Akhir Sebuah Sandiwara

Seorang gadis cantik dengan penampilan sederhana  tapi terlihat anggun sudah menunggu mereka di sebuah cafe di dalam mall itu. Dia tersenyum pada Nadine dan Arya yang berjalan mendekatinya. Nadine melihat senyum terkembang di wajah Arya saat berjalan menghampiri gadis itu, senyum yang tidak pernah Nadine lihat sebelumnya dan juga tatapan memuja yang begitu terpancar dari kedua mata kakaknya itu.

“Maaf ya, tadi ada insiden kecil jadi kami agak lambat sampai ke sini,” kata Arya mencium kedua pipi gadis itu. Nadine yang melihat pemandangan tak biasa di depannya hanya bisa melongo, masih belum mengerti ada hubungan apa di antara kedua orang itu.

“Kenalin, Nad,” kata Arya merangkul pinggul gadis itu. “Pacar aku, Alexa.”

Seperti ada dentuman keras yang menghantam hati Nadine. Rasa sakit yang beribu-ribu kali dari pada saat dia melihat Raymon dengan wanita lain. Pacar, kata itu seperti batu yang jatuh dari langit dan menerjangnya. Nadine mendadak merasa tidak nyaman dan perasaan tidak nyaman itu tergambar jelas di wajahnya.

“Nad,” panggilan Arya menyadarkan Nadine, buru-buru dia memperlihatkan rasa senangnya. Dia menutupinya sempurna dengan senyum ceria. “Dia bukan Cuma cantik di muka aja, tapi cantik di hati juga.” lanjut Arya memuji Alexa di depan Nadine.

“Hai, Nad,” sapa Alexa memeluk Nadine, “Arya banyak cerita tentang kamu. Ternyata memang benar kalau kamu cantik.” Nadine melirik Arya, bibirnya seketika membentuk sebuah cekungan mengetahui Arya mengatakan dirinya cantik di depan orang lain.

Lalu senyuman itu menghilang lagi melihat tangan Arya kembali meraih pinggul Alexa dan merangkulnya lalu membawanya duduk kembali di kursi. Nadine cemburu, ada rasa iri dalam hatinya melihat Arya memperlakukan Alexa seromantis itu.

“Aku udah lama banget mau di kenalin sama kamu,” kata Alexa menatap Nadine. Gadis itu memperlihatkan seyuman yang tulus tapi entah kenapa Nadine tidak menyukainya.

“Aku juga udah ketemu sama Safira. Adik-adiknya Arya cantik-cantik.” Alexa kembali memberikan pujian padanya dan juga Safira.

“Arya juga cerita kalau kalian lahir dari ibu yang berbeda, tapi sayangnya ke kamu itu kayak sayangnya ke Safira. Arya selalu banggain kalian berdua,” Nadine hanya tersenyum canggung saja.

“Katanya kamu punya toko bunga?” Nadine mengangguk, “Sayang banget aku alergi sama bunga, jadi aku nggak bisa main di toko bunga kamu.” Nadine masih diam dengan senyum canggungnya.

Alexa menyadari kecanggungan Nadine, dia melihat gadis itu merasa tidak nyaman berada di dekatnya. Lalu dia berdiri dan kembali duduk di samping Nadine.

“Kamu bisa anggap aku kayak Arya, aku juga bisa jadi kakak kamu,” kata Alexa berusaha menyentuh hati Nadine.

“Iya Nad, aku sengaja kenalin kamu ke Alexa biar dia juga bisa bantuin aku jagain kamu.”

Nadine mengernyit, “Kenapa aku harus di jagain, aku kan juga bukan anak kecil,” kata Nadine protes.

“Bagi aku, kamu sama Safira itu tetap masih anak kecil yang harus aku jaga, Nad. Terutama kamu,” Nadine kembali mengernyit. “Karena kamu tinggal sendiri, aku selalu khawatirin kamu,” sambung Arya membuat perasaan Nadine menghangat.

Dari dulu Arya memang selalu seperti itu padanya, memberi kasih sayang seorang ayah, ibu dan kakak sekaligus padanya. Arya selalu protektif pada adiknya. Apalagi setelah Arya bertemu Raymon dan laki-laki itu terang-terangan menghina adiknya membuat Arya akan semakin menjaga Nadine.

