800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Pertemuan yang Diganggu
Kastil Bayangan terasa sunyi malam itu, meskipun di dalamnya berlangsung pertemuan yang sangat menentukan. Athena duduk di seberang Darion Kael di aula utama. Di sekitar mereka, para petinggi pemberontakan dan anggota faksi Norvion berjaga, menjaga keamanan dengan tingkat kewaspadaan tinggi.
Di atas meja besar, peta wilayah Atlantis terbuka lebar, menampilkan titik-titik strategis koloni yang masih tunduk pada kekuasaan tirani. Athena berbicara dengan suara tegas, menjelaskan taktiknya untuk menyebarkan pemberontakan lebih jauh, tetapi Darion tampak lebih hati-hati.
“Aku setuju bahwa kita harus menyerang secara serempak,” kata Darion, sambil menunjuk beberapa titik di peta. “Namun, pasukan Atlantis tidak akan tinggal diam. Mereka mungkin sudah mengetahui pergerakan kita.”
“Kalau begitu, kita harus bergerak lebih cepat daripada mereka,” balas Athena. “Kita tidak punya waktu untuk terus merencanakan tanpa bertindak.”
Namun, sebelum Darion bisa menjawab, suara keras menggema dari lorong luar kastil.
Suara pertama adalah ledakan.
Dinding batu Kastil Bayangan bergetar saat ledakan lain mengguncang struktur tersebut. Para penjaga yang berjaga di luar meneriakkan peringatan, tetapi suara mereka segera tenggelam oleh dentuman senjata otomatis.
“Apa yang terjadi?” tanya Athena sambil berdiri.
Seorang pengawal masuk dengan tergesa-gesa, wajahnya pucat. “Agen Atlantis telah menyusup, Nona! Mereka menyerang dari dua arah. Mereka membawa pasukan elit!”
“Agen khusus,” gumam Darion dengan nada getir. “Mereka tahu kita di sini.”
Athena menghunus belatinya, matanya penuh tekad. “Mereka ingin pertempuran? Kita akan memberikannya.”
Athena, Darion, dan beberapa pejuang lainnya segera bergegas ke lorong utama kastil. Di sana, mereka berhadapan langsung dengan kelompok pasukan Atlantis yang mengenakan baju tempur hitam dan topeng berteknologi tinggi. Agen-agen ini adalah para pembunuh elit, dilatih untuk menghadapi perlawanan apa pun dengan kejam.
Pertempuran langsung pecah. Athena dengan cekatan menghindari tembakan seorang agen, lalu menyerang dengan belatinya, menusukkan senjata itu ke celah di baju tempur lawannya. Darah menyembur, tetapi tidak ada waktu untuk berpikir. Agen lainnya sudah menyerang dengan pisau plasma, memaksa Athena untuk berkelit.
Di sisi lain, Darion bertarung seperti prajurit yang terlatih. Dengan pedang besar di tangannya, ia memotong musuh dengan brutal, tubuhnya berlumuran darah.
“Jangan biarkan mereka masuk lebih dalam!” teriak Darion, matanya berkilat marah.
Di tengah kekacauan, seorang pria muncul di lorong utama. Wajahnya dingin, matanya penuh kebencian. Ia mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan lencana Atlantis di dada, dan di tangannya tergenggam pedang plasma yang memancarkan kilauan hijau terang.
“Darion Kael,” kata pria itu dengan suara rendah yang mematikan. “Kekaisaran Atlantis mengirimkan salam terakhir untukmu.”
Darion memicingkan mata, mengenali musuh lamanya. “Marlen Dane. Kau masih menjilat sepatu para tiran itu?”
Marlen tersenyum tipis. “Dan kau masih bermain sebagai pahlawan tanpa pengikut. Malam ini, aku akan memastikan pemberontakanmu berakhir.”
Marlen menyerang dengan kecepatan luar biasa, menebaskan pedang plasmanya ke arah Darion. Mantan jenderal itu berhasil menangkis serangan tersebut dengan pedangnya sendiri, tetapi kekuatan Marlen membuatnya terdorong beberapa langkah ke belakang.
“Pergi dari sini, Athena!” teriak Darion sambil bertahan dari serangan Marlen. “Aku akan mengurus dia.”
Namun, Athena tidak mendengarkan. Ia malah melompat ke pertempuran, menyerang Marlen dari samping dengan belatinya. Marlen, yang sangat terlatih, berputar dan menangkis serangan itu, tetapi Athena terus menyerang dengan kecepatan dan kegigihan yang mengejutkan.
Pertempuran terus berlangsung di seluruh kastil. Pasukan pemberontak berusaha mati-matian untuk menahan agen Atlantis, tetapi jumlah mereka lebih sedikit. Lorong-lorong kastil dipenuhi tubuh-tubuh yang tergeletak, darah mengalir di lantai batu.
Sementara itu, Athena dan Darion bertarung berdampingan melawan Marlen, tetapi agen itu terlalu kuat. Ia berhasil menebaskan pedangnya ke arah Darion, melukai lengannya. Darion mengerang kesakitan tetapi tidak menyerah.
“Ini belum selesai!” bentak Athena, melompat ke arah Marlen dengan belatinya.
Serangan itu akhirnya berhasil. Athena menusukkan belatinya ke sisi tubuh Marlen, membuat agen itu terhuyung. Namun, sebelum ia bisa memberikan serangan terakhir, Marlen melemparkan granat asap ke lantai, menghilang di tengah kepulan asap tebal.
Ketika asap mereda, pertempuran telah selesai. Agen Atlantis yang tersisa mundur, meninggalkan banyak korban di pihak pemberontak. Athena berdiri di lorong yang dipenuhi tubuh, napasnya terengah-engah.
Darion duduk bersandar di dinding, memegangi lukanya. “Kita bertahan,” katanya pelan. “Tapi mereka akan kembali, dan kali ini mereka akan membawa lebih banyak pasukan.”
Athena mengangguk, wajahnya serius. “Kita tidak bisa terus bertahan seperti ini. Kita harus menyerang mereka lebih dulu.”
Darion menatap Athena, melihat tekad yang membara di matanya. “Kau benar,” katanya akhirnya. “Tapi jika kita menyerang, kita harus memastikan itu adalah serangan yang menghancurkan.”
Athena mengangguk. Ia tahu bahwa pertempuran malam ini hanyalah permulaan. Perang melawan Atlantis baru saja dimulai.