Zia harus menelan pahit, saat mendengar pembicaraan suami dan juga mertua nya, Zia tak percaya, suami dan mertua nya yang selalu bersikap baik padanya, ternyata hanya memanfaatkannya saja.
Zia tidak bisa diam saja, saat tahu sikap mereka yang sebenarnya.
"Awas kalian, ternyata kalian selama ini hanya ingin memanfaatkan aku!" gumam Zia, mencekal tangannya.
Instagram:Coretanluka65
FB:Pena Tulip
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membereskan Rangga
Saat malam hari, Zia terbangun dengan kondisi seluruh tubuhnya lemas, dan sesak didadanya.
Zia mencoba mengatur nafasnya.
"Zia, kamu kenapa." Roy melihat Zia sedang terlihat cemas.
Zia tidak menjawab, ia hanya memperlihatkan rasa cemasnya.
"Kontrol emosimu, jangan terlalu cemas," ucap ayah Dimas.
Zia menuruti ucapan sang ayah, namun tidak ada hasilnya.
"Arka, panggilankan dia.." sahut Rey.
"Kenapa harus, Arka?" tanya Roy.
"Biasanya, Zia akan tenang oleh Arka," jawab Rey.
Roy setuju dengan ucapan Rey, karena Roy tidak tega melihat keadaanya Zia, yang sedang merasakan cemas berlebihan.
Roy memanggil Arka, karena kebetulan, Arka tidak pulang, untuk malam ini.
Arka bergegas masuk kedalam kamar Zia, saat mendengar Zia sudah sadar, dan sedang mengalami kecemasan yang berlebihan.
Tidak perlu waktu lama, Arka langsung menenangkan Zia.
"Tarik nafas, lalu buang.." ucap Arka, lalu Zia menuruti ucapan Arka.
"Tenangkan hatimu, tenangkan pikiranmu, jiwamu." Arka mengelus rambut Zia.
"Kontrol emosimu, rasa benci dirimu, lupakan hal yang akan menyakiti kamu," lanjut Arka.
Arka memeluk Zia dengan sangat erat, mengelus rambutnya, supaya Zia tenang.
"Jangan mengingat hal yang membuatmu trauma, tapi ingat saat kamu merasakan bahagia, karena itu energi untuk pikiranmu," ucap Arka.
Arka terus mencoba menengkan Zia, meskipun sedikit pengetahuan dia, tapi Arka melakukannya.
"Jangan lepaskan genggaman tanganku, kak," pinta Zia.
"Aku tidak akan melepaskan dirimu, tidurlah, esok hari, kamu akan melihatku," jawab Arka.
Pada akhirnya, setelah menunggu lama, Zia tenang tanpa meminun obat, dan Arka berhasil membuatnya tenang.
"Zia sudah tertidur," ucap Arka.
Lalu Arka menidurkan Zia, tapi genggaman tangan Zia tidak lepas dari tubuh Arka.
"Untuk malam ini, temani Zia tidur, seperti yang dia katakan tadi," ucap ayah Dimas.
"Tapi ayah.." ucap Roy terpotong.
"Hanya dengan Arka, Zia merasakan tenang," ujar ayah Dimas.
Roy menghela nafas, karena ucapan sang ayah memang benar.
"Baiklah, aku dengan Rey akan tidur dikamar ini, kami akan menemani Zia," ucap Roy.
"Baiklah, karena ini sudah larut malam, kalian tidur," ucap ayah Dimas.
"Iya ayah, kami akan tidur," jawab Roy.
Lalu ayah Dimas meninggalkan mereka.
"Awas bro, jangan melewati batas," ucap Roy.
"Gua tau batasan, tenang aja," jawab Arka.
Lalu mereka tertidur, dengan posisi, Arka bersebelahan dengah Zia, dan disebelah lain ada Rey dengan Roy.
•
•
Sinar matahari masuk kedalam kamar, memancarkan cahaya, yang sedikit menganggu ketenangan Zia.
Zia membuka matanya, terlihat semua keluarganya menatap dirinya dengan sangat intens.
Zia menatap bingung.
"Selamat pagi, Zia," ucap dokter Anita, yang membuyarkan lamunan Zia.
"Selamat pagi, dok," jawab Zia tersenyum.
"Bagaimana tidurnya, nyenyak?" tanya dokter Anita.
"Nyenyak dokter," jawab Zia.
"Sudah tenang?" tanya dokter Anita.
"Saat aku terbangun, entah kenapa, rasanya seperti plong, tidak seperti biasanya," ucap Zia.
"Itu kabar baik, karena kondisimu sedikit membaik, tapi jangan lupa kontrol emosi dan juga setresnya, ya," ujar dokter Anita.
"Ayah, bunda, dan semuanya, bisa tinggalkan aku dengan dokter Anita?" kata Zia.
"Baiklah, kami keluar dulu," jawab ayah Dimas, lalu mereka meninggalkan Zia.
Dokter Anita menatap bingung, tidak biasanya Zia mau bicara berdua dengannya.
"Dokter, aku mau menanyakan sesuatu, karena aku merasa heran dengan diriku sendiri," ucap Zia dengan suara lemah, karena takut ada yang mendengar.
