Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - Aku Akan Menjaganya
Jantung Cakra semakin berdebar tak karu-karuan kala memasuki pekarangan rumah Abah Asep. Beberapa tetangga yang mulai berdatangan di sana membuat kekhawatiran Cakra semakin nyata, terlebih lagi samar terdengar orang-orang di sana membahas tentang korban yang mengalami luka ringan.
Tidak ada yang Cakra cari selain Ameera, hingga ketika dia berhasil menemukan wanita itu duduk di antara beberapa orang di sana, tanpa pikir panjang Cakra mempercepat langkahnya.
"Kang ...."
"Kamu baik-baik saja? Coba kulihat mana lukanya?"
Cakra bahkan mengabaikan panggilan Ayumi yang salah mengira akan kedatangannya. Ayumi pikir, Cakra mengkhawatirkan dirinya, akan tetapi pria itu justru menarik tangan Ameera yang dibalut kain hitam di sana.
"Apa ini sakit?" tanya Cakra lagi, dia masih belum menghiraukan pandangan beberapa orang di sana.
"Aku tidak apa-apa, cuma luka kecil, jangan khawatirkan aku."
Ameera yang sadarjika Ayumi menatap mereka penuh tanya segera menarik tangannya. Sungguh tidak dia sadari kapan Cakra tiba, sejak tadi Ameera tidak fokus dengan orang-orang yang datang, melainkan masih terus memikirkan ponselnya yang raib beberapa saat lalu.
Bukan karena mahal atau tidaknya, ponsel Ameera juga tidak hanya satu, andai ada yang hilang sebenarnya tidak begitu masalah. Namun, untuk ponsel yang satu itu beda cerita, ada Cakra dan semua kenangan indah mereka tersimpan di sana.
Karena itulah, Ameera sampai rela baku hantam demi mempertahankan ponsel tersebut. Sayang, lawannya tidak seimbang dan curang lantaran mengeluarkan senjata tajam hingga berhasil melarikan ponselnya usai melukai Ameera.
"Luka kecil apanya? Lagi pula kenapa dilawan, Pak Irzan dimana sampai leng_" Pertanyaan Cakra terhenti kala Mahendra melayangkan tatapan tajam di ujung sana.
Tidak jauh berbeda dari Ameera, dia juga terluka, bahkan lebih parah. Matanya tampak bengkak lantaran mencoba menyelamatkan Ameera. Minimnya penerangan akibat lampu yang sengaja dimatikan oleh pelaku membuat Mahendra tidak sadar kala bogem mentah mendarat tepat di matanya.
"Leng apa maksudmu, Bocah? Lengah? Kau yang lengah, jaga pos ronda namanya tapi kampung ini tidak ada aman-amannya."
Cakra menunduk, dia terlalu gegabah dan terlalu mudah menilai hingga pada akhirnya dia yang kena semprot di depan beberapa orang di sana. Kendati demikian, Cakra tidak tersinggung ataupun marah, melainkan segera meminta maaf dan mengakui kecerobohan mereka, terutama pada Abah Asep sekeluarga.
.
.
Selang beberapa lama, suasana di kediaman Abah Asep perlahan tenang. Ameera sudah masuk ke kamar Ayumi dan warga mulai pulang ke rumah masing-masing, tidak terkecuali Yusuf dan Hasan. Mereka juga pamit pulang setelah memastikan tidak ada yang mencurigakan di sana.
Namun, yang menarik perhatian hingga mereka menghentikan langkah ialah Cakra, pria itu masih duduk di sisi Mahendra bak tuan rumah. "Cakra? Ayo pulang."
"Kalian pulanglah, aku akan tetap di sini menjaga Ameera," ucap Cakra tak terbantahkan, Yusuf dan Hasan sempat saling pandang dan berpikir untuk menetap juga.
Namun, tatapan tajam Cakra seolah perintah yang membuat keduanya pamit segera. Mahendra juga tidak mengerti kenapa hanya dengan gerakan mata saja kedua temannya bisa sepatuh itu. Sesaat dia berpikir mungkin Cakra mengamalkan ilmu hitam lantaran mampu membuat siapapun takluk, bahkan wanita sekeras Ameera juga demikian.
Selepas kepergian keduanya, Mahendra masih terus saja memendam pertanyaan tersebut. Dia terus mengamati pria itu, mencari celah kenapa bisa Ameera tergila-gila sampai Kama tidak berhasil menggeser posisinya.
