NovelToon NovelToon
Jerat Hati Sang Duda Dominan

Jerat Hati Sang Duda Dominan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / One Night Stand / Selingkuh / Teen Angst / Penyesalan Suami
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Lifahli

"Mengemislah!"

Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.

Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Negosiasi

...Happy reading!...

...•••...

Tian untungnya mengerti keadaan mereka yang tak semudah itu, jadi Tian mau tak mau harus merelakan kerjasama dengan kakaknya tertunda dulu. Namun, walaupun begitu Kirana sudah berjanji akan mengajari Tian membuat roti resep buatan ibu mereka.

"Gapapa Mbak, sekalian Tian belajar jadi mandiri. Nanti juga Tian mungkin tidak bisa selamanya tinggal disini, entah masa depan akan membawa Tian kemana. Tian selalu berdoa buat Mbak juga, Mbak pasti ada kemauan yang besar kan? Tian tau itu, tapi Mbak sudah rela kerja keras banting tulang demi keluarga. Terima kasih ya Mbak, aku sayang banget sama kamu."

Tian memeluk Mbaknya begitu erat. Kirana merasakan kehangatan dalam pelukan adiknya, Tian. Kata-kata Tian yang sederhana namun tulus, menembus hatinya. Meskipun lelah dan terbebani dengan segala tanggung jawab, Kirana merasa sedikit lega mendengar bahwa Tian memahami situasi mereka. Dia menepuk punggung Tian pelan, menahan air mata yang hampir jatuh.

"Mbak juga sayang sama kamu, Tian," bisiknya dengan suara yang serak. "Kamu jangan khawatir, ya. Mbak pasti akan cari jalan supaya kita bisa melewati semua ini."

Tian melepaskan pelukan dengan senyum yang lebar, meski matanya tampak berkaca-kaca. "Aku yakin kita bisa, Mbak. Kita ini anak ibu yang hebat."

Kirana mengangguk, merasa hatinya lebih ringan meskipun tantangan masih menunggu di depan. Setidaknya, dia tidak sendirian dalam menghadapi semuanya.

...•••...

"Mbak..." Rose berlarian mendekati Kirana dan segera masuk kedalam pelukan baby sister nya itu saat Kirana merundukan tubuhnya.

"Rosemary kangen sekali sama Mbak,"

Kirana tersenyum tipis saat merasakan tubuh mungil Rosemary masuk ke dalam pelukannya. Ada kehangatan yang berbeda ketika anak kecil ini memeluknya erat.

"Mbak juga kangen sama Rosemary," balas Kirana lembut, sambil mengusap lembut punggung gadis kecil itu.

"Rose..." Suara ayahnya menginterupsi, kedua perempuan itu segera melepaskan pelukannya. Kirana berdiri segera, menatap kearah Ailard, yang dapat ia tangkap dari raut wajahnya bahwa laki-laki itu tidak sedang dalam kondisi yang baik.

"Masuk dulu kedalam kamarmu, Papa mau bicara sama Mbak Kiran."

Rose mengangguk kemudian berlari kecil masuk kedalam kamarnya.

"Ada apa, Mas?" tanyanya pelan, suaranya terdengar hati-hati.

Ailard memandangnya beberapa saat sebelum mendekat, langkahnya mantap. "Datang ke kamar saya," bisiknya pelan di telinga Kirana, sebelum berbalik menuju kamarnya sendiri. Tanpa sedikit pun keraguan, Kirana mengikuti langkah Ailard.

Sesampainya di kamar, Ailard berdiri di dekat jendela. Kirana masuk dengan tenang, menutup pintu di belakangnya.

"Rose sebenarnya sedang marah sama saya, kamu sebagai pengasuh pasti tahu bagaimana caranya mengatasi hal itu, bukan?" Ailard memulai dengan suara tenang, meskipun ada ketegangan yang terasa di balik nada bicaranya.

Kirana menatapnya, berusaha membaca apa yang ada di balik permintaan tersebut. "Boleh tahu apa masalahnya Mas?"

Ailard berjalan kearahnya, tatapannya tetap pada Kirana. Begitu jarak mereka dekat sekali, Ailard menarik Kirana lebih dekat dengan tiba-tiba, melingkarkan lengannya di pinggangnya hingga tubuh mereka bersentuhan.

Tangan beruratnya menyentuh dan mengusap halus pipi Kirana. "Rose ingin sekali bertemu ibunya, tapi saya tidak bisa mempertemukan dia dengan wanita itu. Rose marah sekali dengan saya, Bagaimana caranya membuat putri kecil saya mengerti?" bisik Ailard di dekat telinganya, suaranya rendah dan hampir berbisik.

