Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.
Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.
Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah Kecil Menuju Liburan
Pagi itu Zoe dan Ethan duduk di meja dapur, di apartemen Zoe yang kecil tapi cozy. Zoe sibuk dengan ponselnya, mencari informasi tentang tempat-tempat wisata di sekitar pantai yang akan mereka kunjungi. Sementara Ethan duduk di sampingnya, menyeruput kopi hitam yang masih mengepul. Hari liburan mereka sudah semakin dekat, dan rencana-rencana yang tadinya cuma ide gila spontan dari Zoe kini mulai terasa nyata.
"Ethan, lihat ini! Ada homestay dekat pantai yang murah banget. Lokasinya pas di pinggir tebing dengan view laut langsung!" Zoe tampak sangat antusias, menunjukkan foto-foto tempat yang dia temukan di internet.
Ethan menatap layar ponsel Zoe dan mengangguk pelan. "Bagus sih, tapi kayaknya tempatnya terlalu terpencil, Zo. Kalau ada apa-apa, kayaknya jauh banget dari pusat kota."
Zoe mendesah, meletakkan ponselnya. "Eth, ini liburan. Kita kan mau kabur dari hiruk pikuk kota. Masa kamu masih mau tinggal di tempat yang ramai?"
Ethan tersenyum kecil. "Ya, tapi kan bukan berarti kita harus tinggal di ujung dunia juga. Kalau listriknya mati tengah malam, gimana? Atau kalau kita kelaparan tapi nggak ada warung yang buka?"
Zoe tertawa sambil memutar matanya. "Yah, kamu kebanyakan mikir. Kadang-kadang, Eth, hal-hal kayak gitu nggak perlu dipikirin. Seru-seruan aja!"
Ethan hanya mengangkat bahu. Dia tahu Zoe benar, tapi sulit baginya untuk melepaskan kebiasaan overthinking yang selalu membuatnya merasa harus siap untuk segala kemungkinan. "Ya udah, kalau kamu suka tempat itu, kita bisa coba."
Zoe tersenyum lebar, merasa senang karena Ethan akhirnya setuju. "Yay! Kita pasti bakal suka tempat ini, Eth. Lagian, kalau ada apa-apa, kita bisa improvisasi. Itu kan bagian dari petualangan."
Ethan tersenyum tipis, lalu melanjutkan minum kopinya. "Improvisasi, ya? Oke, kita lihat nanti."
---
Beberapa hari kemudian, pagi yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Zoe berlari-lari kecil ke apartemen Ethan sambil menyeret koper kecil berwarna cerah. Pakaian kasual, kaus oversized, dan topi bundar lebar membuat Zoe terlihat siap untuk liburan pantai.
"Ethan! Kamu udah siap belum? Ayo kita berangkat, nanti kesiangan!" teriak Zoe sambil mengetuk pintu.
Ethan membuka pintu apartemennya, sudah rapi dengan kemeja flanel dan jeans. Di belakangnya ada tas ransel hitam yang cukup besar. "Siap. Kamu nggak usah teriak, aku udah denger."
Zoe memandang tas besar yang dibawa Ethan dengan mata melebar. "Astaga, Eth. Kamu mau pindahan, apa gimana? Itu bawa apa aja sih?"
Ethan hanya tersenyum tipis. "Biasa, persiapan. Pakaian ganti, peralatan mandi, powerbank, beberapa makanan ringan, charger, senter, dan—"
"Senter?" Zoe tertawa keras. "Kita ke pantai, bukan ke gua! Kenapa kamu bawa senter?"
Ethan mengangkat bahu santai. "Siapa tahu. Kita kan nggak pernah tahu apa yang bakal terjadi."
Zoe menggeleng sambil terkekeh. "Ya ampun, kamu itu benar-benar beda dari aku. Aku cuma bawa baju sama sunscreen!"
Ethan menatap Zoe dengan cengiran kecil. "Ya, makanya kita cocok. Kamu yang spontan, aku yang siap sedia. Kita saling melengkapi."
Zoe tersenyum mendengar itu. Meski Ethan sering terlihat terlalu berhati-hati, sebenarnya Zoe merasa nyaman dengan kepribadian Ethan yang selalu siap untuk segala kemungkinan. Dia merasa aman berada di dekat Ethan, meski sering bercanda tentang betapa "terorganisirnya" pria itu.
---
Perjalanan ke pantai berlangsung lancar, meski ada beberapa detik awkward ketika musik dari playlist Zoe tiba-tiba berhenti karena koneksi Bluetooth yang putus-putus. Mereka berhenti di rest area untuk mengisi bensin dan membeli camilan, lalu melanjutkan perjalanan sambil bercanda soal lagu-lagu lama yang muncul di radio.
