NovelToon NovelToon
Antasena Pendekar Tanpa Tanding

Antasena Pendekar Tanpa Tanding

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Spiritual / Perperangan / Ilmu Kanuragan / Kultivasi Modern / Penyelamat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: kelana syair( BE)

Pengembaraan seorang pendekar muda yang mencari para pembunuh kedua orang tuanya.Ia berkelana dari satu tempat ketempat lain.Dalam perjalanannya itu ia menemui berbagai masalah hingga membuat dirinya menjadi sasaran pembunuhan dari suatu perguruan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kelana syair( BE), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenyataan yang sulit diterima

Nyai Damah segera menghampiri Antasena dan Ki Supa yang sedang duduk karena kelelahan.

"ibu sungguh terkesan dengan perkembangan mu Antasena, ibu lihat kekuatan mu sekarang bertambah lebih maju, " Ucap Nyai Damah.

"Kau benar Nyai, tadi aku bertarung dengan Antasena ,tidak lain hanya ingin tahu seberapa besar kekuatannya saat ini dan ternyata aku cukup kewalahan mengimbanginya, " timpal Ki Supa.

"Semenjak kau pulang dari gunung Kemulan kemajuan mu seakan meningkat cepat, apa yang kau temukan di sana Antasena, ayo ceritakan ibu dan ayah mu ingin tahu" ucap Nyai Damah dengan lembut.

"Baik ibu, sebenarnya aku ingin menceritakan tentang tumbuhan yang aku temukan saat aku pergi ke gunung waktu itu kepada kalian berdua namun belum sempat, " ucap Antasena.

"Tumbuhan apa maksud mu Antasena? " tanya Nyai Damah bertambah penasaran.

"Sekarang ,coba kau ceritakan Antasena jangan buat aku dan ibu mu penasaran . " desak Ki Supa.

Antasena segera menceritakan saat dirinya mendaki lereng gunung kemulan dan menemukan bunga emas lima jari di sana.

Ki Supa dan Nyai Damah saling berpandangan, mata mereka melebar. "Bunga emas lima jari?," gumam Ki Supa, "Tak kusangka kau menemukan tumbuhan selangka itu, Antasena!"

Nyai Damah mengangguk, wajahnya dipenuhi kekaguman. "Bunga itu memang sangat legendaris,dan sangat di nanti kemunculannya oleh para pendekar karena khasiatnya yang dapat meningkatkan kekuatan dalam waktu singkat, " kata Nyai Damah."Tak heran jika kekuatanmu meningkat pesat setelah memakannya."

"Tapi, Antasena perlu kau ketahui," Ki Supa menambahkan dengan nada serius, "bunga itu juga dikenal karena efek sampingnya. Kekuatan yang diberikannya bisa meledak-ledak dan sulit dikendalikan jika tidak diimbangi dengan latihan yang sangat cukup"

"Aku mengerti, Ayah," jawab Antasena dengan sungguh-sungguh. "Aku akan berlatih lebih giat lagi untuk mengendalikan kekuatanku."

"Kakang aku ingin bicara berdua dengan mu, ada hal penting yang harus aku sampaikan, " kata Nyai Damah kemudian masuk kedalam.

"Baik Nyai.Antasena kalau kamu ingin teruskan latihan silahkan, tapi ingat kau jangan sampai membuat pepohonan di sini roboh lagi bisa gundul halaman ini nanti, " pesan Ayahnya. Lalu masuk ke dalam.

"Iya Ayah , " jawab Antasena.

Di dalam rumah Nyai Damah dan ki Supa membicarakan tentang ancaman Jaran Kampong beberapa waktu lalu ,tentang kedatangan orang orang dari Semeru, mengingat besok adalah hari kelima.

"Aku yakin mereka tidak datang adalah para pendekar tangguh yang mungkin setara dengan kita. Dalam masalah ini aku tidak mau melibatkan Antar Antasena. " Ucap Nyai Damah.

Ki Supa mengangguk-angguk. "Ya, aku sependapat. Lebih baik kita hadapi sendiri daripada melibatkan Antasena. Lagipula, ini adalah masalah kita, bukan masalah Antasena."

"Benar," Nyai Damah menimpali. "Aku khawatir jika kita melibatkan Antasena, justru akan menimbulkan masalah baru. Kau tahu sendiri, Antasena masih muda dan belum berpengalaman. Aku tidak ingin dia terluka."

Ki Supa tersenyum tipis. "Kau memang selalu memikirkan keselamatan Antasena. Tapi, Nyai, bukankah kita juga harus memberinya kesempatan kepadanya untuk belajar? Bukankah dengan menghadapi bahaya, dia akan semakin kuat?"

Nyai Damah terdiam sejenak. "Kau benar, Kakang .Tapi, aku tetap tidak ingin dia terluka."Dengan alasan apa pun aku tidak mau melibatkan dia untuk masalah ini. "

Ki Supa menghela nafas panjang, ia tahu benar kalau istrinya itu sangat menyanyangi Antasena seperti anak kandungnya sendiri.

"Kalau Nyai sudah berfikir seperti itu baiklah kita suruh Antasena untuk menjauh dari sini, besok kita beri dia tugas saja untuk pergi ke ladang dan tidak boleh pulang sebelum malam, bagaimana? " usul Ki Supa.

Nyai Damah mengangguk-angguk sangat setuju dengan usul suaminya itu. "Sungguh ide yang cukup bagus kakang, aku sangat setuju. "

Malam harinya Ki Supa dan Nyai Damah memanggil Antasena untuk menyampaikan sebuah rahasia yang sudah lama dipendamnya.

