Irene, seorang gadis cantik yang gampang disukai pria manapun, tak sengaja bertemu Axelle, pria sederhana yang cukup dihindari orang-orang, entah karna apa. Sikapnya yang dingin dan tak tersentuh, membuat Irene tak bisa menahan diri untuk tak mendekatinya.
Axelle yang tak pernah didekati siapapun, langsung memiliki pikiran bahwa gadis ini memiliki tujuan tertentu, seperti mempermainkannya. Axelle berusaha untuk menghindarinya jika bertemu, menjauhinya seolah dia serangga, mendorongnya menjauh seolah dia orang jahat. Namun anehnya, gadis ini tak sekalipun marah. Dia terus mendekat, seolah tak ada yang bisa didekati selain dirinya.
Akankah Irene berhasil meluluhkan Axelle? Atau malah Axelle yang berhasil mengusir Irene untuk menjauh darinya? Atau bahkan keduanya memutuskan untuk melakukannya bersama setelah apa yang mereka lalui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Runaway for Me
"Shit!! Kenapa loe kehilangan dia sih? Harusnya loe cepet bantuin dia, harusnya Irene bisa loe kejar." Teriak Axelle, pria itu mengamuk pada John yang melihat Irene diculik di depan matanya sendiri.
"Maafin gw, gw gak sempet ngejar mereka." Ujar John, menyesal. "Lagian loe kenapa ninggalin Irene sendirian di sana? Udah tau, Irene bisa dalam bahaya karna loe libatin dia di sini."
"Dia gak mau gw bawa ke Stuart, dia pengen ngikut gw. Mana bisa gw izinin, gw takut dia kenapa-kenapa."
"Buktinya dia ilang sekarang, Al. Terus loe mau ngapain? Biarin dia gitu aja?"
"Tentu nggak, gw harus selamatin dia gimanapun caranya." Ujar Axelle, ia mengambil ponselnya.
"Mau apa loe?"
"Manggil Stuart, gw harus bikin rencana sama dia."
"Percuma, Stuart gak ada di tempat. Dia harus pergi, salah satu anggotanya bikin masalah di kota sebelah."
"Apa? Kok dia gak bilang ke gw?"
"Dia bilang ke gw, dia juga nyuruh salah satu temannya buat ngikutin Irene kemana aja. Tapi sekarang temannya juga ikut ilang, entah kemana dia pergi."
"Black Swan, ini pasti ulah mereka. Mereka gak bisa berhenti gangguin gw sejak kejadian Bryan, gw harus ketemu mereka."
"Di mana? Emang loe tau mereka ada di mana? Kalau mereka nyulik Irene, kemungkinan besar mereka bakal pake Irene buat ngancem loe. Kita gak boleh gegabah, kita harus punya rencana."
Axelle mengacak rambutnya kesal, tentu saja ia menyesal meninggalkan Irene disana. Ia takut kejadian yang sama menimpa gadis itu, kejadian yang menimpa Bryan saat ia memutuskan untuk pergi meninggalkan pria itu.
John menepuk bahu Axelle, berusaha menguatkannya. "Loe tenang aja, Irene pasti baik-baik aja sekarang. Ok?!"
"Loe juga bilang gitu, waktu kita ninggalin Bryan." Ujar Axelle, pelan.
John terdiam, ia menghela nafas pelan. "Maafin gw..."
Tiba-tiba ponsel Axelle berdering, nama Irene ada disana. Axelle menatap John, pria itu memberi isyarat untuk menjawabnya. Axelle menurutinya, John menekan loudspeaker disana.
"Halo, Rene, loe di mana?"
"Axelle, lari!!"
Brak!!
***
Irene membuka matanya perlahan, ia melihat sekelilingnya yang cukup gelap. Di mana ia berada? Jelas ini bukanlah tempat John, tempat ini gelap dan sepertinya tak terawat.
"Loe udah bangun?"
Klik!!
Irene menutup matanya karna cahaya yang tiba-tiba menyerbu retina matanya, ia membuka perlahan matanya dan kaget saat melihat seseorang ada disana.
"Loe..."
"Iya, ini gw, Joy." Ujar gadis tinggi itu, senyuman manis itu terlihat berbahaya untuk Irene.
"Ke-kenapa?" Tanya Irene, kaget. "Kenapa loe ada disini?" Tanyanya sambil berdiri, tapi Joy kembali mendorongnya. "Joy!!"
"Kenapa?" Ujar Joy, tersenyum sinis. "Hush!! Sekarang ini loe lagi jadi tawanan gw, mending loe diem aja."
"Tawanan? Maksudnya?"
Joy tersenyum, ia mengambil ponsel Irene yang ternyata berada di tangannya. "Loe bakal tau sebentar lagi kok, hubungi Winter?"
"Winter? Si-siapa?"
"Ah, benar juga, loe gak mengenal Winter ya? Kalau begitu, telpon Axelle."
"Apa hubungannya Axelle sama Winter?" tanya Irene, bingung.
