Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 19
"Ada kisah suram yang terselip dalam kelopak merahmu, dan kau mekar di antara jutaan malam yang sepi hingga kau berubah menjadi hitam, layu terjatuh hingga kau terlihat tak lagi elok di pandang mata"
"Tutur Perempuan pemeluk duka"
Minggu ke tiga ada hari keberangkatan Aulia menuju Malang, meninggalkan kota Pattimura untuk sementara waktu, demi meraih secuil ilmu. Merasa sedih pada seseorang yang tak kunjung memberi kabar, hilang bagai ditelan Bumi. Apakah kini kisahnya akan kembali? menjadi perempuan pemeluk duka?
Koper berwarna merah ditarik perlahan-lahan oleh tangan mungil milik Aulia. Ia memakai celana jeans cargo berukuran panjang berwarna biru langit serta baju kaos putih yang dilapisi dengan sweater hitam all size, dipadukan dengan sepatu Adidas berwarna hitam. Sementara itu, rambutnya ia biarkan terurai hingga ke bahu.
Berjalan beriringan dengan Andika di sampingnya serta kedua orang tua Aulia juga ke tiga kakaknya. Mereka menuju konter check-in, ada banyak sekali penumpang yang sedang melaporkan diri. Sembari menunggu antrian, mata Aulia terus melirik ke pintu Bandara menunggu seseorang yang sangat dinantinya. Namun, semakin menunggu, harapan itu pupus tatkala jadwal keberangkatannya hampir tiba. Kakinya lemas hatinya pun terluka, merasa kecewa dengan semua keadaan yang ada.
"Ayah, ibu, aku pamit dulu... Jaga kesehatan kalian, jangan terlalu bekerja... Saat aku tiba nanti di Malang aku langsung menghubungi kalian" Ucap Aulia memeluk tubuh kedua orang tuanya yang berumur lima puluh tahun ke atas.
"Iya nak, kamu belajar yang rajin di sana... Jika ada apa-apa segera kabari kami atau kakakmu, apalagi jika uangmu habis jangan lupa minta ke pamanmu juga kakakmu" Aulia mengangguk mengerti, terlihat bibirnya mengembang membentuk senyuman indah.
"Ini dek, rotinya jangan lupa di makan" Seorang perempuan berseragam batik menyodorkan Tote bag berwarna coklat yang berisi roti. Perempuan itu bernama Widya yang bekerja sebagai koki di Bandara, juga merupakan kakak ke tiga Aulia. Sebelum pergi, empat bersaudara itu saling berpelukan dan mencium pipi Aulia seakan tak rela melepas kepergian Aulia.
"Andika, jaga adikmu baik-baik, ini kali pertama Aulia naik pesawat, takutnya dia histeris saat pesawatnya lepas landas" Tutur ibu Aulia membuat Andika mengangguk.
Setelah Check-in, keduanya pun berjalan meninggalkan mereka yang terus menatap setiap langkah Aulia dan Andika, menaiki anak tangga sampai ke lantai tiga. Saat tiba di lantai tiga, para penumpang diimbau untuk segera memasuki pesawat yang telah mendarat sempurna di lapangan. Satu persatu penumpang masuk setelah menyodorkan tiket pesawat kepada salah satu pramugari.
Aulia dan Andika duduk di kursi bagian tengah dekat jendela. Pesawat Lion air dengan nomor penerbangan XX telah lepas landas, terbang meninggalkan Bandara Pattimura yang itu juga membuat Aulia bersedih.
Di bawah sana terlihat hamparan laut yang begitu tenang, sedikit goncangan terjadi pada pesawat membuat Aulia menggenggam tangannya erat. Andika menyadari ketakutan di wajah Aulia, menyentuh kepalan tangan itu lalu berbisik "Tidak apa-apa, jangan takut"
"Hmmm" Aulia hanya berdehem menanggapi ucapan Andika. Perlahan-lahan ia mulai mengatur napasnya yang tidak beraturan, menatap ke luar jendela, melihat Bumi yang sangat jauh di mata.
Telunjuk Aulia bergerak mengitari jendela pesawat, lalu menggambar abstrak yang hanya dirinya lah yang tahu. Keberangkatan pesawat pagi pukul setengah 9 tiba di Makassar.
"Ais, jika seandainya orang tua kita memberikan restu pada hubungan kita... Akankah kau akan kembali padaku?" Aulia menatap Andika cukup lama, sampai Aulia memalingkan kembali wajahnya menatap ke luar jendela.
