NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian II - Sister Laure's death

Keesokan harinya pada dini hari panti asuhan menjadi sangat ramai oleh masyarakat dan polisi setempat. Masyarakat yang hanya dapat melihat dari luar tembok bangunan berbondong-bondong ingin mengetahui kondisi panti asuhan, mereka penasaran kenapa banyak polisi yang datang kesana.

Pak Polisi bernama Eustache dan para bawahannya datang atas laporan dari seorang wanita bernama Emilie kemarin malam.

Sebenarnya setelah Emilie pulang, Polisi telah datang pada malam hari itu juga, tetapi gerbang panti asuhan tertutup serta tidak ada orang yang menjawab panggilan mereka.

"Shalom, Pak Polisi. Ada apa gerangan sehingga Bapak sampai repot-repot kemari?" tanya Bapa John si pendeta berbadan kurus yang menyambut para polisi di depan rumahnya, di sana telah berkumpul pula istri dan para suster yang bertugas di panti asuhan tersebut.

"Shalom, Bapa Pendeta. Maksud kedatangan kami kemari adalah untuk menyanggupi laporan dari wanita bernama Emilie, Beliau semalam datang ke pos penjaga melaporkan bahwasanya seorang suster telah ditemukan dalam keadaan gantung diri di panti asuhan Anda ini, karena itu kedatangan kami bertujuan untuk menyelidiki kebenaran atas laporan itu," papar Polisi Eustache.

"Apa ...? Bagaimana mungkin Emilie tidak melaporkan hal sepenting ini kepada kami?" Bapa John terlihat amat kaget.

"Kalau soal itu kami sama sekali tidak tahu menahu, Bapa Pendeta, kami datang atas perintah penjara pusat sehingga saya selaku kepala penyelidikan akan menggeledah lokasi kejadian. Apakah Bapa keberatan?" Polisi Eustache menunjukkan surat perintah yang telah berstempel kepolisian Malisande.

"Tidak sama sekali, Pak Polisi yang terhormat, pintu panti asuhan kami selalu terbuka bagi orang yang membutuhkan, begitu pula bagi setiap hal yang berhubungan dengan hukum dan kewajiban adalah hal yang harus berjalan sebagai mana mestinya." Bapa John mempersilahkan para polisi untuk masuk kedalam panti asuhan tanpa keberatan sedikit pun.

Para polisi penyelidik pun menggeledah seluruh tempat di panti asuhan kecuali ruangan anak-anak dan ruangan pribadi, tetapi baik di semua pohon di sekitar gudang dan pohon-pohon lainnya sama sekali tidak ada mayat yang tergantung, laporan ini pun disampaikan oleh para penyelidik kepada Polisi Eustache, membuat Eustache merasa ada yang aneh dan janggal.

"Terimakasih banyak atas kemurahan hati Bapa. Ijinkanlah saya bertemu dengan Nyonya Emilie untuk mendengarkan secara langsung dan rinci penjelasan dari Beliau, oh Bapa Pendeta yang terkasih," bujuk Polisi Eustache.

"Oh Emilie, dimama Emilie?" tanya Bapa John kepada istrinya dengan wajah cemas.

"Dia ada di kamarnya, saya akan meminta suster lain untuk memanggilnya, tolong tunggu sebentar, wahai Pak Polisi," jawab Madam Brielle.

"Suster ... tolong panggilkan Emilie dari kamarnya," pintanya kepada salah seorang suster yang berdiri di sana.

"Baik, Madam."

Lepas beberapa saat nampak lah Emilie tengah berjalan bersama suster yang menopangnya menuju para polisi yang telah duduk di ruangan tamu bersama Bapa John dan istrinya. Nampaknya sekujur tubuh Emilie sedang nyeri karena ketika dia berjalan wajahnya yang babak belur nampak amat kesakitan.

"Silahkan duduk, Nyonya," Polisi Eustache mempersilahkan Emilie.

"Terimakasih, Pak Polisi yang terhormat."

"Ada apa dengan kondisi tubuh anda, Nyonya?" tanya Polisi merasa iba.

"Tidak apa-apa, Tuan, hanya luka karena terjatuh saja," jawab Emilie cepat.

