Jatuh cinta sejak masih remaja. Sayangnya, pria yang ia cintai malah tidak membalas perasaannya hingga menikah dengan wanita lain. Namun takdir, memang sangat suka mempermainkan hati. Saat sang pria sudah menduda, dia dipersatukan kembali dengan pria tersebut. Sayang, takdir masih belum memihak. Ia menikah, namun tetap tidak dianggap ada oleh pria yang ia cintai. Hingga akhirnya, rasa lelah itu datang. Ditambah, sebuah fitnah menghampiri. Dia pada akhirnya memilih menyerah, lalu menutup hati rapat-rapat. Membunuh rasa cinta yang ada dalam hatinya dengan sedemikian rupa.
Lalu, apa yang akan terjadi setelah dia menutup hati? Takdir memang tidak bisa ditebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Part 19
Benak Resti langsung bekerja dengan sangat keras karena kenyataan yang baru pertama kali ia lihat. Tapi sayangnya, dia tidak bisa terlalu banyak mencari tahu. Sebab, dirinya masih tidak punya pijakan yang kuat di sisi Saga.
"Kak Saga kenal mereka?"
"Hm."
"Hm?"
"Apa?"
"Gak. Aku rasa itu bukan jawaban yang aku inginkan."
"Lalu, jawaban seperti apa yang kamu inginkan Ratih?"
"Anu ... gak papa. Lupakan saja."
Pada akhirnya, sepanjang perjalanan yang mereka lalui hanya ada keheningan saja. Tidak ada kata yang terucap hingga mobil tiba ke kediaman Resti.
Niatnya, Saga ingin langsung pulang setelah mengantarkan Resti sampai depan rumah. Namun, dia tidak bisa menolak ajakan mampir yang mantan ibu mertuanya layangkan.
"Nak Saga. Kamu ... datang ke sini?"
"Hanya mengantarkan Resti, Bunda."
"Ya ampun, karena sudah sampai, ayolah masuk sekalian. Kamu sudah lama tidak berkunjung."
"Tapi ... ah, baiklah."
Masuk ke dalam rumah, mereka ngobrol banyak hal. Hingga akhirnya, satu obrolan terbicarakan dengan jelas.
"Nak, ibu cemas meninggalkan Resti sendirian di rumah ini. Bagaimana kalau ibu nitip Resti di rumah kamu sampai urusan Resti selesai. Bagaimanapun, dia juga adalah adik iparmu. Meski sekarang, kakanya sudah tidak ada lagi. Tapi hubungan itu masih nyata kok."
Senyum Resti terlihat sekali walau sedang berusaha keras ia tahan. Namun tidak dengan wajah Saga. Wajahnya terlihat agak terkejut dengan penuturan sang mertua barusan.
"Maaf, Bu. Bukan saya tidak bersedia. Tapi saya juga tidak tinggal di rumah. Begini saja, bagaimana kalau saya carikan dia pelayan untuk menemani dia di sini. Dengan begitu, Resti tidak akan tinggal sendirian, bukan?"
Wajah bahagia Resti punah seketika. Sementara wajah mantan mama mertua Saga malah terlihat agak kecut akibat penolakan secara tidak langsung yang baru saja Saga ucapkan.
Sebenarnya, Saga menolak bukan karena dia tidak tinggal di rumah. Melainkan, karena tidak ingin hubungannya yang rumit bersama Lusi bertambah rumit lagi.
Sekarang, Lusi memang tidak peduli padanya. Tapi bagaimanapun, Lusi adalah istri. Seorang perempuan yang hatinya akan kesal jika tahu bahwa suaminya membawa wanita lain pulang. Meski dia masih berstatus adik ipar Saga sendiri.
Sekarang, pikiran Saga sudah cukup baik. Beberapa kali di tolak oleh Lusi sudah bisa membuat benaknya berpikir dengan sangat hati-hati. Tadinya dia hampir kehilangan kendali akibat diabaikan.
'Jika aku bawa Resti pulang, bukan tidak mungkin kalau Lusi akan pergi dari rumah.' Hati Saga berkata. Dan, kata itulah yang langsung membuatnya menolak untuk menerima permintaan ibunda dari mantan istrinya itu.
Beberapa saat hening, akhirnya suasana canggung setelah penolakan Saga bisa mencair kembali. Si mertua menerima tawaran Saga dengan wajah yang sangat bahagia. Meskipun itu hanya pura-pura saja sebenarnya.
"Itu juga ide yang bagus, nak Saga. Tapi, apakah itu tidak akan merepotkan kamu, Nak?"
"Ngga kok, Bu. Tidak sama sekali. Resti sudah aku anggap sebagai adikku sendiri. Meskipun Tari sudah tidak ada. Tapi kalian akan tetap menjadi keluargaku."
Semakin tidak nyaman hati ibu mertua Saga. Karena mereka pernah berniat untuk menggantikan Tari dengan Resti. Sayangnya, ucapan Saga terus menegaskan kalau posisi Tari tidak akan tergantikan.
....
