NovelToon NovelToon
Sunday 22.22

Sunday 22.22

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Balas Dendam / Cinta Karena Taruhan
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: sun. flower. fav

Di tengah keindahan Jogja, proyek seni yang seharusnya menggembirakan berubah menjadi teka-teki penuh bahaya. Bersama teman-temanku, aku terjebak dalam misteri yang melibatkan Roats, sosok misterius, dan gadis bergaun indah yang tiba- tiba muncul meminta tolong.
Setiap sudut kota ini menyimpan rahasia, menguji keberanian dan persahabatan kami. Saat ketegangan memuncak dan pesan-pesan tak terjawab, kami harus menemukan jalan keluar dari labirin emosi dan ketegangan yang mengancam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sun. flower. fav, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Roats si anjing liar

Aku dan Baskara pergi ke toko seni Kraton di dekat Malioboro. Perjalanan kami dipenuhi dengan canda tawa dan suasana hati yang ringan. Sebelum sampai ke tujuan, kami menyempatkan diri membeli beberapa camilan khas Jogja, seperti geplak dan bakpia, dari penjual kaki lima di sepanjang jalan.

Setibanya di toko seni Kraton, aku tertegun melihat kemegahannya. Toko itu berdiri dengan bangunan bergaya Jawa klasik yang anggun. Atapnya berbentuk joglo, dihiasi ornamen ukir-ukiran yang rumit dan indah. Pintu masuknya terbuat dari kayu jati berukir, memberi kesan hangat dan megah sekaligus.

Di dalam toko, suasana terasa tenang dan penuh rasa hormat. Lantainya berlapis tegel merah yang berkilauan di bawah cahaya lampu gantung berbentuk bunga teratai. Rak-rak kayu berisi berbagai macam alat seni seperti kanvas, cat minyak, kuas, dan berbagai jenis kertas. Di sudut ruangan, terdapat berbagai hasil karya seni seperti lukisan, patung, dan ukiran kayu yang dipajang dengan rapi, seakan menceritakan sejarah dan kebudayaan Jawa.

Seorang penjaga toko berpakaian tradisional Jawa, lengkap dengan blangkon dan baju beskap, menyambut kami dengan ramah. "Sugeng rawuh di Toko Seni Kraton, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyum hangat.

Aku dan Baskara tersenyum kembali, merasa senang dengan keramahan yang ditunjukkan. "Kami mencari cat warna untuk melukis," jawabku.

Penjaga toko mengangguk dan mengarahkan kami ke rak yang penuh dengan berbagai jenis dan merk cat. Aku merasa seperti anak kecil di toko permen, begitu banyak pilihan dan warna yang memikat hati.

Sambil memilih cat, Baskara mengingatkan, “Jangan lupa, kita butuh kuas dan palet juga.”

Aku mengangguk, tersenyum. Di toko seni Kraton ini, setiap sudutnya seakan memancarkan keindahan dan ketenangan. Atmosfer yang penuh dengan seni dan budaya memberikan inspirasi dan semangat baru untuk memulai proyek lukisanku.

Saat kami berkeliling di dalam toko seni Kraton, Baskara dengan penuh semangat turut memilah cat. Dia memilih warna-warna yang jarang terlihat, warna yang bisa memberikan sentuhan berbeda pada lukisanku. Namun, perhatiannya tidak hanya terfokus pada cat. Matanya sesekali melirik ke arah deretan ukiran patung yang terpajang dengan anggun di sudut ruangan.

“Wiih.” Mataku tertuju pada ukiran kecil membentuk sepatu balet berwarna putih dengan paduan merah muda di sisi kanan kirinya. Langsung kuambil dan berniat membelinya untuk hadiah ulang tahun Anindya.

“Lihat ini,” kataku, memanggil Baskara agar mendekat.

Baskara tersenyum, tatapannya kembali kepada patung-patung lain yang terpajang.

Kami berdua berjalan dari satu patung ke patung lain, setiap karya seni memiliki keunikan dan daya tariknya sendiri. Ada patung yang menggambarkan sosok wayang, gajah, harimau, hingga berbagai simbol tradisional Jawa lainnya.

Setelah memastikan semua cat warna sudah lengkap, Baskara membayarkannya ke kasir. Kami keluar dari toko seni Kraton, langsung disambut oleh terik matahari yang begitu menyengat. Dengan cepat, kami mengenakan kacamata hitam untuk melindungi mata dari sinar yang berlebihan.

Saat kami berjalan menuju motor, aku melihat sebuah pemandangan yang membuatku tertegun. Di seberang jalan, di depan sebuah hotel besar, terlihat Roats sedang memasuki pintu masuk.

Aku meraih lengan Baskara, menghentikannya sejenak.

"Lihat, itu Roats," bisikku sambil menunjuk ke arah hotel.

Baskara menoleh, matanya menyipit sejenak sebelum mengangguk pelan. "Iya, ngapain dia?"

Tanpa berpikir panjang, kami memutuskan untuk mengikutinya. Kami menyeberang jalan dengan hati-hati, mengikuti langkah Roats dari kejauhan. Dengan sikap waspada, kami masuk ke dalam hotel, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Roats berjalan dengan langkah percaya diri, seolah tidak menyadari keberadaan kami di belakangnya.

