bercerita tentang Boni, seorang pemuda lugu yang kembali ke kampung halamannya setelah merantau selama 5 tahun. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga dan sahabatnya, termasuk Yuni, gadis cantik yang disukainya sejak kecil.
Suasana damai Desa Duren terusik dengan kedatangan Kepala Desa, pejabat baru yang sombong dan serakah. Kepala desa bermaksud menguasai seluruh perkebunan durian dan mengubahnya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Boni dan Yuni geram dengan tindakan kepala desa tersebut dan membentuk tim "Pengawal Duren" untuk melawannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam yang Penuh Strategi
Pagi hari di Kampung Duren dimulai dengan suara kicauan burung dan gemerisik daun yang digoyang angin. Boni berdiri di halaman rumah sambil memperhatikan kebun durian dari kejauhan. Ia menghirup udara pagi dalam-dalam, berusaha menenangkan pikirannya. Namun, bayangan tentang ancaman Kepala Desa terus menghantui benaknya.
Ketukan di pintu belakang mengejutkannya. Boni menoleh dan melihat Yuni berdiri di sana dengan senyum khasnya. Ia membawa keranjang kecil berisi jajan pasar yang baru dibeli dari warung.
“Boni, udah sarapan?” tanya Yuni sambil menaruh keranjang di meja kayu dekat pintu.
“Belum, nih,” jawab Boni sambil menggaruk belakang kepala. “Lagi mikirin kebun. Kayaknya Kepala Desa nggak bakal berhenti.”
Yuni tersenyum, tapi sorot matanya penuh pengertian. “Makanya sarapan dulu, biar kuat mikirnya. Kalau kamu terus-terusan stres, nanti malah nggak ada ide.”
Boni terkekeh kecil dan mengangguk. “Iya deh, nyerah sama komando.”
---
Diskusi yang Penuh Ide
Setelah sarapan, Boni, Yuni, dan beberapa anggota tim Pengawal Duren berkumpul di gubuk utama dekat kebun. Pak Jono, Bu Siti, dan Arman juga hadir, membawa kopi dan pisang goreng sebagai pelengkap.
“Jadi, gini,” Boni membuka diskusi sambil duduk bersila di lantai. “Kita harus mulai pasang strategi buat menghadapi langkah Kepala Desa berikutnya. Kalau sebelumnya dia coba nyebarin rumor, kemungkinan besar dia bakal cari cara yang lebih langsung.”
Pak Jono mengangguk setuju. “Betul, Bon. Kita nggak boleh lengah. Tapi, apa rencananya?”
Yuni, yang duduk di samping Boni, mengangkat tangan. “Menurutku, kita harus mulai kumpulin bukti-bukti yang bisa kita pakai kalau nanti dia nekat melakukan sesuatu. Misalnya, rekam percakapan dia sama anak buahnya atau cari dokumen rahasia soal proyek sawit itu.”
Arman mengangguk dengan ekspresi serius. “Setuju. Tapi untuk itu, kita butuh strategi dan orang yang bisa bergerak tanpa mencolok. Kalau aku boleh usul, kita juga bikin jadwal patroli malam untuk jaga kebun. Kemarin ada laporan kalau beberapa pohon di bagian utara sempat digali, walaupun nggak parah.”
Pak Jono terlihat terkejut. “Digali? Siapa yang berani?”
“Mungkin orang-orangnya Kepala Desa,” jawab Boni. “Itu juga sebabnya kita nggak bisa terlalu santai.”
---
Sesi Humor yang Menyegarkan
Setelah pembicaraan serius, suasana mulai mencair ketika Pak Jono tiba-tiba melempar lelucon.
“Eh, tapi ngomong-ngomong soal jaga kebun, inget nggak waktu kita pasang lonceng di batas utara? Siapa tuh yang nggak sengaja bikin loncengnya bunyi waktu mau pipis malam-malam?”
Semua orang langsung tertawa. Boni, yang ternyata pelaku insiden itu, mencoba membela diri. “Hei, itu kan gelap banget! Aku nggak tahu kalau loncengnya ada di situ!”
Yuni menimpali sambil tertawa. “Iya, terus kamu lari balik ke gubuk sambil teriak ‘Ada maling!’ padahal malingnya kamu sendiri!”
Suasana menjadi lebih santai dengan gelak tawa yang memenuhi gubuk. Arman yang biasanya serius pun ikut tersenyum kecil.
“Ya, setidaknya itu bukti kalau sistem kita efektif, kan?” kata Boni sambil mencoba membela diri lagi.
“Efektif buat bikin kita lari kocar-kacir,” balas Bu Siti sambil tertawa.
