Menikah karena wasiat, itulah yang di alami Clea. ia terpaksa menikah dengan Renei Suprapto, pria tampan, mapan dan matang dan juga suami orang. Margareth istri Renei yang menginginkan pernikahan itu terjadi karena ia sedang sakit keras. Margareth tidak ingin sepeninggal dirinya Renei kesepian karena itu ia menjodohkan suaminya dengan Clea gadis berusia dua puluh tahun yang tak lain adalah petugas terapis Margareth selama sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nur danovar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 7 Insiden Kopi Tumpah
Pagi ini seperti biasa sebelum Renei terbangun dari tidurnya Clea sudah masuk ke kamar Renei untuk menyiapkan keperluan Renei berangkat ke kantor. Clea menatap ranjang yang kosong lalu memandang ke arah sofa. Rupanya semalaman Renei tertidur di sofa.
Clea meraih stelan jas dari dalam lemari lalu menyiapkan dasi dan jam tangan juga sepasang sepatu kulit berwarna hitam untuk Renei pagi hari ini.
Clea selesai menyiapkan semua termasuk air hangat di bathup tapi pria itu belum juga terbangun membuka matanya. Clea mendekati Renei ia ragu ingin membangunkan suaminya karena sudah hampir jam tujuh.
Clea memandangi wajah tampan Renei yang masih tertidur. Bulu mata lentik, hidung yang mancung dan seulas bibir tipis kemerahan. Wajahnya mirip patung dewa yunani jika ia terdiam seperti ini tidak bersikap galak pada Clea.
"Kenapa kau memandangiku?!" Suara bariton itu mengejutkan Clea. Ia memundurkan langkahnya, wajahnya memerah ketahuan memandangi Renei.
"Jam berapa sekarang?" tanya Renei sembari menyandarkan punggungnya di pinggiran sofa.
"Hampir jam tujuh mas" jawab Clea.
"Apa?! Kenapa kau tidak membangunkan ku? Aku ada meeting pagi ini!" Renei berdiri dari duduknya dan hampir melangkah tapi ia kehilangan keseimbangan hingga limbung menubruk tubuh Clea yang berdiri tidak jauh darinya. Clea yang tertimpa tubuh tinggi tegap Renei terjatuh kebelakang tepat di atas ranjang. Keduanya saling bertukar pandangan. Renei menatap lekat sepasang mata bulat Clea dengan ekspresi datar dan dingin.
"Ehm! maaf pak" terdengar suara Yudi yang sudah berdiri di ambang pintu kamar Renei yang memang terbuka sejak tadi. Yudi canggung menatap kejadian tidak senonoh di hadapannya. Renei terlihat berada di atas tubuh Clea.
Renei segera bangkit memandang tajam ke arah Yudi yang pasti berpikir bos dan nyonya bosnya sedang bermesraan.
"Ada apa?!"
"Saya pikir bapak kesiangan jadi saya kemari untuk membangunkan pak Renei" jawab Yudi sembari menunduk.
Clea merapikan rambutnya, ia berjalan keluar kamar Renei tanpa bicara.
Setelah bersiap dengan stelan jasnya yang rapi Renei bergegas menuruni anak tangga dan melangkah ke ruang makan. Clea menyeduh secangkir kopi ia meletakkan di depan Renei tapi insiden kecil terjadi. Clea tidak sengaja menumpahkan cangkir berisi kopi panas itu hingga terkena paha Renei.
"Ouhh panas! apa yang kau lakukan?!" bentak Renei kesal.
"Maaf mas saya tidak sengaja, maaf mas" Clea segera meraih tisue kering lalu membersihkan celana Renei yang terkena tumpahan kopi.
"Ah sial! bisa tidak kau berbuat sesuatu yang benar?!" Renei menepis tangan Clea yang membersihkan noda kopi di celananya. Yudi yang melihat kejadian itu ikut panik.
"Akan saya panggilan dokter Hermawan pak" kata Yudi sembari menelpon dokter pribadi Renei.
Dengan wajah penuh marah Renei melangkah kembali ke kamarnya melepas celana. ia melihat kulit pahanya memerah dan sudah pasti melepuh karena terkena air panas. setelah menunggu beberapa saat dokter Hermawan akhirnya tiba. ia segera memeriksa kondisi Renei.
"Tidak perlu ke rumah sakit Yud, ini luka kecil aku memberi obat pereda nyeri dan salep oleskan salep itu tipis saja di atas lukanya"
Hermawan menyerahkan salep dan obat pada Yudi.
"Silahkan berbaring pak biar saya olesi salep ke luka bapak" kata Yudi.
"Apa?! kenapa harus kau yang mengolesi luka itu? enak saja!"
Hermawan tertawa geli, jelas saja itu membuat Renei juga geli. masa Yudi yang harus mengobati luka di paha Renei.
"Hei kenapa tidak kau serahkan salep itu pada Clea?" kata dokter Hermawan sembari tersenyum menatap Clea yang sejak tadi hanya diam di sudut kamar.
Clea terkejut dan salah tingkah tapi mau bagaimana lagi ia yang menyebabkan luka itu jadi ia bertanggung jawab mengobatinya. Clea meraih salep yang di pegang Yudi.
"Biar saya saja" kata Clea malu.
Hermawan dan Yudi langsung peka, keduanya berjalan keluar kamar Renei.
Clea meraih ikat pinggang yang di kenakan Renei. ia membukanya perlahan.
"Hei kau mau apa?!"
"Membuka celana mas, kan saya mau pakaikan salepnya"
"Gadis ini agresif sekali! tidak perlu buka celana segala" wajah Renei memerah ia memalingkan pandangannya dari Clea.
"Kalau tidak di buka ya tidak bisa di obati mas"
"Kau selalu merepotkan ku! ini salah mu dasar ceroboh"
Renei membuka celananya di hadapan Clea, Clea tidak melihat ia hanya fokus pada paha Renei yang terlihat memerah. Clea segera mengolesi luka bakar itu dengan salep lalu bergegas enyah dari hadapan Renei.
Clea pergi ke kamarnya, menenangkan jantungnya yang berdegup hampir lepas dari tempatnya.
Tenang Clea....tenanglah kau tidak melihat apapun kau hanya mengobati lukanya....