"Syukurlah jika Anda baik-baik saja, Nyonya, selanjutnya tolong Anda jelaskan secara rinci atas laporan Anda semalam tentang gantung dirinya seorang suster di gudang panti asuhan ini, tepatnya di pohon yang telah kering bukan?" tanya Polisi Eustache sembari menyiapkan kertas dan pena di atas mejanya.

"Tolong maafkanlah hamba, Tuan Polisi, hamba memang wanita murahan dan kotor, sebenarnya semua yang hamba katakan semalam adalah kebohongan akibat dari mabuk anggur yang hamba alami. Yang menggantung semalam bukanlah seorang manusia tetapi hanya pakaian suster yang sedang di jemur saja, tolong hukum saja saya, Tuan, ini semua karena kesalahan saya yang suka mabuk-mabukan." Emilie menjatuhkan diri dari bangkunya, bersujud memohon ampunan.

"Hukum saja saya, Tuan ...!"

Mendengar semua omong kosong yang telah keluar dari mulut memar Emilie yang menjijikkan membuat darah Eustache mendidih sampai ke ubun-ubun, dia spontan berdiri dan menghentakkan kedua tangannya memukul meja sampai-sampai tinta bertumpahan membanjiri kertas di atas meja.

"Omong kosong! Lancang sekali perempuan sepertimu mempermainkanku, apa kau pikir mabuk bisa menjadi suatu alasan mempermainkan seseorang?"

"Cepat geledah semua tempat, baik itu dapur maupun ruangan anak-anak dan kamar tidur bahkan kamar mandinya sekalipun tanpa terkecuali, jika ada hal yang mencurigakan segera laporkan!" perintah Polisi Eustache kepada seluruh bawahannya yang berjumlah kira-kira enam orang.

"Siap, Pak ...!"

Semua anggota penyelidik berpencar untuk menggeledah ke segala tempat untuk sekali lagi, membuat Pendeta John dan istrinya nampak sedikit was-was, tetapi mereka tidak bisa beranjak pergi karena mereka juga akan diperiksa secara langsung oleh Polisi Eustache.

Pertama Polisi Eustache memeriksa para pekerja di sana, tujuannya agar jawaban mereka tidak mengikuti jawaban dari tuannya jika Pendeta dan Istrinya yang diperiksa duluan.

Namun, jawaban mereka semua sama, semuanya tidak tahu tentang semua hal yang dibicarakan oleh Emilie, semua jawaban mereka persis sama tanpa ada yang kurang dan tambah, membuat Polisi Eustache mulai percaya namun tetap merasa ada yang janggal.

Selanjutnya dia mencoba bertanya kepada anak-anak di sana, tetapi mereka malah berlarian tak berani berbicara dengannya, walau hanya menatap saja pun tak berani—sama sekali, membuat Eustache putus asa dan akan memeriksa tuan rumah saja.

Madam Brielle adalah yang selanjutnya, Madam dan Suaminya duduk bersebelahan.

"Nyonya Brielle, apakah Anda mengetahui tentang hal ini sebelumnya?"

"Tidak sama sekali." jawab Madam Brielle.

"Apakah Anda pernah melihat atau merasakan sesuatu hal yang janggal dari panti asuhan Anda ini?"

"Tidak sama sekali, smuanya baik seperti biasanya, saya tidak melihat atau merasakan suatu hal yang janggal karena selain saya buta semua hal berjalan memang sebagaimana mestinya. Hmm ... Memang pelayan itu adalah wanita yang sering mabuk-mabukan, saya telah lama melarangnya tetapi dia selalu mabuk di belakang saya."

"Oh begitu, berapakah jumlah pekerja disini, Nyonya?" lanjut Polisi Eustache.

"Hmm ... saya sudah tua jadi sedikit lupa, tapi semua pekerja telah ada di sini dan tidak ada yang cuti, satu-satunya pekerja laki-laki hanya juru masak kami yaitu, Damien." papar Madam Brielle.

"Baiklah kalau begitu, selanjutnya untuk Bapa Pendeta. Apakah Bapa juga tidak tahu jumlah pekerja, Bapa?"

"Tentu saja saya tahu, karena saya yang memasukkan mereka untuk bekerja di sini. Pekerja terdiri dari juru masak satu orang dan suster tujuh orang, Pak Polisi," tutur Bapa John.

