NovelToon NovelToon
CINTA YANG LAIN

CINTA YANG LAIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dezzweet

No time for love.

Tidak ada cinta dalam hidupnya. Itu yang ditetapkan oleh Karen selama ini. Ia tidak ingin jatuh cinta untuk kedua kalinya, cukup ia merasakan sakitnya jatuh cinta sekali saja dalam hidupnya. Karen tidak ingin kembali merasakan perasaan yang sudah susah payah ia kubur dalam-dalam.

Namun, semuanya berjalan tidak sesuai keinginannya. Ketika Eros yang awalnya tidak pernah meliriknya sama sekali menjadi agresif selalu mengganggu hari-harinya yang tenang. Cowok itu datang dengan sejuta rahasia yang membuat Karen merasa ini bukan pertanda baik. Eros mengatakan jika cowok itu menyukainya, memaksanya untuk menjadi kekasih cowok itu. Tetapi, karena prinsip Karen yang tidak ingin jatuh cinta lagi. Karen dengan keras menolaknya, bahkan tidak segan untuk mengucapkan kata-kata hinaan untuk Eros.

Eros tidal nyerah juga, cowok itu tetap memaksa Karen untuk menjadi pacarnya. Apakah Karen menerima Eros? Atau justru terus-menerus menolak Eros? Lalu, apa yang terjadi pada masa lalu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dezzweet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 010 HAL YANG DISEMBUNYIKAN

Seyra tersenyum canggung menatap Darell, Theo, Arsen, dan Alfred. Lalu beralih menatap Karen yang hanya diam, ia bingung ingin keluar menyusul Rachel untuk menenangkan sahabatnya yang emosi. Atau tetap di sini menemani Karen yang sedang tidak baik-baik saja. Tiba-tiba Seyra merasa dilema.

"Gak papa. Rachel sayang sama kamu. Dia gak mau kamu kenapa-napa. Dia cuma mau kamu jujur sama apa yang kamu rasain selama ini." Darell memeluk tubuh kecil adiknya dengan lembut, baru mengeratkannya setelah merasakan balasan dari sang adik.

"Sekarang bilang sama Kakak apa yang kamu rasain?" Darell bisa merasakan tubuh adiknya yang kembali bergetar. Benar dugaannya, Karen masih dilanda syok.

"Takut," jawabnya pelan nyaris tidak terdengar. Kedua tangan kecilnya semakin mengeratkan pelukan pada pinggang Darell.

"Kita ke dokter, ya?" Darell mengusap pelan punggung adiknya menenangkanya.

Gadis itu menggeleng pelan. Dirinya baik-baik saja, hanya syok sedikit saja. Palingan setelah ini ia bisa membully orang lagi seperti biasanya. Karen melepaskan pelukannya secara perlahan, tersenyum manis pada kakaknya.

"I'm fine, always. Aku capek, mau istirahat." Senyum Karen masih bertahan pada bibirnya, menatap keempat cowok di sana. "Bisa tinggalin aku sendirian?"

Darell, Theo, Arsen, dan Alfred kompak menghela nafas kasar. Mereka mengangguk, lalu keluar dari UKS sesuai keinginan Karen.

"Kakak pergi, kalo ada apa-apa bilang ke kakak." Tangannya mengusap lembut rambut adiknya, lalu beralih menatap Seyra yang hanya diam seperti patung. "Titip Karen."

Seyra mengangguk mantap. Cewek itu menggenggam tangan Karen, selepas kepergian Darell.

"Lo laper? Haus? Atau butuh sesuatu?" Karen menggeleng dengan senyum kecil.

"Gue gak butuh apa-apa, Sey. Lo gak liat gue baik-baik aja?" tanya Karen dengan kekehan pelan.

"Gak bohong. Gue tadi sempet takut, tapi lo tau sendiri gue orangnya kuat. Hal kecil kaya gitu bukan masalah buat gue. Tadi gue cuma kaget doang." Karen buru-buru meralat ucapannya melihat wajah datar Seyra.

Orang-orang terdekatnya mungkin menginginkan dirinya jujur tentang apa yang dirasain olehnya, tapi mereka tidak tahu jika Karen tidak ingin membuat orang lain merasa terbebani dengan masalahnya. Traumanya yang sering kambuh jika ada hal yang bersangkutan dengan penyebab dirinya trauma.

"Gue gak papa. Gak usah liatin gue kaya gitu," decak Karen kesal pada tatapan iba yang diberikan oleh sahabatnya.

Seyra menghela nafas pelan. "Okey, gue percaya lo baik-baik aja. Sekarang lo istirahat, gue udah izinin lo tadi ke wali kelas langsung."