Kirana menggigit bibirnya, mencoba menahan diri untuk tidak bereaksi lebih. "Aku akan coba bicara dan buat Rose mengerti Mas."

"Hmm," dan ia hanya menjawab dengan deheman sambil tersenyum tipis. "Malam ini temani saya diruang kerja, tidurkan Rose secepatnya."

Kirana mengangguk pelan, "iya Mas. Aku juga ada yang ingin dibicarakan sama kamu."

Ailard menatap Kirana dengan dahi berkerut, namun tak berselang lama raut wajahnya biasa kembali, "oke. Kamu bisa keluar sekarang dari kamar saya."

Tumben-tumbenan Pria itu tidak berdrama menyentuh sana-sini, tapi bagus juga karena Kirana memang tak siap jika pria itu meminta yang aneh-aneh pagi itu. Kemarin saja ia segera membersihkan diri begitu sampai dirumahnya akibat dirinya yang dikerjai Ailard begitu buruknya.

...•••...

Kopi hitam kesukaannya diletakan diatas meja kerja Ailard dengan hati-hati, pria itu tengah fokus sekali menatap layar laptopnya. Kirana dimintanya untuk duduk dan ia hanya menurut saja.

Lama juga Kiran menunggu hingga tanpa sadar ia ketiduran di sofa panjang. Ailard yang baru saja selesai menoleh kearah Kirana yang tertidur nyaman disana, memperhatikan bagaimana tubuhnya berisitirahat tampak begitu tenang, Ailard berjalan mendekat, lalu duduk di sisi sofa. Untuk sesaat, pria itu menatapnya dengan sorot mata yang intens mengakusisi setiap lekuk tubuhnya.

Perlahan, Ailard mengulurkan tangan dan menyentuh lembut rambut Kirana. Wajahnya yang biasanya keras tampak sedikit melunak saat memperhatikan perempuan yang sudah lama berada di rumahnya. Sesuatu tentang Kirana membuatnya selalu merasa tertarik, meskipun dia jarang mengakuinya.

"Huh, berani-beraninya kamu tertidur tanpa izin dari saya!"

"Kirana..." panggilnya pelan.

Kirana terbangun perlahan, membuka mata dan menatap Ailard yang sudah duduk di sampingnya. Ia segera bangun, sedikit terkejut karena tidak sadar dirinya ketiduran.

"Maaf, Mas, aku ketiduran," ucap Kirana cepat-cepat, merapikan rambut dan gaun malamnya yang entah kapan sudah terselingkap keatas hingga menampakkan pahanya.

Ailard mendengus pelan. "Kamu tidak menemani saya untuk tidur Kirana!"

"Iya Mas, aku minta maaf."

Ailard menatap Kirana dengan mata yang tajam, namun ada sedikit senyum di sudut bibirnya. "Kamu selalu meminta maaf, tapi tidak pernah belajar," katanya pelan. "Saya jadi benci kata-kata itu keluar dari mulut kamu."

Kirana menunduk, mencoba menahan rasa tidak nyaman yang menyergapnya. "Aku tidak bermaksud untuk tidur, Mas," jawabnya dengan hati-hati.

Ailard semakin mendekat, membuat jarak di antara mereka semakin sempit. "Jangan terlalu sering lengah, Kirana," bisiknya sambil menatap lurus ke matanya. "Saya bisa saja melakukan apapun saat kamu tertidur, seperti tadi."

Kirana menahan napas sejenak. Ia tahu betul apa yang dimaksud oleh Ailard. "Iya Mas,"

"Dan sekarang saya sedang ingin membasahi bibir kamu," matanya tak lepas menatap bibir alami Kirana yang terlihat kering.

"Just kissing," katanya melanjutkan.

"Beneran?"

Ailard terkekeh pelan, kalau saja ia tak memiliki jadwal meeting online setengah jam lagi dengan sekretarisnya, sudah ia pastikan Kiran akan dibuat menghentak dan melenguh sepanjang malam dibawah kendalinya.

"Kamu tidak berhak bertanya atau menegaskan keinginan saya yang sebenarnya kamu tahu inginnya apa."

"Iya Mas aku minta maaf,"

"Saya bosan kamu pakai kata-kata itu melulu, dari pada mengucapkan 'maaf' tapi tetap saja diulangi kesalahan kamu yang selalu buat saya dongkol, lebih baik kamu langsung membuktikan dengan aksi, saya jadi lebih bisa berpikir mudah untuk memaafkan kamu."

