"Ah, aku berada di mana?"
Sebuah tempat yang mengesankan! Sial, tapi ini bukan duniaku. Ini adalah dunia sihir! Tunggu, aku terjebak di dalam tubuh seorang pemuda hina yang memiliki sihir sama sekali.
Bodoh, kenapa aku ini mencintai seorang putri kekaisaran sedangkan aku bukan siapa-siapa?
Ahahaha tidak masalah, mari kita genggam dunia ini menggunakan sebuah kecerdasan yang luar biasa. Tidak apa-apa aku tidak memiliki sihir, tapi aku memiliki sebuah seni yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Ini adalah dunia yang dipenuhi oleh pedang dan juga sihir. Kau tidak punya sihir? maka kau akan dikucilkan. Tapi mari kita lihat, bagaimana pemikiran dunia modern diterapkan di dunia yang tidak pernah menyentuh sains yang menakjubkan. Juga, mari kita taklukkan dunia ini dengan sebuah kecerdasan dan perkembangan teknologi yang luar biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arachanaee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percobaan Berhasil
Ini bukanlah sihir, ini adalah sebuah seni yang mengagumkan. Pertama kali, di Tanah dunia yang penuh dengan sihir, senjata manusia yang tidak memiliki esensi sihir mampu bersaing dengan hebat.
Ledakan menggetarkan penjuru hutan. Burung-burung yang bentuknya sama seperti monster berterbangan, hewan hewan kecil lainnya lari ketakutan. Ini menjadi sebuah hal yang penasaran bagi hewan lainnya, ada apa itu?
Tapi jika kita perhatikan, sosok orang yang tidak memiliki sihir berdiri. Suara ledakan itu membuatnya menelan ludah secara kasar. Saat ternyata senjata yang dia gunakan, jauh lebih berefek hebat dibanding yang dia bayangkan. Minusnya, telinganya berbunyi seperti lebah yang berada di sarangnya. Fungsinya mungkin agak berkurang sebentar. Bayangkan saja, ketika kamu sedang menembak, dan suaranya sangat keras.
Juga, peluru itu cukup menembus kulit kepala lipan yang keras. Ketebalannya mungkin bagaikan baja. Peluru ini jauh lebih parah dibandingkan hanya sekadar tombak atau anak panah. Siapa yang menyangka, kengerian monster itu berakhir, terbaring debgan darah hijau yang menyembur di lubang kepalanya.
Hanya berukuran beberapa senti memang, tapi peluru itu berhasil menembus kepalanya. Magical beast yang terkenal gagah, hanya bisa tertunduk lemah kehilangan nyawa ketika terkena peluru flintlock.
Helen dan Laura ternganga, mereka membuka mulutnya lebar-lebar. Meski mereka menutup telinga mereka. Suaranya sanggup menembus kulit jari mereka. Ini, ini senjata apaan? Bukan anak panah, bukan tombak yang dilemparkan. Tapi senjata yang hanya berukuran dua ruas tangan manusia.
“Ya tuhan, ini mengerikan.” Suara Helen bergetar, dia masih tidak bisa menahan keterkejutannya sambil menutup telinga. Hewan yang ada di depannya, mati. Padahal mereka belum sempat tahu kekuatan apa yang dimiliki hewan itu. Mereka belum sempat bertarung.
Sementara Kazuto masih terdiam. Matanya terbelalak sambil menelan ludah secara kasar, mungkin dia agak syok karena suaranya yang menggelegar. Tapi hatinya tersenyum puas, dia berhasil membuat senjata api yang ditakuti gerakan revolusioner.
Memang, dia tidak ahli dalam menembak. Dia adalah penembak amatir yang mana tidak memiliki keahlian menembak sedikitpun. Tetapi, dari jarak yang dekat seperti itu, pemula sekalipun akan bisa membunuh?
“Aku, aku berhasil kan?” Kazuto masih tidak percaya.
Bahkan Helen pun baru kali ini bingung melihat Kazuto bisa selinglung ini. Dia pun segera menarik kerah bajunya, memandangi sebuah senapan yang kini berasap. Tapi dia sungguh yakin dan percaya, bahwa Kazuto seolah seperti pemburu yang tidak akan pernah mau kalah.
Dan, ketika itu, Kazuto benar-benar sadar. Dia baru saja melakukan hal yang menakjubkan. Dia berbalik badan, wajahnya penuh senyuman.
“Kita berhasil! Kita berhasil! Kita akan pulang besok pagi!” Ucapnya dengan semangat. Ketika itu, Kazuto langsung lari. Lari menyeret Laura dan juga Helen dengan perasaan penuh kesenengen.
Mereka kembali ke gua seolah mendapat kemenangan yang pantas. Tapi memang pantas. Itu bukanlah hal yang sia-sia. Tak mengapa jika mereka berusaha penuh dan mendapatkan hasil yang maksimal. Cukup sudah, ini sudah diluar ekspektasi Kazuto. Ini jauh diluar ekspektasi di depannya. Namun, memang ada perbaikan seperti peluru yang keluar akan menyebar seperti sebuah shotgun. Jika perlu ada perbaikan, maka laras tersebut haruslah ada uliran. Sehingga peluru akan berputar dan meluncur secara aerodinamis.