"Sey, lebih baik lo pergi sana cari Rachel. Dia lagi emosi, mendingan lo tenangin. Lo tau kalo Rachel emosi kaya apa? Sana pergi! Gue juga mau tidur." Karen merebahkan dirinya di brankar UKS dan menarik selimutnya sebatas dada.

"Lo ngusir?" tanya Seyra ketus.

"Enggak!" Enggak bohong maksudnya!- lanjut Karen dalam hati. Karen hanya ingin sendiri, tidak ingin ditemani siapapun.

"Gue gak mau. Pokoknya gue mau nemenin lo. Urusan Rachell gak penting!" Seyra begitu ngotot ingin menemaninya membuat Karen berdecak kesal. "Lagian dia marah sama lo. Kenapa harus gue yang tanggung jawab buat nenangin dia."

"Ck! Sana, Sey. Gue ngantuk, kasian sama Rachel dia butuh lo." Seyra ingin sekali menampar wajah sok sahabatnya itu, yang lebih membutuhkan teman itu Karen bukan Rachel. Seyra yakin Rachel tidak masalah sendirian dalam kondisi emosi seperti tadi.

"Please, Sey!" Karen menatap sahabatnya dengan memelas, membuat Seyra mau tidak mau luluh.

"Okey, gue pergi. Lo istirahat kalo ada apa-apa telfon gue atau Rachell." Setelah mengatakan itu Seyra keluar dari UKS, tidak lupa menutup pintu UKS lagi agar tidak ada yang mengganggu istirahat sahabatnya itu.

Selepas kepergian Seyra, air mata yang sedari ia tahan akhirnya meluncur dengan bebas. Membasahi kedua pipi putihnya. Ia menutup mulutnya agar isakan tangisnya tidak terdengar. Namun, gadis itu tidak tahu bahwa ada sepasang telinga yang mendengarkan tangisan Karen di balik pintu UKS.

***

"Gimana keadaan putri saya?" Kenan menatap keempat sahabat putranya datar. Setelah keluar dari ruang kepala sekolah, ia tidak langsung pulang ia mencari keberadaan putrinya yang sudah dapat dipastikan kondisinya tidak baik-baik aja.

"Dia di UKS, kondisinya sudah membaik." Daren yang berdiri di samping kenan bernafas dengan lega, meskipun ia hanya mendengarnya dari mulut orang lain tanpa melihat adiknya secara langsung. Setidaknya itu cukup untuk mengurangi rasa kekhawatirannya.

"Traumanya kambuh?" Kenan kembali bertanya masih dengan wajah datarnya. Tetapi di balik wajah datar itu, tersimpan kekhawatiran pada putri satu-satunya.

Theo mengangguk. "Panic attack saja. Tidak lebih."

"Di mana?" tanya Kenan lagi.

"Di UKS, istirahat," jawab Theo singkat.

"Lebih baik, Papi pulang," usir Daren kurang ajar.

"Tidak perlu mengatur. Saya ingin menemui putri saya." Kenan menatap dingin pada putra pertamanya.

"Ck! Ngeyel banget! Karen gak mau ketemu, Papi." Daren mendengus malas melihat Papinya yang masih berada di sekolahnya, kenapa pria itu tidak segera pergi ke kantor? Malah masih betah untuk mengawasinya, membuat dirinya tidak bebas bertingkah.

"Karen mengusir kami, termasuk Darell. Dia engga mau diganggu siapapun," jelas Afred singkat.

"Tuh, dengerin. Punya telinga bukan cuma buat pajangan doang," ejek Daren membuat Kenan menatapnya tajam.

"Dasar anak kurang ajar. Uang jajanmu saya potong baru tau rasa!" ancam Kenan dengan serius. Karen saja yang perempuan, anak kesayangannya saja ia tarik semua fasilitasnya. Bagaimana dengan Daren? Yang hanya anak suka buat onar.

"Potong saja. Saya gak peduli!" Daren tersenyum mengejek pada Papinya.

***

"Hai, cantik," sapa Eros dengan seringai andalannya. Mata setajam elangnya, menatap Karen yang berdiri di depannya dengan lekat.

Karen hanya diam. Bergerak ke samping untuk meneruskan langkahnya yang terhenti, karena Eros menghadangnya.

"Mau kemana, hm?" Eros kembali menghadang gadis itu. "Gue belum selesai ngomong, cantik."

"Minggir," kata Karen dingin.

"Sayangnya gue gak mau. Gimana, dong?" Setelahnya terkekeh saat melihat wajah tidak mengenakan gadis itu.

"Sialan minggir. Gue males ngeladenin manusia aneh kaya lo!" dengus Karen kesal.