Prank! Vas bunga pecah berserakan. Setelah kepergian Saga, Resti langsung ngamuk karena dirinya jelas-jelas sudah berharap besar dari pertemuan kali ini. Bahkan, dia sampai rela mengorbankan dirinya hanya untuk bertemu Saga lebih lama.
"Resti. Apa-apaan kamu ha?"
"Kenapa, Bun? Kenapa kak Saga tidak bisa melihat aku sebagai pasangan? Bukankah aku juga mirip dengan kak Tari, bunda?"
"Hati tidak bisa di paksakan, Resti. Kamu ngerti akan hal itu gak sih?"
"Gak, Bunda. Aku gak akan pernah terima kalau diriku terus dianggap sebagai adik oleh kak Saga. Aku inginkan lebih dari hanya sekedar adik."
"Resti!"
"Bunda juga tahu aku sudah suka kak Saga sejak lama, bukan? Apa salahnya jika aku inginkan dia sekarang? Dan lagi, kak Tari sudah tidak ada. Kita tidak bisa kehilangan pria sebaik kak Saga."
"Tapi, Res-- "
"Bunda jangan cemas. Resti akan berusaha keras buat mempertahankan kak Saga. Pria itu akan tetap menjadi menantu bunda kelak. Percaya Resti, Bun."
Hembusan napas berat terdengar dari mulut bunda Resti. Wajahnya cemas, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagian hati ingin mencegah niat anaknya. Tapi sebagian lagi malah mendukung perkataan Resti untuk mempertahankan Saga. Sebab, pria itu adalah porsi lengkap dari menantu idaman. Baik, tampan, penyayang, dan yang terpaling penting, kaya dan tidak pelit.
"Terserah kamu, Res. Bunda hanya bisa mendukung tanpa bisa membantu banyak hal. Ingat! Lakukan yang terbaik. Jangan sampai kamu terluka. Itu saja. Bunda gak ingin kehilangan anak bunda lagi kedepannya."
"Baik, Bunda. Jangan cemas. Percaya padaku. Aku Resti yang pintar dan selalu waspada. Bukan kak Tari yang polos dan selalu lemah."
"Ya, bunda percaya kamu, Res."
Sementara itu, Saga yang sedang berada di jalan malah memutuskan untuk langsung pulang. Benaknya sedang terus bekerja memikirkan Lusi yang tadi berwajah datar saat dia temukan di rumah sakit.
"Dia ... agh! Pasti dia sedang sangat kesal. Aku bisa melihatnya sekilas. Tapi ... ekspresi itu, ekspresi yang tidak pernah aku harapkan. Kenapa dia tidak langsung marah saja tadi?"
'Lusi. Apa yang sedang terjadi dengan hatimu? Apakah sekarang kamu benar-benar menyerah untuk mengejar aku?'
'Tapi kenapa sekarang, Si? Kenapa nyerahnya sekarang? Di saat kita sudah berstatus sebagai pasangan sah. Kenapa tidak dari dulu saja?'
'Agh! Dasar menyebalkan. Semua yang terjadi sekarang menyebalkan.'
Saga terus menggerutu dalam hati. Sangking sibuknya dia dengan pikirannya itu, mobil yang dia tumpangi sudah sampai di depan rumah saja dia tidak menyadarinya. Bahkan, saat pak sopir turun dari mobil setelah beberapa saat mobil berhenti, Saga juga tidak menyadarinya.
Saga yang tidak kunjung turun membuat pak sopir harus mengambil keputusan untuk mengetuk pintu mobil samping. Di mana Saga duduk di dekat pintu tersebut.
"Den."
"Hah!"
"Anu, maaf. Kita sudah sampai ke rumah. Den Saga tidak ingin turun?"
"Apa? Ah, siapa yang tidak ingin turun, pak? Jangan bercanda."
Saat Saga membuka pintu mobil, gerakannya yang ingin turun terhenti ketika sopir pribadinya mengatakan kalau Lusi juga sudah pulang sekarang. Mata Saga langsung menatap ke arah mobil hitam pekat milik Lusi yang kini terparkir di samping mobil Saga.
Belum sempat Lusi membuka pintu mobil, Saga malah sudah berdiri di samping mobil tersebut. Dengan hembusan napas malas, Lusi turun dari mobil tersebit setelah beberapa saat mengulur waktu dengan berdiam diri di dalam mobil.
"Si, aku ingin bicara."
"Ya bicaralah! Kenapa harus izin padaku dulu? Aku gak pernah melarang orang untuk bicara kok."
Tapi thank's ya thor buat tulisannya. tetep semangat menulis
. q tunggu cerita br nya🥰
sebenernya masih kurang sih... he he..
tpi kalau emang kk author lelah, y udh berhenti aja jngn dipaksakan...🥰🥰🥰
ditunggu karya barunya..🥰😍
pdahal blm puas... he he... effort saga buat deketin lusi masoh kurang...😢
dan satu... kmu menghukum saga aja bsa knp kmu gak bsa mnghukung org yg telah mmfitnah menantu mu itu... ayooookkk begerak cepat papa... jgn mw kalah ma cewek2 ular itu