Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkelakar Dengan Kesulitan Hidup
Hilal kehabisan cara untuk menyiasati kemauan Mamah Fida, tekan dalam rumah terus menjadi teror setiap harinya, membuat Hilal malas untuk kembali ke rumah.
Terbesit di pikiran Hilal untuk mencari tahu tentang Halal melalui Rizka yang tak lain sahabatnya, dalam waktu cepat dia harus menentukan sikap sebelum teror terus terjadi dan seakan mengacam kebebasan Hilal untuk mencari sosok pendamping hidup.
"Begini aja, Mamah kasih kamu kebebasan untuk memilih siapa calon pendamping hidup kamu, silahkan kamu cari sendiri, tetapi ingat, mamah kasih kamu waktu 60 Hari untuk tentukan, dan mamah mau kamu segera menikah, tapi kalo kamu nggak bisa dapetin calon istri, maka mau nggak mau, suka nggak suka, kamu harus Nikah dengan Vika! TITIIIK!!" Mamah Fida mulai mengancam untuk Hilal menyegarkan pernikahannya.
Namun, apa iya dia berhasil dengan tantangan yang Mamah Fida berikan, apa iya ada gadis yang mau dilamar dalam waktu singkat tanpa kenal lebih dalam, terlebih di zaman sekarang sulit untuk mendapatkan pasangan hidup yang benar-benar menjaga diri dan agamanya, bukan perkara yang mudah.
Hilal mulai mencari cara untuk bisa mendapatkan pasangan hidup yang Mamah Fida mau, asal dia tidak menikah dengan Vika yang bukan keinginannya, karena pernikahan bukan semata-mata menyelamatkan harta, tetapi menentukan pasangan hidup, cukup sekali untuk selamanya.
Walau Hilal memiliki catatan sendiri tentang Halal, tetapi apakah dia mampu menaklukkan dan meluluhkan hati-nya?! Atau cinta berkata lain?
__________________oOo_________________
Bulan nampak sempurna bentuknya, tapi tak terlihat satu pun bintang, terasa ada yang kurang, hanya awan tipis yang menyelimuti sang rembulan malam, seolah memperhatikan rumah sederhana, yang masih di selimuti bilik bambu, genteng-nya pun sudah berubah warna, lampu depan begitu redup, hanya balai bambu yang nampak di depan.
Dua 'Perawan Syurga' nampak sedang berbincang-bincang di teras rumah.
"Riz, kamu udah bayar uang perpisahan sekolah?!"
Rizka hanya terdiam, sudah tak ada lagi yang bisa ia jual, hanya mengandalkan honor dari Rumah Tahfidz.
"Heeeemmmm..." Hanya helan nafas panjang.
"Nafas panjang kamu itu jawabannya yah?!"
"Aku kan belom jawab."
"Oowh harus pake nafas dulu jawabnya, okeeeh!"
"Tabungan aku nggak ada Lal, upah laundry juga sudah habis aku kasbon terus."
"Mumpung besok libur, kayanya aku cari barang bekas dari pagi sampe sore seh Riz, untuk bayar perpisahan sekolah."
"Berapa sih memangnya?!"
"Satu juta setengah?!"
"Ya Allah, setengah nya aja aku nggak punya apa lagi satu juta-nya." Keluh Rizka.
"Nggak mungkin juga kita minta bayaran dulu, itu pun berat aku terimanya, karena ini zariyah untuk diri sendiri dan orang tua, sejujurnya aku berat untuk dipatok harga, apa lagi kalo urusannya sudah Al-Qur'an."
"Gini aja, besok kamu ikut aku cari barang-barang bekas, kalo kekumpul banyak, kita bagi dua, bagaimanaaaa?!"
"Hayo aja, siapa tahu ada yang buang mobil bekas yah, kita jual deh!"
"Nggak ada yang mustahil, Allah pasti kasih jalan, apa yang menurut kita sulit, belum tentu kata Allah, apa yang menurut kita kejadian yang menyedihkan, tidak untuk Allah bukan?!"
Semangat Rizka menyala kembali, ketika Halal meyakinkan dirinya untuk terus ikhtiar.
"Syukron Lal, semoga Allah satukan kita di Jannah yah?!"