"Antasena ayah dan ibu mu, mau menyampaikan sesuatu yang penting kepada mu, " Kata Ayahnya.

"Sesuatu yang penting apa ayah, Ibu,? " tanya Antasena.

Ki supa kemudian menceritakan kepadanya bahwa sebenarnya dia bukanlah anak kandungnya.Dan mengatakan kalau dirinya dulu menemukan Antasena waktu bayi di sungai.

Antasena tertegun. Kata-kata ayahnya bagai palu godam yang menghantam telinganya. Selama ini ia merasa begitu dekat dengan kedua orang tuanya, tak pernah terlintas sedikitpun keraguan akan ikatan darah yang menyatukan mereka.

"A-apa maksud Ayah?" tanya Antasena, suaranya bergetar. Wajahnya pucat pasi. Ia menatap bergantian wajah ayah dan ibunya, mencari jawaban yang mungkin bisa meredakan gemuruh di dadanya.

Nyai Damah menghampiri Antasena, memeluknya dengan lembut. "Antasena, tenanglah. Kami tahu ini sulit untuk diterima, tapi kami harus mengatakan yang sebenarnya." Air mata menggenang di pelupuk matanya.

Ki Supa menarik napas panjang. "Dulu, saat kau masih bayi, Ayah menemukanmu di sebuah peti terapung di sungai. Kau begitu kecil dan tak berdaya. Ayah dan Ibu memutuskan untuk merawatmu, membesarkanmu sebagai anak kami sendiri."

Antasena melepaskan pelukan ibunya. "Jadi, siapa orang tua kandungku? Kenapa mereka membuangku?" pertanyaan-pertanyaan itu berlomba di benaknya. Ia merasa seperti terombang-ambing dalam lautan ketidakpastian.

"Kami tidak tahu, Nak," jawab Nyai Damah lirih. "Tidak ada petunjuk apapun tentang identitasmu. Hanya ada sebuah kalung dengan liontin berbentuk bintang yang kau kenakan." Nyai Damah menunjuk kalung yang selalu melingkar di leher Antasena.

Antasena meraba liontin bintang itu. Benda itu terasa dingin di kulitnya. Ia menatap liontin itu dengan saksama, seolah berharap benda itu bisa berbicara dan memberitahunya tentang asal-usulnya.

Ki Supa melanjutkan, "Meskipun kau bukan anak kandung kami, tapi kami menyayangimu seperti anak kami sendiri, Antasena. Kau adalah bagian dari keluarga kami."

Antasena terdiam. Perasaannya campur aduk. Bingung, sedih, penasaran mendengar kenyataan itu. Ia butuh waktu untuk mencerna semua ini.

"Antasena, " ucap Ki Supa dengan pelan."Ayah berpesan kepadamu jika suatu hari nanti kau bertemu dengan orang tua kandungnya mu, janganlah sekali-kali kau membencinya karena tidak ada orang tua yang tidak sayang pada anaknya.Ayah yakin pasti ada alasan tertentu orang tua mu sampai membuang mu"ucap Ki Supa.

"Benar apa yang dikatakan Ayah mu Antasena,kau masih bisa selamat setelah di hanyutkan ke sungai bisa sampai besar begini pasti itu semua tidak lepas dari doa orang tua mu." tambah Nyai Damah.

Antasena menatap kedua orang tuanya, hatinya yang tadinya dipenuhi kebingungan kini mulai dialiri rasa hangat. Kata-kata Ki Supa dan Nyai Damah bagai air yang menyejukkan api amarah yang sempat menyala dalam dirinya.

"Ayah, Ibu," panggil Antasena lirih, "Terima kasih. Terima kasih karena telah menemukan dan membesarkanku. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan kalian." Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya tumpah juga.

Nyai Damah kembali memeluk Antasena, mengusap punggungnya dengan lembut. "Nak, kau adalah anak kami, selamanya. Darah mungkin tidak menyatukan kita, tapi cinta kami padamu tak kalah besar dari orang tua kandungmu."

Ki Supa mengangguk. "Dan ingatlah pesan Ayah, Nak. Jangan pernah membenci orang tua kandungmu. Doakanlah mereka agar selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa."

Antasena mengangguk dalam pelukan ibunya. Ia merasakan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tuanya. Rasa penasaran tentang asal-usulnya memang masih ada, namun kini ia tidak lagi merasa sendirian. Ia memiliki keluarga yang menyayanginya, dan itu sudah cukup baginya.

"Antasena besok kau pergilah ke ladang dan kerjakan pekerjaan Ayah yang belum selesai, karena besok aku dan ibu mu ada urusan mendesak, " ujar Ki Supa memberi tahu.

"Baik Ayah, pekerjaan Ayah adalah pekerjaan ku juga. Aku pasti akan menyelesaikannya, " jawab Antasena.

"Karena malam sudah larut sekarang pergi tidur,supaya kamu dapat bangun lebih awal, " perintah Nyai Damah.

"Kalau begitu aku masuk dulu Ayah dan ibu, " ucap Antasena, kemudian berlalu dari hadapan mereka berdua.

1
Endri ALLIKA
lanjutkan Bosque 🙏🙏
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
Zainal Arifin
lanjutkan
Redy Ryan Little
Bagus
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Muantebz
ria
lanjutkan
ria
lanjutkan maju terus
ria
maju
ria
semangat
ria
lanjutkan
ria
mantap
ria
maju terus
ria
lanjutkan
yun
mantap semangat dan lanjutkan
yun
lngsung kam
yun
semangat
yun
maju terus
yun
lanjutkan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!