya Luvita Anggraini. Selamat datang di klinik saya, Mbak Lintang." Psikolog yang bernama Luvita itu menyambut Lintang dengan ramah, tak lupa juga mengulas senyum lebar.

Lintang menanggapinya dengan anggukan dan senyuman tipis.

"Bisa kita mulai obrolannya, Mbak Lintang? Jadi ... apa yang Anda rasakan?"

Lintang diam beberapa saat. Lantas menarik napas panjang dan menjawab pelan, "Saya lelah."

Dua kata yang paling mewakili perasaannya saat itu.

Lintang memang lelah, dengan semuanya. Dirinya yang dari dulu selalu dibedakan, tak ada kepercayaan sedikit pun dari orang tuanya. Dia yang menjadi korban pelecehan, sampai hamil dan dipaksa aborsi. Namun, siapa yang percaya dengan itu? Tidak ada. Keluarga justru menyalahkan dan menghakimi dirinya.

Sampai dia punya ketergantungan dengan obat tidur, sampai bertahun-tahun lamanya, siapa yang peduli? Tidak ada. Hanya Pandu, satu-satunya orang peduli dengannya.

Namun, kerap kali tersirat pikiran lain dalam diri Lintang. Rasanya tak pantas ia mendapatkan cinta dan kasih sayang dari Pandu, setulus itu. Dirinya hanya wanita bekas yang sudah dilecehkan tiga pria durjana. Ia dihina dan diperlakukan seperti hewan saat itu.

Sangat tidak adil bagi Pandu. Dia adalah lelaki yang tak pernah meniduri wanita mana pun sebelum menikah. Pandu berhak mendapatkan yang lebih baik dari dirinya, wanita yang bisa menjaga kehormatan dan memberikan keturunan.

"Mbak Lintang, Anda baik-baik saja?"

Lintang terkesiap. Lalu menjawab dengan gugup. Rupanya, lamunan barusan membuatnya tak mendengar panggilan Luvita yang sudah berulang kali.

"Apa yang membuat Anda lelah? Mbak Lintang, ceritakan pada saya, nanti kita cari jalan keluarnya bersama-sama. Mbak Lintang tidak perlu takut, semua yang Anda ceritakan hanya akan berhenti di saya."

"Saya lelah dengan semuanya, Bu. Saya ingin pergi jauh, yang mana tidak ada seorang pun yang mengenali saya, termasuk suami saya," jawab Lintang.

Luvita tertegun sebentar. "Kenapa, Mbak? Bukankah Mas Pandu sangat mencintai Anda?"

Lintang tertawa. "Apa saya pantas dicintai orang sebaik Mas Pandu? Bukankah dia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik tanpa saya?"

"Mbak Lintang tidak boleh berpikir seperti itu. Semua orang berhak dicintai oleh siapa pun, termasuk Mbak Lintang yang berhak mendapatkan cinta dari Mas Pandu. Percayalah, kebahagiaan Mas Pandu ada pada Mbak Lintang."

Lintang tak menjawab. Namun, dia berpaling sambil menggigit bibir. Dia tidak menutup mata. Selama ini sangat tahu bagaimana Pandu sering berselisih dengan Wenda, karena dirinya. Pandu juga sering dipojokkan oleh Ningrum, hanya karena membela dirinya. Pandu ikut berada dalam posisi sulit karena dirinya.

"Kalau boleh tahu apa yang membuat Mbak Lintang merasa tidak pantas dicintai Mas Pandu?" tanya Luvita.

"Saya tidak punya apa-apa yang bisa dibanggakan. Saya hanya beban yang hina." Lintang menatap datar.

Luvita masih diam, menunggu Lintang memberikan penjelasan yang lebih rinci.

"Kegadisan saya ... direnggut paksa oleh orang-orang durjana. Tapi, tidak ada yang percaya. Mereka justru menuduh saya sebagai perempuan murah dan gampangan. Makanya ketika saya hamil, saya dipaksa aborsi. Dan mereka tidak peduli meski kemudian saya tidak bisa tidur tanpa bantuan obat. Bu ... sekarang kandungan saya kering. Kata dokter karena ada pengaruh penggunaan obat-obatan. Tapi, siapa yang peduli? Ibuku justru semakin menyayangi mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas kejadian itu."