Ketika mereka kembali ke gua, Kazuto tidak hentinya untuk berpikir senang. Dia tersenyum sepanjang menit hingga terlihat sangat aneh. Tapi ini memang akan berjalan dengan lancar sesuai konsep fisika yang mutlak.
“Aku tidak menyangka, senjata itu sanggup membunuh magical beast itu sebelum kita bertarung.” Helen masih tidak menyangka akan hal ini.
“Ini baru permulaan. Jika kita menambahkan tabung di sini, maka kita tidak perlu menambahkan peluru secara manual. Tapi aku tetap bangga. Jika bukan karena berkatmu, kita tidak akan berhasil. Terimakasih Helen, terimakasih Laura.” Ucap Kazuto dengan tulis.
Helen san Laura benar-benar tersenyum. Kemudian Laura, memandang senjata yang dia pegang yang mana senjata ini menjadi sebuah titik kekuatan hebat selain pedang. Dia sempat berpikir, bagaimana jadinya jika dia dalam mode menghilang tetapi menggunakan senjata ini? Tidak masalah jika suara keras ini mungkin akan membuat orang tahu dimana posisinya, tapi sekali menembak, orang tersebut tidak akan pernah bisa menghindar.
“Bi-bisakah aku menggunakan senjata ini?” Ucap Laura dengan lirih. Dia sebenarnya bertanya kepada dirinya sendiri, tapi, Kazuto meresponnya dengan baik.
“Tentu, siapa saja bisa menggunakannya. Tapi sebenarnya perlu dilakukan latihan secara extra ketika menggunakannya dari jarak yang jauh.” Jawab Kazuto.
Laura tersenyum. Ya, ini efektif untuk pertarungan jarak jauh. Maka dari itu, dia tertarik dengan ini.
“Tapi aku mengantuk, aku ingin tidur.” Kata Kazuto kemudian dia berbaring. Dia tidak sabar untuk pulang, dan membantai magical beast yang dia temui dengan senjata apinya. Hanya saja, dia harus lebih menggunakannya secara tepat, karena hanya ada 19 sisa peluru yang ada.
Hari sudah malam, Kazuto benar-benar ingin beristirahat.
……
Esok hari, ketika matahari sudah terbit. Hanya saja di ujung gua, sinar matahari tidak mampu untuk naik atau mungkin menembus lembah yang mengelilingi danau belerang untuk waktu ini.
Tapi memang kebiasaannya, Ryugard sudah bangun pagi-pagi. Wajahnya tanpa ekspresi sedang menatap danau belerang yang berisi dengan air hangat. Sesuai dengan kebiasaannya, ketika pagi dirinya akan berendam pada air hangat untuk menghilangi rasa gatal diseluruh tubuhnya.
Namun kali ini agak aneh di tubuhnya. Dimana salep belerang menempel di tubuhnya sepanjang malam dan tidak di bilas.
Dia melepas seluruh bajunya, dan mulai berendam. Rasa hangat itu mengakahkan hawa dingin di pagi hari. Rasanya begitu nyaman. Juga salep yang ada di tubuhnya juga luntur karena terkena air. Selain rasa nyaman, Ryugard juga tidak merasa rasa gatal seolah rasa gatalnya sedikit berkurang.
Tidak, justru itu sedikit aneh. Ryugard membuka matanya lebar-lebar. Biasanya ketika dia bangun, rasa gatal yang menyakitkan akan menggerogoti tubuhnya. Tapi kali ini, rasa gatal itu tidak hanya sedikit berkurang, tapi juga benar-benar berkurang.
Dia membuka matanya lebar-lebar.
Ketika cahaya memang sedikit redup, dia melihat beberapa kulit yang terluka karena penyakit kulit terkelupas. Walaupun tidak semuanya, tapi paling tidak sekitar 20% sudah mengelupas. Itu menjadi hal yang mengejutkan bagi Ryugard.
Jangan berpikir bahwa ketika kulit Ryugard mengelupas, itu adalah pertanda hal buruk. Itu adalah tanda hal baik! Ryugard tersenyum untuk pertama kalinya. Dia sangat senang dan benar-benar senang ketika ternyata resep yang diberikan dari Kazuto kepadanya bisa menyembuhkannya.
Maka dari itu, dia langsung keluar dari air panas, mengenakan baju dan segera ke depan.
Ketika dia melihat Kazuto yang masih tertidur, alih-alih membiarkannya karena kasihan, naga itu justru mengguncangkan tubuh Kazuto dengan keras dan membangunkannya.
“Kazuto, kazuto! Lihat ini!” Teriak Ryugard dengan perasaan yang begitu senang.
Kazuto membuka matanya secara perlahan, dia menguap seolah kantuk masih melekat di tubuhnya. Ini sangat menyebalkan baginya, sehingga terpaksa dia harus bangun karena si naga itu membangunkannya secara paksa.
“Apa-apaan sih.”
Tapi yang membuat Kazuto benar-benar langsung bangun, dia melihat, Ryugard pertama kalinya tersenyum senang di hadapannya. Bukan lagi tersenyum sinis.
“Hebat!”
ayo mampir juga dinovelku jika berkenan