Menjadi Ratu Genit

Mary tersenyum dalam tangis palsunya. Senang sekali akhirnya Raja menempatkan wanita asing itu tepat di tempatnya. Tersungkur di lantai. Sedangkan dia, tepat di sisi Raja.

Semalam, Raja masuk ke dalam kamarnya. Tampak sedang merasa kesal lalu mulai menciumnya dengan kasar. Pria itu merobek seluruh pakaian Mary dan melihatnya dengan pandangan tajam. Mary begitu bersemangat karena malam ini akhirnya datang juga.

Tapi, tiba-tiba Raja jatuh di atas ranjang. Mary sangat terkejut juga takut terjadi sesuatu pada pria itu. Dan ternyata, pria itu mendengkur.

Tak percaya dengan apa yang terjadi, Mary mulai berteriak. Seolah-olah Raja sedang bercinta dengannya. Sepanjang malam, dia terus mendesah dan berteriak sendiri seperti orang gila. Tapi semua terbayarkan saat melihat Raja menampar Ratu.

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Raja setelah mereka keluar dari kamar Ratu.

"Saya tidak apa-apa Raja. Padahal saya ingin menjelaskan tentang semalam pada Ratu. Tapi sepertinya Ratu tidak menerima penjelasan saya dan marah" ucap Mary dengan sisa Isak palsunya.

"Biarkan saja kabar yang beredar tentang semalam. Kau tidak perlu menjelaskan pada siapapun. Dan Ratu, tidak berhak marah padamu" bela Raja.

Pria ini memang sudah jatuh hati padanya. Tidak akan pernah berpaling pada Ratu yang berasal dari wilayah hutan itu. Kini dia tidak lagi mempermasalahkan Raja yang tertidur sesaat sebelum menyentuhnya. Mereka bisa melakukannya kapanpun. Yang terpenting adalah Raja membenci wanita itu. Dan posisi Mary akan aman selamanya.

Wahh, kencang juga. Pikir Keira yang masih duduk di atas lantai kamarnya.

Perlahan bekas tamparan Raja mulai terasa nyeri dan dari ujung bibir Keira keluar cairan hangat, kental berwarna merah. Darah.

Untungnya Raja, wanita liciknya dan semua prajurit serta pelayan cepat pergi meninggalkan Keira. Membuat kamarnya menjadi sepi kembali.

Lalu Jane menghampirinya dengan air mata yang terus mengalir.

"Raja tega sekali. Kasihan sekali Nona ku. Padahal Ratu tidak mengatakan sesuatu yang salah. Raja dan wanita licik itu memang jahat sekali. Mari Ratu"

Jane membantunya berdiri dan berjalan ke arah ranjang. Lalu pergi dan kembali dengan baskom berisi air hangat dan handuk.

"Aahhh sakit" keluh Keira saat Jane menyentuh luka di bibirnya.

"Maaf Ratu. Maafkan saya. Harusnya saya saja yang ditampar. Saya saja yang luka. Bukan Ratu. Huhuhu"

Keira menghapus air mata di pipi Jane. Memeluknya dan berusaha menenangkan jiwa yang belum terbiasa melihat kekerasan dan kejahatan itu.

"Tenanglah. Aku tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil" hibur Keira.

"Bagaimana ini? Ingin sekali saya membalas perbuatan Raja. Tapi saya hanya pelayan rendahan yang tak berguna"

"Tidak perlu. Kau tidak perlu melakukannya. Ambilkan saja saya obat untuk bibir yang sobek ini!" perintah Keira.

"Baik Ratu"

Belum sempat Jane pergi, ada seorang pria yang menghalanginya.

"Jenderal Malone!" kata Jane menyita perhatian Keira. Dia bangun dan pergi menemui Jenderal Malone.

"Selamat malam Ratu" sapa Jenderal Malone.

"Selamat malam Jenderal. Apa ada yang bisa saya bantu? Raja telah meninggalkan kamar ini bersama Nona Mary sejak tadi."

"Saya tahu"

"Lalu?"