Dia berhenti di depan lift, menekan tombol, dan menunggu. Kami bersembunyi di balik pilar, memantau setiap gerakannya. Ketika pintu lift terbuka, dia masuk dan kami segera menuju lift lain di sebelahnya, berharap bisa mengikuti jejaknya.

Kami keluar di lantai yang sama dan melihat Roats berjalan menuju sebuah kamar. Di depan kamar tersebut, seorang gadis berdiri menunggu. Gadis itu tampak gugup, namun saat Roats mendekat, wajahnya berubah menjadi lebih tenang dan tersenyum kecil. Mereka berbicara sebentar sebelum Roats merangkul gadis itu dengan mesra dan membawanya masuk ke dalam kamar.

“Anjing, dia, nih,” umpatku geram. Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Dengan sigap, kami mendekati kamar tersebut, berusaha mendengar percakapan di dalamnya. Dari balik celah pintu, kami berhasil mengambil beberapa foto dengan ponsel, merekam kemesraan mereka. Meski hanya beberapa detik, gambaran itu sudah cukup jelas untuk menunjukkan hubungan intim mereka.

"Bau bangkai, nih, cowok," kata Baskara sambil mengamati foto-foto yang baru saja diambilnya. "Ternyata ada banyak perempuan yang bernasib sama seperti Anindya."

Saat kami berusaha mendengarkan lebih lanjut, pintu kamar tiba-tiba tertutup rapat. Kami sudah tidak bisa melihat atau mendengar apa yang terjadi di dalam sana. Namun, kami tahu bahwa apa yang baru saja kami saksikan sudah cukup untuk mengungkap sebagian dari kebenaran tentang Roats.

Dengan hati-hati, kami meninggalkan lantai tersebut dan turun kembali ke lobi. Perasaan campur aduk menyelimuti pikiranku.

"Kita harus berhati-hati," kata Baskara sambil berjalan cepat keluar dari hotel. "

Aku mengangguk, menyetujui. "Ya, anak buah Roats itu banyak.”

***

Sesampainya di rumah, aku dan Baskara segera mengajak Ebra dan Evan untuk berkumpul. Kami semua berkumpul di ruang tamu, suasana tegang menyelimuti ruangan saat aku dan Baskara mulai menceritakan apa yang baru saja kami lihat di hotel.

"Aku dan Baskara mengikuti Roats ke sebuah hotel besar di Malioboro," kataku, membuka pembicaraan. "Dia menemui seorang gadis di sana. Mesra banget, untung aja tadi Baskara berhasil ngefoto."

Ebra dan Evan saling bertukar pandang, wajah mereka menunjukkan keheranan yang sama. "Kalian yakin tadi kalian membuntuti dengan aman?" tanya Ebra akhirnya. "Roats warga Jogja paling bahaya."

Aku dan Baskara mengangguk yakin. Baskara lantas mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto yang kami ambil. "Lihat ini," katanya. "Gadis itu tampak sangat muda dan terlihat ketakutan sebelum akhirnya tersenyum di hadapan Roats. Ada banyak perempuan yang mungkin berada dalam situasi yang sama dengan Anindya."

Evan mengangguk perlahan, matanya tidak lepas dari gambar-gambar itu. "Sejak awal juga kita sudah salah menerima tawaran anonim dari Roats, Kita mana tahu kalau bakal terjebak begini."

Aku menghela napas dalam-dalam, mencoba meredakan ketegangan. "Kita perlu merencanakan sesuatu. Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Roats dan kegiatannya. Mungkin ada cara untuk mengungkap semua ini dan membantu para gadis."

Ebra memandangku tajam. “Nggak, selesaikan saja garapannya, selesai kita pulang. Eliza, ayah ibumu di rumah gak tenang anaknya lama-lama di Jogja, apalagi kalau mereka tahu kita lagi dalam keadaan terseret ke masalah yang tidak seharusnya ada.”

Evan menambahkan, “Jangan gegabah, Roats bukan orang yang mudah di taklukkan, tujuanmu ke Jogja juga buat kerja.”

Aku tersenyum tipis. “Karena memang di sini hanya aku yang punya perasaan sama seperti Anindya, aku juga permpuan. Setiap malam dia harus mengaung seperti kucing karena bayang-bayang Roats yang terus menimpali mimpinya.”

Baskara menepuk pundakku kemudian berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Kini tidak ada yang berpihak padaku, hanya aku yang mempunyai keinginan menolong Anindya. Entah apa alasanku, mungkin bisa jadi Eja adalah alasan obsesiku membantu Anindya. Aku takut dia rapuh saat tahu gadis yang dia cintai harus mengalami kesusahan yang sangat fatal.

1
Kustri
lucu jg takut ama tanah basah☹️
Kustri
awal yg unik
pausberkuda
semangattt🫶👏👏
Azzah Nabilah: weeehhhhh🥲
total 1 replies
ׅ꯱ƙׁׅᨮׁׅ֮ᥣׁׅ֪ꪱׁׁׁׅׅׅꭈׁׅɑׁׅ ηα
kerja bagus ija
Azzah Nabilah
jangan lupa ikuti kisan Eliza dan eja ya
Ohara Shinosuke
Semangat terus thor, aku yakin ceritamu akan menjadi luar biasa!
boing fortificado
Yang bikin author sebisanya aja ya, pengen lanjutin ceritanya.
Min meow
Tidak ada yang kurang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!