---
Rencana Patroli Malam
Setelah suasana kembali tenang, mereka mulai merancang jadwal patroli malam yang lebih terorganisir. Arman mengambil alih untuk mengatur tugas.
“Kita bagi jadi tiga kelompok,” ujarnya sambil menunjuk sketsa kebun yang digambar di kertas. “Kelompok pertama di bagian selatan, kedua di utara, dan ketiga di tengah. Nanti kita gantian setiap dua jam.”
Yuni mengangguk. “Bagus, biar nggak ada yang terlalu capek.”
Pak Jono menambahkan, “Tapi jangan lupa bawa senter dan peluit. Kalau ada apa-apa, langsung kasih tanda.”
Boni mencatat semua detail di buku kecilnya. “Oke, jadi mulai malam ini kita jalankan. Siapa aja yang mau ikut shift pertama?”
Arman, Yuni, dan Bu Siti mengangkat tangan.
“Oke, kalian yang mulai. Aku sama Pak Jono di shift kedua,” kata Boni sambil menutup buku catatannya.
---
Malam Pertama Patroli
Malam itu, suasana kebun terasa sunyi. Angin malam berhembus pelan, menggoyangkan daun-daun durian yang rindang. Arman, Yuni, dan Bu Siti berjalan perlahan menyusuri kebun dengan senter di tangan.
“Tenang banget, ya,” bisik Yuni sambil melihat sekeliling.
“Kadang yang terlalu tenang justru bikin was-was,” jawab Arman sambil terus memperhatikan jalur yang mereka lewati.
Bu Siti, yang berjalan di belakang, tiba-tiba berhenti. “Eh, tunggu. Itu apa?”
Mereka semua menoleh ke arah yang ditunjuk Bu Siti. Dari kejauhan, terlihat bayangan seseorang yang bergerak di balik pohon.
“Siapa itu?” teriak Arman dengan suara tegas.
Bayangan itu langsung berlari menjauh. Tanpa pikir panjang, Arman dan Yuni mengejarnya.
---
Kejutan yang Tak Terduga
Setelah beberapa menit mengejar, mereka berhasil menangkap sosok tersebut. Ternyata, itu adalah seorang pemuda desa yang sedang mencoba memetik durian tanpa izin.
“Mas Wandi?!” seru Yuni kaget.
Pemuda itu, yang bernama Wandi, terlihat gugup. “Maaf, Mbak Yuni. Saya nggak punya niat buruk, kok. Cuma pengen nyoba durian yang lagi jatuh tadi.”
Arman menghela napas panjang. “Kalau mau durian, bilang sama warga lain. Jangan sembarangan masuk kebun tengah malam begini.”
Wandi menunduk malu. “Iya, Pak. Saya salah. Maaf ya.”
Bu Siti menepuk bahu Wandi. “Ya udah, kali ini kita maafin. Tapi jangan diulangin lagi, ya. Ini bahaya kalau ada orang lain yang ngira kamu maling.”
Setelah memberikan peringatan, mereka membiarkan Wandi pulang. Yuni tersenyum kecil melihat wajah lega pemuda itu.
---
Kembali ke Gubuk
Setelah kejadian itu, mereka kembali ke gubuk untuk melapor kepada Boni dan Pak Jono.
“Jadi malingnya Wandi?” tanya Boni sambil tertawa kecil.
“Iya, dia cuma lapar,” jawab Yuni. “Tapi kita kasih peringatan biar dia nggak ngulangin.”
Pak Jono menggeleng sambil tertawa. “Anak-anak muda sekarang, ya. Mungkin nanti kita perlu buat papan pengumuman kalau warga boleh ambil durian kalau izin dulu.”
Arman mengangguk. “Bisa jadi ide bagus. Biar nggak ada salah paham lagi.”
---
Malam yang Berakhir Damai
Malam itu berakhir tanpa insiden besar. Meskipun ada kejadian kecil dengan Wandi, mereka merasa semakin yakin bahwa kerja sama dan komunikasi adalah kunci untuk menjaga kebun durian mereka.
Sebelum berpisah, Boni berdiri di depan kelompok dengan wajah serius tapi penuh semangat. “Kita sudah tunjukkan bahwa kita bisa bekerja sama dengan baik. Kalau Kepala Desa datang lagi dengan rencananya, kita pasti bisa hadapi dia. Setuju?”
“Setuju!” jawab semua anggota tim serempak.
Dengan semangat baru, mereka pulang ke rumah masing-masing, siap untuk menghadapi tantangan berikutnya. Malam itu, langit Kampung Duren dipenuhi bintang-bintang, seolah ikut merayakan keberanian dan kebersamaan warga desanya.