"Bukankah kita sudah berakhir? Lagipula kita sudah memiliki pasangan masing-masing" Aulia merasakan tangannya digenggam hangat oleh Andika. Pria itu mengelus lembut punggung tangan Aulia, jemarinya, hingga kedua tangan itu saling bertautan.
"Biarkan seperti ini, sekali ini saja" Pinta Andika membuat Aulia tak lagi memberontak dan membiarkan jemari tangannya digenggam oleh pria di sampingnya.
"Aku sungguh lelah Ais, Aku benar-benar lelah... Aku menderita sangat menderita" Lirihnya terdengar pilu hingga tanpa sadar kepala Andika bersandar di pundak Aulia. Perempuan itu tak mengelak, menatap lurus ke depan dan membiarkan pundaknya dipinjam sementara oleh Andika. Tak tega melihat wajah lesu kakak sepupunya itu hingga hati kecilnya mentolerir perilaku Andika padanya.
"Lupakan semua masa lalu agar kamu tidak menderita kak, karena aku tidak bisa kembali lagi ke pelukanmu... Aku adalah perempuan yang sudah dimiliki oleh pria lain dan aku sungguh mencintainya, sangat-sangat mencintainya" Mengucap itu membuat bibir Aulia mengembang dan pancaran kebahagiaan tersirat sangat jelas di mata.
"Seberapa besar cintamu padanya dibanding aku dulu?" Tanya Andika membuat Aulia terdiam sejenak.
"Tidak terhingga" Jawaban singkat itu membuat Andika bungkam untuk kesekian kalinya. Masih dengan posisi yang sama, bersandar pada bahu Aulia dengan mata terpejam.
"Aku ingin selamanya seperti ini, duduk berdua denganmu tanpa gangguan siapa pun serta aku ingin menghentikan waktu agar aku dapat menikmati indahnya hidup bersama dirimu" Gumamnya pelan.
Seorang pria yang mengenakan Hoodie, topi yang menutupi kepala hingga wajah bagian atas dan masker hingga tak terlihat jelas wajah pria itu, sedang menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan memejamkan matanya. Namun, telinganya begitu aktif mendengar setiap kalimat yang terlontar dari mulut Andika dan Aulia.
Pria itu melirik sekilas posisi Andika dan menyipitkan mata seakan tak suka melihat adegan tersebut.
Tak ada lagi perbincangan yang terdengar, semuanya tertidur pulas tapi tidak dengan pria misterius itu, yang masih menatap Aulia bahkan tak pernah lepas sedetik pun, hingga pengumuman oleh pramugari yang mengatakan untuk mengencangkan sabuk pengaman karena beberapa menit kemudian pesawat Lion air dengan nomor penerbangan XX akan segera mendarat ke Bandara Makassar.
Pukul setengah sembilan, pesawat yang ditumpangi oleh Aulia dan Andika telah mendarat dengan sempurna. Para penumpang dengan tujuan Makassar diharapakan untuk segera turun, sementara tujuan Surabaya tetap tinggal karena lima menit yang akan datang, pesawat Lion air itu akan kembali terbang menuju ke tujuan akhirnya.
"Ais, simpanlah kotak ini... Bukalah saat kamu sudah sampai di rumah" Aulia menerimanya tanpa membantah. Setelah memberikan kotak kecil, Andika pun meninggalkan Aulia dengan pria misterius yang masih duduk di kursi ke-tiga setelah Andika.
Kini pesawat kembali terbang menyisakan beberapa penumpang tujuan Surabaya. Aulia masih duduk di kursi yang sama memandangi langit serta Bumi yang sangat jauh. Tiba-tiba pria misterius itu berpindah tempat, duduk di tempat Andika berada. Pergerakan pria itu membuat Aulia menatapnya sedikit curiga, hingga tatapan keduanya saling bertemu membuat Aulia tersentak.
"Ryan?" Aulia membatin. Tatapan itu terasa familiar, dan teringat pada prianya yang di kampung. Lagi-lagi menghela napas berat.
"Tidak mungkin dia di sini" Gumamnya lirih.
"Kau merindukanku?" Terkejut ketika bisikan penuh sensual terdengar jelas di telinganya. Menatap lekat-lekat pria misterius yang tertutup oleh masker. Kemudian tak sengaja mencium aroma khas milik seseorang.
"Lavender"
.
.
.
.
Lanjut part 20