Luvita menarik napas panjang. Ikut prihatin atas apa yang menimpa Lintang.

"Bu ... terkadang saya berpikir ... kematian itu bukan sesuatu yang menyakitkan, tapi ... justru kedamaian dan ketenangan," lanjut Lintang.

Luvita menelan ludah dengan susah payah. Ternyata depresi yang dialami Lintang jauh lebih parah dari yang ia duga. Mungkin, sudah berulang kali wanita itu berperang dengan batinnya untuk mengakhiri hidup.

Usai mengobrol dengan Lintang, Luvita memanggil Pandu dan mengajaknya bicara empat mata.

"Anda sedikit terlambat. Seharusnya, dari beberapa waktu sebelumnya Anda membawa Mbak Lintang ke sini. Dia menyimpan sendiri depresinya selama bertahun-tahun, tanpa mendapatkan penanganan apa pun. Bahkan, dukungan dari keluarganya saya rasa juga tidak ada. Mas Pandu, saran saya, bawa Mbak Lintang ke psikiater. Karena depresinya ini sudah tahap kronis, jadi tidak cukup dengan terapi saja, harus ada pengobatan juga, untuk mengurangi kecemasan dan mengatur pola tidur. Perlu Mas Pandu tahu, penggunan obat tidur tanpa resep dokter itu cukup berbahaya, apalagi ini Mbak Lintang sudah mengonsumsinya sejak lama. Jadi saya harap, Mas Pandu bisa bertindak cepat."

Pandu tertegun lama. Jujur, dia pun tak menyangka kalau kondisi Lintang sudah separah itu.

"Satu lagi yang harus Mas Pandu tahu, depresi yang dialami Mbak Lintang ini adalah perasaan di mana dirinya merasa tidak berharga dan tidak berguna. Dia juga merasa hina, memalukan, dan hanya menjadi beban. Depresi ini jika dibiarkan akan mendorong keinginan untuk bunuh diri, karena merasa tidak ada artinya lagi untuk hidup."

Pandu mende-sah panjang. "Saya tidak tahu kalau kondisi istri saya sudah sejauh ini, Bu. Dari awal menikah, suasana hatinya memang berubah-ubah, tapi ... saya masih menganggap itu dalam tahap wajar. Baru akhir-akhir ini dia sering murung dan cemas parah."

"Mas Pandu, apa itu terjadi sejak Mbak Lintang tahu bahwa kandungannya kering?"

Pandu mengangguk. "Benar, Bu."

Luvita menarik napas panjang, lalu menatap Pandu dengan lekat.

"Seperti dugaan saya. Mbak Lintang merasakan depresi yang parah lagi karena ada sesuatu yang berhubungan erat dengan traumanya di masa lalu. Dan ... pasti itu juga yang membuat Mbak Lintang merasa lebih tidak berguna, karena tidak bisa memberikan keturunan untuk Anda. Mas Pandu, demi kebaikan Mbak Lintang, Anda jangan pernah membahas kehamilan dengannya. Termasuk dari pihak keluarga yang lain, tolong usahakan jangan pernah membahas hal itu."

Pandu mengangguk-angguk meski pikirannya terbebani juga. Untuk diri sendiri, dia yakin tak akan membahas lagi. Untuk ibunya, dia bisa mengusahakan. Namun untuk mertuanya, Pandu tak yakin itu adalah PR yang berat, mengingat bagaimana sikap mertuanya selama ini.

"Jalan pikiran orang yang mengalami depresi, tidak sama dengan kita yang mentalnya normal, Mas Pandu. Mereka lebih sensitif dalam menanggapi sebuah ucapan, apalagi yang berhubungan dengan traumanya. Selain itu, pikiran mereka juga dikendalikan oleh alam bawah sadarnya, jadi tidak bisa berpikir dengan jernih. Apa yang sudah tertanam dalam pikiran mereka, itulah yang akan menjadi acuan dari semua persoalan. Itu sebabnya orang yang sedang depresi sering berupaya untuk mengakhiri hidup, karena yang tertanam dalam pikiran mereka hanyalah diri yang tidak berguna. Merasa sia-sia dan tidak artinya, makanya jalan keluar yang mereka pilih hanyalah pergi."

