Ibrahim anak ketiga dari pasang Rendi dan Erisa memilih kabur dari rumah ketika keluarga besar memaksanya mengambil kuliah jurusan DOKTER yang bukan di bidangnya, karena sang kakek sudah sakit-sakitan Ibrahim di paksa untuk menjadi direktur serta dokter kompeten di rumah sakit milik sang kakek.
Karena hanya membawa uang tak begitu banyak, Ibrahim berusaha mencari cara agar uang yang ada di tangannya tak langsung habis melainkan bisa bertambah banyak. Hingga akhirnya Ibrahim memutuskan memilih satu kavling tanah yang subur untuk di tanami sayur dan buah-buahan, karena kebetulan di daerah tempat Ibrahim melarikan diri mayoritas berkebun.
Sampai akhirnya Ibrahim bertemu tambatan hatinya di sana dan menikah tanpa di dampingi keluarga besarnya, karena Ibrahim ingin sukses dengan kaki sendiri tanpa nama keluarga besarnya. Namun ternyata hidup Ibrahim terus dapat bual-bualan dari keluarga istrinya, syukurnya istrinya selalu pasang badan jika Ibrahim di hina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Mak Sumi menarik napas panjang
"Setelah itu tanpa pikir panjang Maira pergi untuk melihat keadaan Burhan, belum sempat Maira pergi tiba-tiba ada pria datang mengaku tukang ojek. Pria itu mau mengantar Maira ke rumah sakit, saat itu Mak mencoba untuk menghentikan Maira tapi karena Maira panik. Maira tidak mendengarkan perkataan Mak, bukan tanpa alasan Mak mencoba menghentikan Maira. Karena satu hari sebelumnya, Mak mendengar rencana Ani ingin menjebak Maira"
Mak Sumi menghapus air matanya, Mak Sumi kembali mengingat saat terakhir bertemu sahabatnya itu.
"Tidak lama dari Maira pergi, Mak mendapat kabar bahwa Maira mengalami kecelakaan dan Maira tewas di tempat. Sementara pria itu masih selamat tapi tidak sadarkan diri, setelah kabar Maira mengalami kecelakaan. Ani membuka suara dan mengatakan pada semua orang kalau Maira berselingkuh dengan pria itu, bahkan ingin pergi meninggalkan Burhan dan Arumi"
Ibrahim tertegun mendengar cerita dari Mak Sumi, Ibrahim tidak tahu harus bagaimana menceritakan semua ini pada istrinya.
"Emak mencoba menjelaskan bahwa tidak seperti itu kronologinya, tapi tidak ada satu pun yang percaya dengan penjelasan Mak karena Mak tidak punya bukti. Semua orang lebih percaya perkataan Ani, apalagi semua orang tahu kalau Ani yang lebih dekat dengan Maira. Tidak lama setelah kematian Maira, Burhan menikah dengan Ani"
Mendengar jika ibu mertuanya dulu di fitnah dengan sangat keji, membuat hati Ibrahim terasa sangat sakit.
"Lalu apa pada akhirnya Pak Burhan mengetahui kebusukan Bu Ani?"
Ibrahim penasaran ekspresi bapak mertuanya itu ketika mendiang istri pertamanya di fitnah oleh istri keduanya, Mak Sumi menggeleng. Mak Sumi tidak tahu masalah itu, karena setelah Arumi menginjak usia enam tahun Mak Sumi memutuskan untuk pindah.
"Ibrahim, Arumi perempuan yang baik. Mak mohon jangan pernah sakiti hatinya, Mak sudah mencoba untuk menceritakan semua ini tapi Mak tak tega. Apalagi wajahnya mirip sekali dengan Maira, setiap kali melihat wajah Arumi Mak merasa bersalah karena tidak bisa membersihkan namanya"
Mak Sumi yang dari tadi menangis kini semakin terisak mengingat kembali kenangan bersama sahabatnya itu, Yadi yang melihat Mak nya menangis langsung memeluk wanita yang telah melahirkannya itu.
"Ibrahim tidak tahu, Mak. Apakah Ibrahim sanggup menceritakan ini semua pada Arumi? Ibrahim saja mendengarnya cerita Mak sakit hati, apalagi Arumi" ujar Ibrahim menunduk.
Ibrahim tak sanggup membayangkan wajah sedih istrinya jika mengetahui kalau ibu kandungan meninggal dalam keadaan di fitnah dengan keji, apalagi yang memfitnah itu orang yang pernah hidup satu atap dengan istrinya selama ini.
Tiga hari setelah kunjungan ke rumah Mak Sumi, Ibrahim masih belum bercerita tentang ibu kandung dari istrinya itu. Ibrahim masih diam, karena Ibrahim juga bingung harus bagaimana. Tentu istrinya akan bersedih jika mendengar ceritanya, namun Ibrahim bukan berarti egois untuk merahasiakan ini semua.