Kirana menatap Ailard untuk beberapa saat sebelum akhirnya naik diatas pangkuan pria itu. "Okey, just kissing—" Kiran mengalungkan tangannya pada lehernya.

Ailard tadinya ingin berkata lagi namun belum sempat ia bicara, bibirnya sudah disuguhi cecapan manis dari Kiran. Pagu*annya lembut sekali, mereka berdua sama-sama memejamkan mata merasakan sensasi saling bertukar saliva dan membelit lidah.

Tempo sebelumnya masih lembut dan aman-aman saja, namun si dominan itu makin memperdalam, menyesap, membelit dan mengakusisi seluruh bagian di mulutnya makin tak sabaran hingga membuat Kiran harus menyeimbangi gerakannya yang semakin brutal.

"Mas.."

Kirana selalu saja menepuk-nepuki pundak pria ini lantaran makin pagutannya dalam makin sulit ia melepaskan diri, sedangkan sisa oksigennya sudah sangat menipis.

"Haahhh..." Dan begitu Ailard melepaskannya barulah Kiran dapat bernapas dengan lega.

"Turun dari pangkuan saya." Perintah pria itu dan Kiran memang sangat ingin tidak berada dekat dengan dirinya, apalagi kalau dekatnya harus bersentuhan fisik.

"Katakan, bagaimana dengan Rose?" Begitu pembicaraannya dimulai dengan topik tentang putrinya, ia akan berlagak sebagai ayah yang terlihat bijak sekali.

"Rose mengeluh padaku Mas, katanya pingin sekali bertemu sama ibu kandungnya. Sekali saja itu tak apa, ia juga ingin tahu seperti wajah ibunya, suaranya dan sentuhan dari dekapannya." Kirana menjeda sejenak saat pria itu begitu sangat serius mendengar bicaranya. "Rosemary tidak marah dengan kamu Mas, hanya saja dia ingin papanya mengerti kalau anaknya sangat ingin bertemu ibu kandungnya." Terang Kirana, Ailard menyugar rambutnya kebelakang kala ingatan buruk mantan istrinya tampil didalam kepalanya.

"Itu tidak akan mungkin bisa saya kabulkan."

Kirana sebenarnya tak mau ikut campur tetapi melihat wajah Rose yang terlihat murung setiap kali membicarakan ibunya, Kirana merasa ada baiknya mencoba mencari solusi yang lebih baik untuk Rosemary.

"Mas, mungkin masalah antara kamu dan mantan istrimu sangat rumit," ucap Kirana dengan nada hati-hati. "Tapi untuk Rose, mungkin sekali saja bertemu ibunya bisa memberinya kelegaan. Dia anak yang cerdas, mungkin dia hanya ingin tahu siapa ibunya tanpa ada niat lebih dari itu."

Ailard memandang Kirana tajam, mengukur kata-katanya. "Jangan sok tahu kamu Kiran!" Ia mendesis kala Kiran yang sudah lancang sekali mendikte perihal masalah masa lalunya. "Rose harus belajar menerima kenyataan itu." Dan begitulah Ailard memiliki jawaban tidak ingin di bantah.

Kirana menunduk, tidak ingin memancing amarah Ailard lebih jauh. "Baik, Mas. Aku hanya ingin Rose bahagia."

Ailard menghela napas panjang, sedikit meredam emosinya. "Saya mengerti, Kirana. Tapi ada hal-hal yang kamu tidak perlu campuri. Jaga saja Rose seperti biasa. Buat dia mengerti kalau saya adalah satu-satunya orang tua yang dia butuhkan."

Kirana mengangguk pelan, meskipun di dalam hatinya masih ada keraguan. Ia tahu betapa pentingnya peran seorang ibu dalam kehidupan anak, dan meskipun Ailard berusaha keras menjadi ayah yang baik, Rose tetap merindukan ibunya.

"Mas... Aku pikir Kiran juga ingin Papanya memperhatikan dirinya," tambahnya. "Dia terkadang mengeluhkan Mas yang selalu mementingkan pekerjaan, jujur saja aku tidak bisa membantu banyak untuk masalah ibunya tapi kamu bisa Mas, setidaknya kamu bisa mencoba meluangkan waktu lebih banyak untuk Rose," lanjut Kirana dengan hati-hati. "Dia butuh kamu, Mas, lebih dari sekadar ayah yang menyediakan kebutuhan materi. Kehadiranmu secara fisik dan emosional akan sangat berarti bagi dia."

Ailard terdiam sejenak untuk perkataan Kiran yang satu ini. "Saya melakukan semua ini untuk dia," gumam Ailard, seperti menjelaskan pada dirinya sendiri. "Tapi saya akan coba pikirkan."

