"Kaiden?"
Savira Azalea biasa dipanggil Zea, umurnya 21 tahun lebih berapa bulan. memilih merantau ke kota demi meninggalkan keluarga toxic nya, Zea justru bertemu kembali dengan mantan pacarnya Kaiden, sialnya Kaiden adalah anak dari majikan tempat Zea bekerja.
"Zea, kamu mau kan balikan lagi sama aku?"
"enggak Kai, aku gak bisa kita udah berbeda"
"enggak Ze, enggak!. kamu tetep Zea-nya Kaiden. gadis yang aku cintai sedari dulu. kamu dan hadirnya berarti dalam hirup aku Ze"
"kisah kita memang indah, tapi tidak untuk diulang"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nsalzmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Pingsan
Dibab 19 ini cuman ada cerita tentang Vara dan Yoan. Yang gak suka boleh skip oke.
Bruk
"Seshh..." Ringis Yoan menyentuh lututnya yang sedikit terluka menghantam paving blok.
"Kamu sih. Gak lihat-lihat pas mau mendarat. Seharusnya turun jangan lompat gaya duduk gitu." omel Vara yang sibuk merapikan bajunya.
Yoan berdiri, membersihkan lengan bajunya yang sedikit kotor. "Yuk." Ajak Yoan yang berjalan pelan, sedikit pincang.
"Ayo, aku bantu." tawar Vara menyentuh lengan gadis itu namun di tepis pelan.
"Udah gapapa Ra. Lagian kita juga beda kelas." Ucap Yoan berjalan cepat, meski wajahnya penuh dengan ringisan kesakitan.
Vara terus memperhatikan langkah Yoan, hingga tubuhnya menjauh dan masuk ke gedung sebelah kiri sana, dimana kelas Yoan berada. Ia menarik tali ransel tas kanan kirinya. Menghela nafas lega, karena akhirnya tetap bisa masuk, meski melalui jalur ilegal. Katakan saja itu ilegal.
Siapa yang punya kuasa menaruh tangga besi diluar tembok sekolah kalau bukan Ezra. "Udah ganteng, baik lagi. Mau nolongin juga." Gumamnya mengingat pertemuan manis beberapa menit yang lalu.
Teng
Ia berjalan setengah berlari, saat mendengar suara lonceng yang berbunyi nyaring.
Sekolah SMA NUSA GARUDA adalah tempat berkumpulnya para anak pejabat daerah maupun negri. Yang bapaknya jadi pengacara, direktur, arsitek, semua berkumpul jadi satu di sekolah ini.
"Loh Ra baru datang?" Tanya Bayu si ketua kelas yang tak sengaja berpapasan.
Vara menoleh ke samping kanan kiri. Ia maju mendekat. "Sustt jangan lapor pak Maman ya. Gue telat." ngomongnya pelan banget.
Bayu hanya mengangguk pelan. "Lo buruan masuk gih. Sebentar lagi pak Maman masuk jam pertama." Perintahnya cuek dan langsung melewati Vara begitu saja.
Vara menghela nafas lega. Ia langsung berlari dan masuk kedalam kelasnya.
"Tumben telat." ejek Laskar yang duduk di kursi belakang Vara.
Vara tak menjawab ia langsung mendudukan bokongnya dengan kasar. Ia melepaskan tas ranselnya dari punggung. Bibirnya mengerucut saat melihat tas bagian depannya kotor.
"Lewat mana tadi Ra?" Tanya Laskar yang memperhatikan tangan Vara mengusap tasnya.
Vara menoleh kebelakang. "Lewat perpus
"Selamat Pagi anak-anak." Didepan sana Pak Maman masuk dengan beberapa tumpukan kertas ditangannya.
"Vara. Maju!" Perintahnya tegas.
Vara melotot kaget, dia pikir dia selamat dari keterlambatan nya. Tapi apa ini? Tolong selamatkan Vara dari guru killer satu ini.
"Kamu budek?" Lagi ketus pak Maman memanggil.
"Ra. Maju gih." suruh Laskar menggoyangkan sandaran kursi besi dari belakang.
Vara berdiri, berjalan pelan dengan rasa takut yang lebih mendominasi.
"Selamat." Guru killer ber nametag Maman S. Ini menjabat tangan mungil Vara.
Vara yang bingung hanya diam dan menatap wajah pak Maman dengan tatapan kosong.
"Kamu dapat nilai c pada ulangan saya." Lanjutan yang membuat seisi kelas tertawa kencang.
"Sudah berulang kali saya ingatkan. Kamu harus belajar yang rajin. Ini apa coba!" Maman menuding nilai Vara. "Pertanyaan mudah seperti ini saja kamu tidak bisa menjawab." Geram Maman menggelengkan kepalanya.
Vara menunduk takut. Ia juga merasa malu karena dirinya dicemooh murid sekelas. "Gara-gara drakor jadi mampus nilai ku." Batin Vara ingin menangis.
"Sudah. Kembali ketempat duduk mu." Pinta Maman dengan nada galaknya.
Bruk
Vara mendaratkan bokongnya kasar. Mengusap wajahnya dengan erangan frustasi. "Ini gimana kalau sampai mama sama papa tahu nilai ku." Gumam Vara yang memperhatikan hasil ulangan dengan nilai terburuk itu.
"Oke. Anak-anak. Berikan tepuk tangan yang meriah untuk siswa teladan yang berhasil mengerjakan ulangan materi saya. Dengan nilai A+ dan total benar dalam seluruh jawaban." Seru Maman dengan senyum merekah. Terlihat begitu bangga.
Prok prok prok
Semua murid dikelas X IPS 1 bertepuk tangan kecuali Vara, yang masih merenungi kesalahannya.