"Ethan, kamu ingat nggak lagu ini?" Zoe tiba-tiba berteriak ketika sebuah lagu lama dari tahun 2000-an mengalun di radio. "Ini lagu favorit aku waktu SMA!"
Ethan mendengus pelan. "Lagu ini? Seriusan, Zo? Liriknya aja aneh banget, apalagi melodinya."
Zoe menggeleng dengan ekspresi pura-pura kecewa. "Eth, Eth... selera musikmu terlalu sophisticated. Kadang-kadang kamu harus nikmatin hal-hal yang simple kayak gini. Lirik aneh itu justru yang bikin lagu ini memorable!"
Ethan hanya tersenyum tipis, membiarkan Zoe bernostalgia dengan lagunya. Dia lebih fokus ke jalan raya, sesekali mencuri pandang ke arah Zoe yang sibuk bernyanyi sendirian. Ada sesuatu yang menghangatkan hati setiap kali dia melihat Zoe begitu bahagia. Meski kadang Zoe bisa jadi ribut dan impulsif, itulah yang membuat Ethan merasa hidupnya lebih berwarna.
---
Setibanya di homestay, mereka langsung terpesona oleh pemandangan laut yang terbentang luas di depan mereka. Tempat itu memang sepi, seperti yang Zoe inginkan. Hanya ada mereka berdua dan suara ombak yang memecah di kejauhan. Ethan, yang awalnya ragu soal tempat ini, diam-diam mengakui bahwa Zoe membuat pilihan yang tepat.
"Ini tempat yang sempurna, Zoe. Kamu benar," kata Ethan sambil memandangi hamparan laut.
Zoe tersenyum bangga. "Tentu aja, aku selalu benar kan?"
Mereka meletakkan barang-barang di kamar dan segera berjalan menuju pantai. Ethan membawa bukunya dan Zoe membawa kamera polaroid. Saat mereka duduk di atas pasir putih, Ethan sibuk membaca sementara Zoe memotret pemandangan sekitar.
“Eth, liat deh! Hasil fotonya bagus banget!” Zoe berlari-lari kecil ke arah Ethan, menunjukkan hasil jepretan Polaroidnya. Di dalam foto itu, ada bayangan Zoe dengan latar belakang laut yang biru cerah.
Ethan menatap foto itu dan tersenyum. "Iya, kamu memang berbakat, Zo."
Zoe duduk di sampingnya dan mendesah pelan. "Eth, kamu nggak merasa ini momen yang sempurna buat kita bahas tentang... ya, kamu tahu... kita?"
Ethan menutup bukunya, meletakkannya di pangkuan. "Maksudmu tentang perasaan kita?"
Zoe mengangguk. "Iya, aku pikir selama ini kita cuma muter-muter di zona nyaman. Kita dekat, tapi nggak pernah benar-benar ngomong soal perasaan."
Ethan menatap ke arah laut, mencoba merangkai kata. Dia tahu Zoe benar, tapi mengungkapkan perasaan itu selalu jadi hal yang sulit bagi dirinya. "Aku nggak pernah bilang karena... aku nggak mau kamu merasa terbebani, Zo. Aku tahu kamu orang yang spontan, sedangkan aku—"
Zoe memotongnya. "Dan kamu lebih hati-hati. Aku tahu. Tapi, Eth, nggak ada yang salah dengan itu. Justru, mungkin kita bisa saling melengkapi. Aku yang dorong kamu buat lebih berani, kamu yang ingetin aku buat nggak terlalu gegabah."
Ethan tersenyum kecil. "Iya, mungkin kamu benar. Kita memang punya dinamika yang menarik."
Zoe menatap Ethan dengan serius. "Jadi, Eth... kamu merasa gimana?"
Ethan terdiam sejenak, lalu mengambil napas dalam-dalam. "Aku... aku suka kamu, Zoe. Mungkin sudah lama, tapi aku terlalu takut buat mengakuinya. Aku nggak ingin merusak apa yang kita punya."
Zoe tersenyum lebar, matanya berbinar. "Eth, aku juga suka kamu. Kamu tahu nggak, selama ini aku nunggu kamu yang ngomong duluan."
Ethan terkejut. "Serius? Kamu nunggu aku?"
Zoe mengangguk dengan cengiran. "Iya dong. Tapi kayaknya kalau nunggu kamu terus, bisa-bisa aku tua duluan."
Mereka tertawa bersama, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, tidak ada lagi ketegangan yang menggantung di antara mereka. Mereka berdua tahu bahwa meski perjalanan ini masih panjang, setidaknya mereka sudah mengambil langkah pertama.
Matahari mulai tenggelam, mewarnai langit dengan semburat oranye dan merah jambu. Zoe menoleh ke arah Ethan, masih dengan senyumnya yang tak hilang.
"Eth, sekarang kita tinggal nikmati perjalanan ini. Pelan-pelan, tapi pasti."