Mendengar jawaban dari Bapa John membuat Eustache segera menghitung pekerja yang berdiri di sana untuk memastikan kebenarnya, benar saja ada tujuh wanita di sana—enam orang berdiri,  yang ketujuh adalah Emilie—dan menurut jawaban dari para Suster tadi pun memang tujuh orang Suster lah yang bekerja di sana. Hal ini membuat kejanggalan di hati Eustache mulai terkikis, dia mulai percaya bahwa wanita murahan itu memanglah pemabuk yang menyebarkan berita palsu.

"Baiklah kalau begitu, Bapa Pendeta, untuk pertanyaan terakhir saya mau menanyakan adakah kemungkinan pekerja anda melakukan pembunuhan atau bunuh diri?" tanya Eustache untuk memuaskan kejanggalan di hatinya.

"Saya pikir tidak, Pak Polisi, mereka adalah pengikut Tuhan yang taat, dan saya bersumpah tidak pernah menyentuh mereka sedikit pun," jawab Bapa John.

'Menyentuh? ' pikir Eustache.

Mendengar jawaban aneh dari Bapa Pendeta membuat Eustache merasakan ada kejanggalan kembali, dia ingin langsung bertanya tentang maksud dari perkataan Pendeta kurus itu, tetapi sayangnya tepat sebelum dia bertanya para penyelidik telah datang untuk membawa laporan hasil pemeriksaan.

"Pak, pemeriksaan telah selesai dan hasilnya tidak ditemukan tanda-tanda bunuh diri, baik di seluruh tempat tidak ada hal mencurigakan, ruangan anak-anak juga aman begitu pula ruangan kurungan hanya berisi anak-anak yang terkena gangguan jiwa saja." lapor salah seorang dari penyelidik.

"Baiklah, tapi bagaimana dengan pohon di samping gudang?" Eustache memastikan.

"Sepertinya pohon itu tidak ada Pak, di samping gudang hanya ada tumpukan pembakaran sampah dan dedaunan."

"Baiklah, berarti memang benar bahwa perempuan ini hanyalah pemabuk yang memberikan laporan palsu. Hei, wanita pemabuk, beruntung dirimu bekerja sebagai Suster untuk Bapa Pendeta, jikalau tidak aku pasti telah memasukkanmu kepenjara, jangan ulangi lagi hal konyol seperti ini." Polisi Eustache berdiri untuk bersiap pergi.

"Bapa Pendeta dan Nyonya, saya ucapkan terimakasih atas bantuannya, kalau begitu kami permisi. Tuhan beserta engkau."

"Sama-sama Pak Polisi yang terhormat, Tuhan beserta engkau juga. Mohon maaf atas perilaku pekerja saya, saya berjanji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi. Sebagai permohonan maaf saya, terimalah keju buatan Istri saya ini, dan saya mohon jelaskan lah apa yang terjadi kepada orang-orang di luar agar kecurigaan terhadap panti asuhan ini tidak sampai bertumbuh dan memperkeruh suasana. Tidak baiklah anak-anak mendengarkan kecurigaan-kecurigaan yang bisa mengganggu perasaan mereka," bujuk Pendeta John sembari memberikan tiga kotak keju Camembert kepada Polisi Eustache.

"Terimakasih banyak, Bapa yang terkasih, saya tahu pasti maksud, Bapa. Bapa tenang saja karena saya akan menjelaskan bahwa kami datang hanya untuk pemeriksaan keamanan saja kepada orang-orang di luar." balas Polisi Eustache yang sudah tidak tahan untuk menyantap keju di tangannya.

"Terimakasih, Pak Polisi, mari saya antarkan keluar."

"Oh ... baik, Bapa, terimakasih."

Para polisi pun pergi meninggalkan panti asuhan, memberikan sedikit pengumuman kepada orang-orang di luar bahwa tidak ada apa-apa yang terjadi di panti asuhan, semuanya baik-baik saja.

Bapa pendeta membubarkan kerumunan begitu pula para pekerja untuk kembali ketugas mereka masing-masing, dan untuk Emilie dia tetap menjadi pelayan bagi Madam Brielle, dan dia tidak pernah dan tidak akan pernah menjadi seorang Suster.

Semenjak hari itu Emilie menjadi pribadi yang pendiam, dia tidak pernah lagi melawan dan bersikap angkuh, semua hal yang dia lakukan hanyalah untuk melayani Pendeta dan Madam Brielle.

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!