"Galaskar."
Tidak ada yang kaget kalau siswa bernama Galaskar yang satu ini dipanggil guru karena kepintarannya. Sudah pintar tampan pula. Semua orang akan mengatakan hal yang sama seperti itu.
Galaskar maju dengan senyum bangganya. Ia menerima kertas ulangan yang di berikan pak Maman. "Makasih pak." ucapnya sedikit menganggukkan kepalanya.
"Tingkatkan terus ya." ucap Maman menepuk pundak Laskar pelan.
***
"Yoan." Merasa namanya dipanggil Yoan menoleh kebelakang. Bola matanya melebar saat melihat Ezra ada dibelakangnya.
Menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan segala sudut agar tidak ada yang curiga. Ia melangkah mendekat. "Kak Ezra ngapain kesini?" tanyanya pelan
Ezra mengelus helaian rambut di pipi Yoan pelan. "kangen kamu." ucapnya sembari terus mengelus.
Yoan menepis tangan itu. "Udah. Balik kelas gih. Ntar ada yang lihat." resah nya sambil terus menoleh ke kanan dan kiri.
Srettt
Yoan tersentak kaget karena tubuhnya tiba-tiba ditarik Ezra masuk kedalam toilet.
"Kak apa-apan sih." erang Yoan mengelus pergelangan tangannya.
"Plis awas. Aku ada jam olahraga." pintanya ingin membuka pintu. Tapi dihadang oleh tubuh Ezra yang semakin mendekatinya.
Ceklek.
"Shutt." Ezra menempelkan jari telunjuknya dibibir gadis itu.
"Yoan?" suara seseorang memanggil
"Yoan? Kamu masih disini kan?"
Bibir Yoan bungkam, tubuhnya bergetar saat mendengar seseorang memanggil, sementara Ezra menyandar di dinding dengan satu kali yang diangkat dan menempel Kedinding. Sebelah alisnya terangkat. "Mau aku yang jawab?" godanya lirih.
Yoan memelototi pacar gantengnya itu. "I-iya aku ada didalam."
"Oh iya? Cepetan sebentar lagi kita pemanasan." ucap seseorang setelahnya ia keluar dari toilet.
"Kemarin kemana?" Tanya Ezra yang melangkah mendekat. Memegang dagu Yoan agar gadis itu mendongak. "Kemarin kemana?" ulangnya lagi.
"Bukan urusan kamu." jawab Yoan ketus, ia menepis tangan besar itu.
"Oh gitu? Kalau bukan aku yang nolongin kamu kemarin mungkin kamu gak sekolah sekarang!" ucapan yang membuat mata bulat Yoan melotot.
"Ckk. Kalaupun kemarin aku mati. Bukannya itu mau kamu?" tanya Yoan dengan senyum sinis nya.
"Kamu gila apa? Ya jelas enggak lah." ucap Ezra dengan nada tingginya. "Aku itu cuman cinta sama kamu Yoan. Enggak ada yang la-"
"Nesha." ucap Yoan dengan nada menantang. Ia mendekat menatap tajam pacarnya. "Menurut kamu. Kalau kemarin aku gak minta tolong sama kamu. Aku minta tolong siapa? Siapa? Coba kasih tau aku. Aku harus minta tolong sama siapa?" Jerit Yoan. Air matanya menetes begitu saja.
"Sutt. Sayang udah." Ezra memegang kedua lengan kekasihnya. "Maafin aku ya." Ia memeluk tubuh Yoan yang bergetar.
"Kamu seharusnya tau. Kalau aku gak punya siapapun selain kamu." ucapan yang membuat dada Ezra memanas.
Cukup lama merak berpelukan. Ezra membuka matanya yang sedari tadi memejam menahan rasa bersalah. Mengendurkan sedikit pelukan. Menatap wajah kekasihnya yang hari ini terlihat sedikit pucat.
"Sayang?" panggil Ezra mengelus puncak kepala Yoan.
Yoan mendorong tubuh Ezra. "Aku pergi." Pamitnya melewati Ezra.
Ezra memberi jalan, memberi ruang pada sang kekasih yang mungkin masih marah.
Ceklek
Bruk
Pintu toilet yang dibuka, berbarengan dengan tubuh Yoan yang langsung tersungkur jatuh di lantai.
"Yoan." Seru Ezra mendekat. "Sayang bangun." ia menepuk pipi Yoan. Ada darah yang tiba-tiba keluar dari hidung Yoan.
Ezra menggeleng. "Sayang bangun." Pintanya.
Sekarang adalah waktu dimana seluruh murid SMA NUSA GARUDA sedang sibuk melakukan aktivitas belajar mengajar. Tidak akan ada yang akan mendengar ataupun melihat keberadaan mereka berdua kecuali Ezra berteriak. Dan dalam situasi seperti ini tidak mungkin Ezra akan berteriak meminta tolong.
Dengan gentle Ezra menggendong Yoan ala bridal style.
Ia melangkah cepat keluar dari toilet. Posisi sangat jauh dari ruang UKS karena ruang itu ada di lorong yang berbeda.
Mengingat Yoan yang bukan pingsan biasa. Ezra berniat membawa Yoan pergi kerumah sakit.
"Loh' Yoan kenapa?" tanya Bu Ira, guru yang kebetulan lewat.
"Pingsan Bu." ucapnya sambil berjalan cepat.
"Bawa ke UKS saja Ezra." perintah Bu Ira yang membuat langkah Ezra tak berhenti, karena sebentar lagi ia akan sampai ada pada parkiran sekolah.
Bu Ira menarik nafas dalam. "Ezra?" Panggilnya meminta agar berhenti.