"Gak usah banyak tanya, hubungi saja."
"Jawab dulu pertanyaan gw, Winter itu siapa?" Tanya Irene, keras kepala.
"Heh, bego!! Axelle sama Winter itu orang yang sama, keduanya sama-sama nama samaran."
"Apa?"
"Hubungi dia cepat!!"
"Apa urusan loe sama dia? Kenapa gw dibawa ke tempat kayak gini? Loe yang ngancem Axelle selama ini?"
"Loe itu banyak omong banget sih, gw cuman nyuruh hubungin Axelle doang." Ujar Joy, kesal. Ia merebut ponsel Irene, lalu ia sendiri menghubungi Axelle. Cukup lama menunggu, akhirnya panggilan itu dijawab juga.
"Halo, Rene, loe dimana?"
"Axelle, lari!!"
Brak!!
Joy mendorong Irene hingga gadis itu menubruk tembok, membuat gadis itu harus menabrak kursi tempat ia duduk tadi.
"Berisik!!"
"Hei!! Siapa loe? Irene di mana?" Teriak Axelle, di ujung sana. Pria itu terdengar panik, membuat Joy lagi-lagi menampilkan senyum sinisnya.
"Dia masih ada, masih hidup dan baik-baik aja." Jawabnya, ia menatap Irene yang terduduk di lantai, kepalanya berdarah karna terantuk kursi.
"Di mana Irene? Gw mau ngomong sama dia!!"
"Sabar, Dude. Loe gak mau kenal gw dulu gitu?"
"Loe pasti dari Black Swan, kan? Yang loe kejar itu gw, jangan libatin Irene. Ngerti?"
"Hmm, musuh loe banyak ya? Gw emang bagian dari BS, tapi gw punya dendam pribadi sama loe."
"De-dendam?"
"Gw bakal ceritain semuanya, kalo loe mau ketemu sama gw." Ujar Joy, membuat Irene menatapnya. "Kalo nggak, pacar loe ini gak bakal selamat."
"Jangan sentuh Irene atau gw gak akan lepasin kalian semua!!"
"Kita lihat nanti." Ujar Joy, tersenyum. "Jadi, mau bertemu?"
***
Stuart melihat keluar jendela mobilnya, ia sungguh tak tenang meninggalkan kota ini. Tapi keadaan disana lebih urgent dari yang ia duga, padahal ia sudah menyuruh seseorang untuk mengatur keadaan disana agar sedikit kondusif. Tapi nyatanya Sean membuat semuanya semakin rumit, obsesinya terhadap gadis itu membuatnya semakin tak bisa dikendalikan.
Stuart mengambil ponselnya, ia berniat menghubungi Andrew untuk meminta bantuan pada pria yang kini dipercayainya untuk mengawasi Irene. Stuart terdiam, suara operatorlah yang menjawabnya. Semakin gusar, Stuart terus menghubungi Andrew, tapi lagi-lagi tak dijawab.
"Kemana anak itu? Mungkinkah dia tengah sibuk? Aku harus minta bantuan siapa??"
Tiba-tiba ponsel Stuart berbunyi, membuat pria itu kaget. Itu dari Gisel, sepupunya. "Halo, Gisel, kenapa?" Tanyanya, tenang.
"Kak, katanya Kakak pergi ya? Gimana bisa Kakak pergi di saat seperti ini? Bagaimana dengan Irene? Dia masih sama Axelle, Kakak gak boleh ninggalin Irene gitu aja."
"Kita bisa percaya sama Axelle, Gis. Axelle pasti jaga dia kok, Kakak juga udah nyuruh orang buat ngawasin Irene."
"Kakak percaya sama anak mafia itu? Kakak salah, Kakak gak boleh percaya sama dia. Dia gak sebaik yang Kakak kira, dia pembunuh."
"Gisel, itu cuma rumor. Kamu gak boleh langsung percaya, Axelle pasti bisa jaga Irene."
"Kakak ini mendadak bodoh atau bagaimana? Irene sekarang ngilang, Kak, dia dicariin orang tuanya. Katanya ponselnya gak aktif sejak kemarin, apa kakak masih percaya Axelle?"
"Gisel, aku belum mendapatkan berita apapun dari orangku. Dia baik-baik saja, mungkin ponselnya mati." Ujar Stuart, pelan.
"Perasaanku gak enak, Kak, tolong jangan pergi dulu. Selamatkan Irene dulu, baru..."
"Irene baik-baik saja, Gisel. Aku yakin kok, dia gak..."
"Kalau Kakak gak mau bertindak, biar aku yang selametin dia. Aku bisa cari Irene kok, aku bisa minta bantuan temanku buat ngelacak dia."
"Gisel, jangan bodoh kamu!!"
"Aku yang bodoh minta bantuan sama Kakak, aku akan bawa sebagian anak buah Kakak kalau Irene bisa ditemukan." Ujar Gisel, ia segera mematikan ponselnya.
"Gisel, Gisel!! Shit, gw harus gimana??"