"Heran, maksudmu?" tanya dokter Anita bingung.
"Saat aku tidak bisa mengendalikan emosi dan amarahku, tapi dengan pelukan Arka, aku bisa tenang," ucap Zia.
Dokter Anita tersenyum mendengar ucapan Zia, karena dokter Anita mengira, Zia tidak menyadari perasaannya.
"Itu kontak batin, karena Arka sangat peduli denganmu, atau juga dia sangat mencintai kamu," jawab dokter Anita.
"Tidak mungkin, kak Arka sudah menganggap aku sebagai adiknya," ujar Zia.
"Kenapa tidak mungkin, itu mungkin ko," jawab dokter Anita.
"Jadi begini, ada rasa kepedulian, dan cinta dari Arka, jadi dia menenangkanmu dengan sepenuh cintanya, makanya kamu bisa merasakan tenang," lanjut dokter Anita.
"Begitu ya," kata Zia.
"Sadari perasaanmu, mungkin ada hal yang tidak kamu pedulikan, ternyata sangat memperdulikan kamu," ujar dokter Anita.
Zia mengangguk.
"Satu pesan saya, kamu harus tetap tenang, jangan mengikuti emosimu, kalo kamu bisa mengontrol emosi dan stresmu, kamu akan sembuh," ucap dokter Anita.
"Baik dok, terima kasih selama ini sudah sabar menangani aku," ujar Zia.
"Iya, saya permisi dulu, ada jadwal operasi siang ini," pamit dokter Anita.
Zia mengangguk, lalu Zia mengantarkan dokter Anita keluar kamarnya, terlihat keluarganya masih berada didepan kamar Zia.
"Saya permisi dulu, kondisi Zia sudah membaik, usahakan selalu tenangkan dia," ucap dokter Anita.
"Baik dok, terima kasih," kata bunda Ita.
Lalu dokter Anita memutuskan kembaki keRS.
"Kenapa menatap aku seperti itu?" tanya Zia heran.
"Senang, bisa melihat kamu kembali," ucap Rey.
"Hari ini, aku tidak masuk kantor, kak Rey gantikan aku dulu, ya," ucap Zia.
"Baiklah, aku pergi dulu," pamit Rey.
"Kakak juga pergi dulu, ada meeting nanti siang, ada berkas-berkas yang belum beres," pamit Roy, menyusul Rey.
"Ayah sama bunda, gak mau kemana-mana?" tanya Zia.
"Tidak, ayah akan disini, menenami kamu," ujar Dimas.
"Bunda juga," timpal Ita.
"Kalo gitu, kita bikin kue aja, gimana?" ucap Zia.
"Em, boleh, ayo," ajak ayah Dimas.
Lalu mereka pergi kedapur, membuat adonan untuk membuat kue, menikmati waktu bersama.
"Bu, pak, didepan anu ada i-itu.." ucap sang ART gugup.
"Ada siapa bi?" tanya ayah Dimas.
"A-anu pak, ada mantan suami non Zia," ucap sang ART.
"Bajingan, berani sekali dia," ucap ayah Dimas.
Tidak menunggu lama, ayah Dimas langsung keluar.
"Ada apa lagi kamu kesini?" tanya ayah Dimas, ia masih tenang.
"Aku mau minta ganti rugi sama Zia, ayah," ucap Rangga tidak tahu malu.
"Jangan panggil aku ayah, karena aku bukan ayahmu," ucap ayah Dimas.
"Pergi dari sini, jangan pernah perlihatkan muka anda disini," usir ayah Dimas.
"Aku hanya ingin meminta pertanggung jawaban dengan Zia, seharusnya dia bertanggung jawab, atas apa yang sudah dia lakukan," ucap Rangga.
"Bajingan seperti dirimu, memang tidak tahu diri," ucap ayah Dimas.
"Selama ini aku masih sabar dengan sikapmu yang selalu mengganggu anak-ku, tapi karena sekarang kau memperlihatkan wajah busukmu kesini, maka aku tidak akan diam saja," pekik ayah Dimas, sudah tidak bisa menahan emosinya.
Seorang ayah pasti akan merasakan sakit, saat sang anak disakiti oleh suaminya, selama ini ayah Dimas diam, karena Roy yang selalu mengurus Rangga, tapi hari ini naluri seorang ayahnya tidak bisa ditahan, ayah Dimas terus menghajar Rangga, sampai dia babakbelur.
"Sebentar lagi polisi akan kesini, mereka akan menjemputmu, nikmati kehidupanmu dipenjara," ucap ayah Dimas.
Setelah menunggu beberapa saat, beberapa polisi datang kerumah keluarga Zia.
"Bawa dia, dan jangan keluarkan dia dalam waktu dekat, biarkan dia menyesali setiap perbuatannya," ucap ayah Dimas.
"Aku akan membalas setiap perlakuan kalian, lihat saja nanti saat aku keluar dari penjara," ancam Rangga.
***
Kita tunggu di beberapa bab lagi, pembalasan seperti apa yang akan Rangga lakukan nanti.