"Lalu apalagi tentang anak saya?"

Kirana menggeleng tanda tak ada lagi yang harus ia katakan tentang putrinya, "itu saja informasi yang ingin aku sampaikan hari ini Mas. Lalu... izin bagianku ya?"

"Katakan,"

Ailard sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik, namun Kirana tak pernah bisa berekspektasi lebih tentang pria ini. Seperti yang sudah-sudah, langkahnya selalu tak terduga.

"Mas, adikku sendirian dirumah—"

"Ada orang saya yang mengawasi,"

Benar memang praduga Kiran, langkah pria ini selalu sulit untuk terbaca. Tadi mengizinkan, namun begitu Kiran berbicara ia langsung saja memotong ucapannya.

"Mas katanya kamu mengizinkan aku berbicara?"

Ailard menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan senyum tipis yang menyeringai. Tatapannya kembali mengunci Kirana, membuat perempuan itu selalu saja merasa begini.

"Saya memang mengizinkan kamu berbicara," jawab Ailard tenang, matanya tetap tajam. "Tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya mengatur apa yang kamu inginkan."

Kirana terdiam, memahami bahwa pria ini selalu bermain dengan caranya sendiri.

"Kalau itu saja yang ingin kamu bicarakan, urusanmu sudah selesai," Ailard melanjutkan, suaranya tetap dingin. "Adikmu aman. Orang-orang saya memastikan itu. Tidak ada alasan bagi kamu untuk khawatir atau meminta izin untuk pulang. Tetap disini, bukankah kamu sangat perlu uang?"

Kirana menghela napas pelan. Ailard memang selalu punya kendali penuh, bahkan untuk hal sekecil apapun dalam hidupnya. Meski begitu, ia tetap merasa perlu mencoba lagi.

"Aku memiliki janji dengan adikku Mas,"

Ailard berdecak kesal, "katakan!"

Ailard sepertinya tergerak hatinya untuk yang satu ini, jadinya Kiran percaya diri kalau Ailard bisa memberikannya kelonggaran.

"Aku berjanji akan mengajari adikku membuat roti dengan resep mendiang ibuku, Mas...aku mohon." Tentu saja Kiran tak asal berbicara saja, tangannya ikut berkontribusi untuk merayu duda dominan ini. Ia sentuh lengannya, sangat lembut sekali dan tubuhnya juga ikut mendekatkan diri.

Ailard tertawa kecil, namun tawa itu terdengar sinis. "Kirana, kamu selalu ingin melangkahi batas yang saya berikan. Jangan lupa siapa yang mengendalikan keadaan di sini. Kalau saya bilang adikmu aman, maka dia aman. Kamu cukup percaya pada saya, jangan mencari dan membual dengan alasan lain."

"Aku sungguhan Mas..." Suaranya berubah mendayu dan dengan gerakan kilat naik kembali diatas pangkuan Ailard. Tangannya mengalung dilehernya dan menatap pria itu bagaikan seorang perempuan yang mendambakannya.

"Saya sedang tidak ingin bercinta Kirana Cahyaning," namun tangannya tergerak membuka tali tipis gaun malamnya yang berwarna hitam.

Sungguhan Kirana juga sebenarnya tak ingin sekali melakukan hal begini, namun ia harus melakukan hal-hal tidak nyaman seperti ini demi mendapatkan perizinan dari Ailard tanpa harus membuatnya murka. Kiran juga masih mengingat nasib hutangnya yang belum lunas, setidaknya, kalau nanti pria ini sudah tak menginginkan dan membuangnya, ia sudah dalam keadaan tidak terjebak dengan keadaan finansial yang buruk.

"Mas... Aku mohon, bagaimana kalau tiga hari saja, empat harinya aku disini."

"Shhh..." Begitu lehernya dikecup lembut, Kiran menahan desisnya akibat rasa geli di tengkuknya.

"Mas..."

Ailard mengulum senyum, senang sekali mendengar rintihan dan kefrustasian Kirana. Kepalanya mendongak sedikit menatap wajah Kirana dalam jarak yang dekat, ia kecup bibir tanpa polesan lipstik itu. "Buatkan saya roti dengan resep mendiang ibumu, kalau tidak enak—kamu tentu tahu apa jawabannya."

1
Nus Wantari
lanjut thor
Septanti Nuraini
kapan update lagi
nonaserenade: Sudah update tapi sedang proses penerbitan dari Novelton nya ya kak, palingan sebentar lagi terupdate. Terimakasih sudah menunggu bab selanjutnya🙏🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!