"Saya akan secepatnya membawa istri saya ke psikiater, Bu," sahut Pandu dengan suara yang sedikit tertahan. Hampir menangis dia mendengar semua penjelasan yang dibeberkan psikolog tersebut.

Bersambung...

1
ken darsihk
sebaik nya nggak usah di buka kan pintu nya Lintang , biar kan saja mereka menunggu sampai suami dan ibu mertua mu datang
Takut nya kamu tidak bisa menanggapi ucapan 2 dari mereka Beny dan ibu mu
Uba Muhammad Al-varo
semoga aja tidak terjadi apa2 sama Lintang, tenangkan dulu hatimu Lintang, berpikirlah dengan baik, jangan gegabah dalam melangkah
Susanti
gawat ini
Apriyanti
jgn di bukain Lintang biarin nungguin suami dan mertua kamu pulang aja,, demi keselamatan kamu
Aditya HP/bunda lia
da kamu mah Lintang udah mnding gak usah bukain pintunya mnding langsung tlp Pandu ajah
BundaneAyaFitri
jangan dulu bukain pintu,tp telpon mas pandu segera lintang 😭😭,ini ibu durhaka mau ngapain lg sih, palingan mau nyuruh lintang buat ngebujuk pandu biar mencabut tuntutan utk 2 kakaknya....😡😡😡, seharusnya sebagai ibu yg bijak, biarkan sj mereka menerima hukuman sesuai kejahatan mereka, biarpun yg mereka jahati sodara sendiri tetapi coba pikirkan jg perasaan lintang dong buk,masa anak yg sdh jelas bersalah mau dibelain, gimana ga semakin hancur perasaan lintang, 😭😭..... next lah Thor,yg banyak ya 👍👍😂
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
gak usah dibuka pintunya lintang. tunggu pandu datang aja
Maya
waduh....waduh....waduh...
ken darsihk
Apa yak rencana nya Beni , semoga sajah bukan hal buruk untuk Lintang Pandu

Duh Pandu di pecat
Akan berdampak nggak ya ke Lintang , kalau Lintang tahu Pandu di pecat
Uba Muhammad Al-varo
Lintang kamu berhak bahagia maka dari itu, ayo semangat untuk sembuh Lintang,awas aja kamu Ben, kalau kamu akan berbuat jahat ke Lintang dan Pandu
Apriyanti
semoga lintang bisa hamil
lanjut thor
Aditya HP/bunda lia
takut si beni macem2 ntar Lontang drop lagi
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
benarkah pandu dipecat?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Benny merencanakan apa? semoga bukan hal buruk untuk lintang & pandu.
N Wage
didikan macam apakah yg didapat oleh albi dan utari selama ini sehingga mereka menjadi manusia2 yg tak punya hati nurani.Yg tdk bisa memakai nalar dan logikanya.
Kalau memang lintang anak hasil selingkuh,yg patut disalahkan adalah orang yg berselingkuh itu.
Emang dia bisa memilih dan memaksa terlahir dr perut siapa?

Sungguh2 bodoh,atw malah mereka berdua ini sakit jiwa kurasa sehingga bisa dg mudah tanpa rasa bersalah berbuat kejam dan sadis
kpd saudara mereka sendiri.

Sekarangpun sdh disidang dan mendengar kondisi lintan yg dpresi parah,tidak ada sedikitpun rasa bersalah atw menyesal dihati mereka.

depresi berat
Apriyanti
ya ampun pandu kamu bener² suami yg paling baik deh pokok nya
lanjut thor 🙏💪😘
Aditya HP/bunda lia
tenang pandu tenang ...
ken darsihk
Pandu hati2 jangan semua yng sudah baik2 sajah menjadi kacau dan berantakan nanti nya
Uba Muhammad Al-varo
selama apapun hukuman yang dijalankan Abi dan Utari semoga mereka berdua sadar dan minta maaf yang tulus ke Lintang, terima kasih Pandu dan mama Wenda yang selalu mendampingi Lintang dalam suka dan duka , semangat untuk sembuh dan menyongsong kehidupan baru yang lebih baik lagi Lintang
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semangat sembuh, lintang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!