Perlahan Cakra amati, caranya bicara, gelagat dan bahasa tubuhnya memang cukup menarik perhatian. Cakra bisa menyesuaikan diri, seperti saat ini dia terlihat bak anak muda yang sangat sopan kala berbincang bersama Abah Asep, pemilihan katanya juga sangat tertata.
Selain itu, tidak dapat dipungkiri wajahnya memang sangat tampan. Manik hazel dan bentuk wajahnya cukup meyakinkan jika Cakra hanya numpang lahir di tanah Jawa. Sudah jelas, jika diulas satu-persatu, Cakra adalah tipe ideal Ameera, wajar saja jika dia sampai rela mengorbankan karirnya.
"Abah pamit tidur, Cakra tidur sama Nak Mahen ya."
Mahendra yang sejak tadi fokus mengamati Cakra kini menghela napas kasar, bahkan sekelas Abah Asep juga benar-benar menerima Cakra sepenuh hati, agaknya daya tarik pria ini memang begitu luar biasa dan sulit ditandingi.
"Ehem, sebelumnya aku jelaskan padamu aku tidak terbiasa tidur berdua," tegas Mahendra setelah memastikan Abah Asep benar-benar masuk kamar.
Cakra tersenyum tipis, dia sudah cukup dewasa untuk menyimpulkan makna tersirat dalam setiap kata yang dilontarkan lawan bicaranya. Bukan tidak tahu, dia sangat mengerti jika Mahendra menolak untuk sekamar dengannya secara halus.
"Tidak masalah, Pak, saya juga tidak terbiasa tidur dalam keadaan gelap, apalagi berdua dengan laki-laki," balas Cakra tak mau kalah, sedikit saja dia tidak memperlihatkan jika merasa tak enak hati dengan penolakan Mahendra.
"Wah kebetulan, sepertinya kita memang ditakdirkan menjadi teman yang saling melengkapi." Mahendra memberikan senyum kepalsuannya, kekesalan lantaran Cakra anggap lengah masih membekas hingga membuat pria itu kesal lahir batin.
"Hm, benar, Pak, kebetulan ... tapi untuk berteman saya lebih nyaman sama yang seumuran," balas Cakra juga tersenyum tak kalah lebar, sebuah serangan balasan yang membuat Mahendra bungkam seketika.
Tidak Ameera, tidak pria yang diinginkannya agaknya memang sama. Sepertinya benar, bahwa jodoh adalah cerminan diri, tapi andai kedua manusia ini berjodoh alangkah menderita orang-orang yang ada di sekelilingnya. Tidak hanya tatapan yang tajam, tapi mulutnya juga demikian hingga Mahendra memilih pergi. "Jika bukan karena nona Ameera menyayangimu sebegitunya, sudah kuhajar kau, Bocah."
.
.
Semakin larut, suasana semakin kelam dan malam semakin dingin. Cakra yang memilih tidur sendirian di ruang tengah tampak menyedihkan, hingga sepasang mata yang sejak tadi memandangnya merasa iba dan mengambilkan selimut untuknya.
Begitu pelan Ameera lakukan, sama seperti kala dia menutup pintu kamar Ayumi beberapa saat lalu. Sempat tersiksa rindu akibat kepergiannya, malam ini tanpa terduga Ameera tidur di bawah atap yang sama dengan Cakra.
"Dasar jahat, pasti laki-laki itu yang membiarkannya tidur sendirian di sini," gumam Ameera seraya mengusap pelan rambut Cakra.
Wanita itu menatap tajam pintu kamar Mahendra di sana. Melihat Cakra terlantar di sini, sungguh Ameera ingin marah. Andai saja bukan di rumah orang lain, sudah pasti akan dia labrak detik ini juga.
Beberapa detik lalu dia mengumpat, dan saat ini dia sudah tersenyum penuh makna kala mengamati wajah tampan Cakra yang terlelap begitu nyenyak. Semakin lama dia pandangi, semakin tampan dia di mata Ameera.
Bahkan, dia sampai lupa dengan kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya. Hanya karena Cakra di sisinya, Ameera seolah merasa dunia baik-baik saja. Entah sudah berapa lama Ameera menatapnya, tapi bertopang dagu seraya menyaksikan ketampanan Cakra di malam hari adalah hal salah-satu hal yang berharga.
"Sampai kapan kamu terus melihatku begitu, Ameera?"
"Heuh?"
.
.
- To Be Continued -
Mueheheh berapa banyak yang nyengir baca bagian akhirnya😚