"Amin. Kadang kalo hidup kita keluhin, akan terasa berat jadinya, tapi kalo kita jalanin akan ringan rasanya, kita penjaga Al-Qur'an, mustahil bagi Allah tidak menjaga kita, walau Allah tak butuh itu, Allah yang turunkan Alquran, Allah juga yang menjaganya, tetapi kalo tidak ada orang-orang seperti kita, aku yakin Al-Qur'an hanya tinggal sebuah kitab yang terpajang di museum-museum dan hanya sebagai bukti sejarah aja."
Keyakinan Rizka semakin kuat, ketika Halal menasihati dan mengingatkannya.
"Masyallah Lal." Rizka tersenyum.
"Kadang kamu yang nyemangatin aku, begitu juga ketika kamu kehilangan semangat, tenang ada aku."
"Makasi Lal."
"Dari kesulitan hidup, disitulah keimanan dan ketauhidan kita diuji Riz, seberapa yakin-nya kita sama Allah, seberapa percaya-nya kita sama Allah, bahwa Allah yang menciptakan mulut, maka mustahil Allah tidak sertakan rezeki untuk perut kita, Allah yang memberi kita kaki, maka mustahil bagi Allah untuk tidak menuntun langkah kita, Allah...Allah..is Our Ways,..." Sebegitu mantapnya keyakinan Halal.
"Subhanallah, kadang kesulitan hidup membuat kita bijak, membuat kita sadar, kalo Allah sengaja memberikan kita kesulitan hanya ingin manusia tau, bahwa ada eksistensi Allah dalam hidup kita, bahwa kita selemah-lemahnya makhluk." Rizka melanjutkan ucapan Halal.
Semilir angin seakan bertasbih ketika mereka membahas tentang ketauhidan, ketika mereka membicarakan hal-hal baik dalam hidup, sekalipun kesulitan hidup mereka hadapi, mereka jalanin dengan bahagia.
"Hanya maut yang akan pisahkan kita Lal," Rizka menambah kesedihan seorang sahabat, ketika membicarakan perpisahan.
"Allah, jaga kami yah. Allah, kuatkan kami, Allah berikanlah kami keluasan hati untuk sabar dan bersyukur."
Air mata pun tumpah, dua sahabat berpeluk untuk saling menjaga, rembulan dengan bentuk yang sempurna nampak tersenyum seakan menjadi saksi persahabatan dua anak manusia yang disatukan dalam hobby yang sama, dalam kesulitan hidup yang sama.
"Sekarang kamu tidur yang nyenyak, besok kita berjuang lagi, oh tunggu sebentar yah..." Halal masuk ke dalam rumah, beberapa menit kemudian dia keluar dengan sekantung pelastik kecil.
"Ini ada Mie Instan sisa empat, kamu dua, aku dua, takut malam kamu laper, biasa penyakit orang susah suka keram perut kalo malem...hahaha..." Halal tertawa, menertawakan diri sendiri dan Rizka.
"Makasi Lal, semoga Allah limpahkan rezeki untuk kamu."
"Amin, sama kamu juga jangan aku doang, biar kamu nggak nyusahin aku terus... hahaha, canda..."
Rizka tidak sakit hati, ketika ucapan Halal sering diseling dengan candaan, ia tahu seperti itulah cari mereka menghibur diri dan menertawakan keadaan.
"Yaudah aku pamit yah, kamu bercanda terus."
"Eh..."
"Apa lagi?!"
"Mobil Fortuner kamu diparkir dimana?!"
"Heeem Fortuner, nooh gerobak di samping rumah kamu."
"Hahahah..." Masih aja Halal bercanda.
"Yaudah, hati-hati di jalan kalo ketemu Ustadz Kaya, Soleh, dan Dermawan, langsung minta nikahin aja Riz, bilang kamu udah cape jadi orang susah...hahaha..."
Langkah Rizka terhenti, dan membalikan badan, hanya cuma membalas candaan Halal.
"Bilang juga yah, temen saya ikhlas ustadz poligami....hahaha...udah ah, capek aku ketawa terus... Assalamualaikum..."
"Wa'alikum Salam."
Sedih, bahagia dan segala macam masalah hidup, kita bisa lalui, dan mau seperti apa kita hadapi, bersedih atau tertawa, tergantung kita yang memilih, dan besar-kecilnya masalah yang datang, ditentukan bagaimana prasangka kita, semua masalah datangnya dari Allah dan Allah juga yang menyelesaikan semua, tersenyum-lah....
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