"Saya harap Anda tidak berpikir macam-macam. Tapi Ratu telah membantu saya saat merawat luka. Ini ... " ucap Jenderal Malone lalu memberikan sebuah tempat obat kecil.

"Apa ini?" tanya Keira.

"Ini adalah obat luka. Agar tidak meninggalkan bekas. Saya yakin Anda membutuhkannya sekarang"

Apa? Jenderal Malone yang selalu tampak kuat dan tidak tersentuh itu memberikan obat padanya? Kenapa Keira merasa senang sekali sekarang? Dia ingin tersenyum tapi rasa pedih yang ditimbulkan saat melakukannya, membuat Keira tetap menjaga wajah datarnya.

"Tapi Jenderal Malone, ini hanya luka kecil. Tidak berhak menerima obat yang berharga ini" katanya berusaha menjalin percakapan lebih lama dengan pria di depannya.

"Anggap saja saya sedang membayar kebaikan Anda Ratu. Dan saya harap Anda dapat beristirahat dengan baik malam ini"

Pria itu langsung berbalik dan pergi begitu saja. Tidak membiarkan Keira menjaga percakapan mereka berjalan lebih panjang lagi. Tapi ... Keira melihat obat yang diberikan oleh pria besar yang kini tampak seperti beruang hitam besar itu.

"Saya tidak menyangka Jenderal Malone bisa sebaik ini" kata Jane mengganggu lamunan Keira.

"Iya. Pasti tadi dia bergegas ke kamarnya untuk mengambil obat ini. Pria yang sangat baik"

"Mari Ratu, biar saya bantu mengoleskan obat di luka Anda" kata Jane lalu meminta obat itu dari tangan Keira.

Pagi datang dan Keira merasa luka di ujung bibirnya tidak terasa begitu sakit lagi. Pasti karena obat yang diberikan Jenderal Malone padanya semalam. Dia berjalan ke depan cermin dan melihat bengkak di pipi berangsur hilang.

Tidak pernah Keira kira, pria jahat itu akan menamparnya begitu kuat. Di hadapan semua orang. Bagaimana semua orang akan menghormatinya sebagai Ratu, kalau pria jahat itu memperlakukannya seperti ini?

Tapi, bukankah ini yang memang harus terjadi? Semakin Raja mengabaikannya, maka semakin bebas Keira bisa melakukan apa yang dia mau.

Hanya saja, kenapa ada penyesalan dalam hati Keira yang tidak bisa dia lenyapkan dengan mudah? Penyesalan karena telah menolak sentuhan Raja di malam sebelumnya.

Dia sangat yakin itu terjadi sebelum Raja memutuskan untuk tidur dengan wanita licik.

Seandainya dia membiarkan Raja menyentuhnya, kira-kira apa yang terjadi sekarang? Apa Keira akan berjalan seperti wanita licik itu? Karena terlalu lelah melayani Raja?

"Aaahhhh" seru Keira merasa malu karena membayangkan sesuatu yang tidak-tidak.

Tapi, bibir Raja memang hangat dan kenyal. Bahkan jika mencium Raja seharian, sepertinya Keira bisa melakukannya. Lalu, permainan lidah itu.

"Kenapa wajah Ratu merah sekali?" tanya Jane mengejutkan dan menyadarkan Keira.

"Aku tidak mendengar kau datang"

"Saya baru saja pergi ke pusat kesehatan, meminta dokter kerajaan memberikan obat untuk bengkak. Saya akan memberikannya pada Anda sekarang" jawab Jane.

Tapi ... Terlibat dengan pria jahat itu tidak akan mendatangkan hal baik untuknya. Tidak hanya hidupnya. Semua hidup orang-orang di sekitar Keira, yang dia sayang akan terpengaruh semuanya. Dan mungkin dia akan mengalami nasib yang sama seperti kehidupan yang lalu.

"Tidak. Aku akan tetap menjadi seperti sekarang saja" kata Keira meyakinkan dirinya sendiri. Lalu datang Jane, membantunya mengobati pipinya yang bengkak.