"Kok, gitu, sih? Sama calon pacar sendiri," goda Eros semakin membuat Karen emosi.

"Lo emang gak ngerti bahasa manusia? Oh, gue lupa lo, kan hewan!" Karen tertawa sinis setelahnya. Okey, cowok itu yang memulai. Ia dengan senang hati meladeninya.

Tangan Eros terkepal, tidak terima dengan perkataan gadis itu. Cowok itu menutupi kekesalannya dengan seringai yang semakin lebar pada bibirnya.

"Oh, ya? Kalo gue hewan lo juga hewan dong," balas Eros santai.

"Hewan?" Karen mernyengit bingung. Hello, cowok di depannya gila? Masa iya, cewek secantik dirinya dikatai hewan.

"Karena lo calon pacar gue. Otomatis lo juga hewan,"jelas Eros membuat Karen kesal.

"Minggir lo! Dasar babi, enyah lo dari hadapan gue! Kalo lo cuma niat buat gangguin gue; sorry gue gak ada waktu." Dengan sekuat tenaga, Karen mendorong tubuh Eros ke belakang. Tetapi, Eros masih bergeming di tempatnya.

Gadis itu semakin menarik di matanya, apalagi saat ini gadis itu terlihat semakin kesal. Saat usaha mendorong dirinya berakhir sia-sia.

"Tenaga lo kecil banget, kaya ukuran tubuh lo. Makanya makan yang banyak biar bergizi!" Eros tersenyum mengejek pada Karen.

"Heh! Babi gue gak kurang gizi, anjir!" teriak Karen tak terima dengan perkataan Eros.

"Lho? Siapa yang bilang lo kurang gizi?" Rasanya menyenangkan sekali menggoda gadis itu, melihat Karen kesal seperti ini menjadi hiburan untuknya.

"Lo lah! Lo lupa barusan lo ngatain gue kurang gizi! Pikun lo? Kasian masih muda!" ejek Karen di akhir kalimat.

"Gue gak ada bilang gitu. Gue cuma nyuruh lo makan banyak biar bergizi," ulang Eros pada Karen.

"Sama aja. Udah, deh. Minggir gue mau lewat!"   Karen berdecak sangat keras, menunjukan pada cowok di depannya bahwa dirinya kesal setengah mampus.

"Lo gak bisa pergi. Sebelum lo ngasih nomer telfon ke gue!" Eros masih terus menahan Karen agar tidak pergi, kali ini tangan kurang ajar Eros mencekal pergelangan gadis itu.

"Lo bisa gak, sih? Gak usah sentuh tangan gue. Jijik tau gak?" Karen mencoba melepaskan cekalan tangan Eros pada lengannya, namun nihil tenaganya tidak sebanding.

Wajah Eros berubah datar, kedua matanya menatap dingin tepat pada manik mata Karen. Karen mendadak gugup sekaligus takut dengan tatapan Eros. Ia jadi teringat perkataan Kakaknya, yang mengatakan Eros berbahaya.

"Nomor telfon lo." Tangan satunya menyodorkan ponsel pada Karen, menyuruh gadis itu mengetikan dua belas digit angka pada ponsel miliknya.

"Gue gak punya Wa!" ucapnya yang jelas itu sebuah kebohongan.

Eros tersenyum miring. Ia tahu gadis itu berbohong padanya, tidak mungkin di jaman sekarang ada orang yang tidak memakai aplikasi hijau.

"Gue gak bohong. Gue cuma pake Instagram doang." Karen kembali berucap saat melihat senyum Eros, serta tatapan cowok itu yang meragukannya. Sial! Dirinya tidak pandai berbohong!

"Oke!" Eros melepaskan cengkeraman pada tangannya dengan mudah. Karen tidak menyia-nyiakan kesempatan, gadis itu segera berlari meninggalkan Eros seorang diri. Sepertinya Eros membiarkan dirinya pergi begitu saja.

1
Elok Pratiwi
tidak suka cerita yg menggunakan kata lo and gue ... tidak menarik
sakura
...
Choi Jaeyi
hai kak, cerita kamu bagus bgt semangat trus ya nulisnya
mampir juga ya ke novel pertamaku, mari kita saling mendukung sesama penulis baru🤗🌷
Siti Nina
oke 👍
dezzweet: terima kasih banyak sudah menyempatkan waktu untuk baca karya saya
total 1 replies
Yusuo Yusup
Terima kasih sudah menghibur! 😊
dezzweet: kembali kasih, kak
total 1 replies
Rubí 33-12
Membuat rasa penasaran
dezzweet: wah terimakasih sudsh mampir, kak. selamat datang di cerita saya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!