"Mas, memang benar kalau dua hari lagi Arham akan ke luar kota?" tanya Arumi, saat ini mereka sedang duduk santai di depan TV
"Iya sayang, Mas sudah yakin kalau Arham mampu untuk mengelola kebun yang berada di sana. Apalagi Arham mempunyai keinginan yang besar, Arham juga sangat cepat belajarnya" jawab Ibrahim yang terus menggenggam tangan istrinya
"Semoga Arham betah di sana ya, Mas. Terus bagaimana nasib ibu? Arham belum cerita tentang ini pada ibu?"
"Tidak usah di pikirkan, biarkan itu jadi urusan Arham. Tapi untuk masalah sertifikat itu, Mas harap kamu tidak menyerahkan pada Ibu ataupun Arham karena itu sudah menjadi hak mu"
Arumi mengerutkan keningnya sembari menatap heran ke arah suaminya, mengapa suaminya tiba-tiba membahas masalah sertifikat itu.
"Mas kenapa? Tidak biasanya Mas bersikap seperti ini, apa ada yang Mas sembunyikan dari Arumi?" tanya Arumi, Ibrahim jadi gelagapan.
"Mas gak kenapa-napa, sayang. Mas hanya masih kesal dengan sikap ibu dan yang lainnya terhadap kamu, mereka juga tidak memiliki ikatan darah dengan kamu. Jadi sekarang Mas ingin bersikap tega pada mereka, karena mereka tidak pantas di kasih hati"
Ibrahim mencoba bersikap tenang, agar istrinya tidak curiga. Arumi mengangguk membenarkan perkataan suaminya, Arumi juga tidak akan memberikan sertifikat itu pada ibu tirinya atau siapa pun.
"Arumi ngerti kok, Mas. Tapi Arumi masih penasaran siapa ibu kandung Arumi? Apa Arumi tanya sama tetangga di sana saja ya, Mas?"
"Tidak usah, sayang. Biar ini menjadi urusan Mas, lagian jika kamu tiba-tiba bertanya pada tetangga di sana takutnya ibu jadi curiga. Kita harus membuat ibu yakin, kalau kita belum tahu apa-apa"
Ibrahim terpaksa melarang istrinya lalu Ibrahim memeluk tubuh istrinya sembari mengucap kata maaf dalam hati untuk istrinya karena belum sanggup untuk menceritakan tentang ibu kandung istrinya.
.
.
.
"Kamu mau ninggalin Ibu sendirian disini?"
"Gak, Bu. Aku cuma mau menenangkan diri saja. Ibu tau kan bagaimana stresnya aku atas perbuatan Mona? Aku menanggung malu, Bu. Bahkan aku gak sanggup untuk bertemu orang-orang" sahut Arham lemas
Bu Ani yang melihat wajah anaknya yang putus asa, terpaksa menyetujui kepergian anaknya. Bu Ani sangat terkejut, ketika Arham mengatakan hendak pergi ke luar negeri. Bahkan lusa adalah hari keberangkatannya, tentu saja kabar dari Arham membuat Bu Ani sedikit marah.
Tapi Bu Ani memaklumi alasan Arham untuk pergi, Arham tidak bercerita jika sebenarnya akan pergi ke luar kota. Itu semua memang sudah kesepakatan dengan Arumi dan Ibrahim, jika Arham berkata jujur akan pergi kemana tentu Bu Ani akan menentang keras kepergiannya.
"Baiklah Ibu izinkan kamu pergi, tapi selama di sana kamu harus sering-sering kasih kabar" kata Bu Ani, Arham langsung mengangguk
"Baik, Bu. Aku pergi karena mau cari uang buat menebus sertifikat rumah yang sudah aku gadai, ibu tahu kan itu tidak sedikit. Makanya aku memutuskan mencari pekerjaan lain, agar bisa segera menebus sertifikat rumah ini" ujar Arham memberi alasan
Bu Ani menghela napas panjang, memang benar yang di katakan oleh Arham. Karena menuruti permintaan Mona dulu, membuat mereka sekarang memiliki hutang yang tidak sedikit. Belum lagi bunga yang semakin hari semakin membengkak, soalnya mereka mengadaikan sertifikat rumah dengan rentenir.
"Kapan kamu akan berangkat?" tanya Bu Ani yang dari tadi memperhatikan Arham mengemasi pakaiannya.
"Insyaallah lusa, Bu" jawab Arham masih sibuk dengan pakaian-pakaiannya
"Ibu hanya bisa berdoa buat kamu, semoga kamu jadi orang sukses" kata Bu Ani dengan tulus, hati Arham menghangat mendengar doa dari ibunya.
"Maafin aku, Bu. Aku tidak jujur mau pergi kemana sebenarnya" gumam Arham dalam hati
#
#Jangan Lupa Follow Ya
FB: Marisa Hafizoh
IG: hafizoh_17
happy ending juga....
cerita yg bagus