“Makasih, Kak. Kak Arya memang yang terbaik.” Nadine lupa kalau di samping Arya sedang ada seorang gadis yang tengah memperhatikan caranya menatap Arya.

Alexa mengamati interaksi kakak adik itu, dia melihat cara Nadine menatap Arya berbeda dengan cara Safira menatap pacarnya itu. Nadine yang merasa di perhatikan menjadi salah tingkah saat pandangannya dan Alexa bertemu.

“Kak Alexa kerja apa?” katanya mengusir canggung. Jika bukan demi menghargai kakaknya, Nadine sudah sejak tadi meninggalkan cafe itu.

“Aku...” Alexa memberi jeda sejenak, lalu melirik pada Arya seperti bertanya apa boleh aku mengatakan pekerjaaku pada adikmu. Lalu kemudian Arya memberikan jawaban dengan mengangguk.

“Aku cuma guru Tk,” Nadine terperangah, dia membulatkan matanya seolah tidak percaya. Kakaknya yang begitu rupawan dan berkarisma bisa jatuh cinta pada seorang guru Tk. Walaupun Alexa manis dan terlihat sangat ramah, tapi...

“Kenapa? Kaget kakak kamu bisa suka sama guru Tk?” tebak Alexa tepat sasaran. “Aku juga nggak tahu kenapa kakak kamu mau pacaran sama orang miskin kayak aku.”

“Lex...” suara Arya terdengar dalam. Dia selalu tidak suka saat Alexa mulai membandingkan status mereka.

Nadine memperhatikan sekali lagi kedua orang itu, lalu dia tersadar bahwa dia benar-benar sudah jatuh cinta pada kakak tirinya itu. Dia begitu terluka melihat cinta di mata Arya, cinta yang tidak mungkin untuknya.

“Kak, aku pulang duluan aja. Aku lupa kalau besok itu aku ada pesanan bunga untuk lamaran, ”Nadine memberi alasan tapi Alexa dapat menyadarinya kalau Nadine hanya tidak suka padanya.

“Memangnya Ana nggak bisa, kita makan dulu aja.” Arya yang tidak melihat kecanggungan Nadine pada pacarnya mencoba menahan adiknya itu.

Nadine melirik Alexa, gadis manis itu hanya bisa memberi senyuman padanya.

“Lain kali aja, Kak Arya nikmatin waktu sama Kak Alexa aja. Aku duluan yah,” lalu sebelum Arya mengiyakan Nadine sudah mengambil tasnya dan berlalu. Arya ingin berdiri dan menahan adiknya tapi Alexa menyentuh lembut tangannya sambil menggeleng.

“Dia mungkin butuh waktu buat terima aku,” Arya mengerutkan keningnya, “Kenapa butuh waktu?” tanya Arya.

“Mungkin dia belum siap membagi kamu sama aku,”

“Kamu ada-ada aja deh.”

Alexa melirik pintu yang di lewati Nadine, lalu sebuah senyum tipis muncul di bibirnya, tapi sesaat kemudian dia menarik nafas pelan. Dia tahu bahwa gadis itu menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya. Dari caranya menatap kakaknya dapat terlihat jelas kalau Nadine sangat memuja Arya. Tapi entah memuja yang seperti apa, yang jelas Alexa melihat Nadine sangat berbeda dengan Safira. Gadis itu juga terlihat tidak menyukainya sementara Safira menerima kehadirannya dan meminta padanya untuk menjaga dan menyayangi kakaknya dengan sepenuh hati.

Alexa segera mengusir apapun yang ada di kepalanya. Tidak mungkin seorang adik bisa jatuh cinta pada kakaknya. Lalu Alexa teringat kalau mereka terlahir dari ibu yang berbeda. Mungkin saja perhatian berlebih yang Arya berikan padanya menimbulkan perasaan yang lain di hatinya.

“Kayaknya kamu lebih dekat sama Nadine dari pada Safira?” selidik Alexa. Mencoba mencari tahu apakah Arya tahu kalau adiknya itu memiliki perasaan yang lain padanya.

“Secara emosional sih, iya. Aku memang lebih dekat ke Nadine, karena nggak ada yang jagain dan lindungi dia. Jadi aku gantiin peran papa sekaligus mamanya,” jawab Arya dengan jujur.

“Kalau sama Safira, aku juga dekat. Tapi aku hanya jadi kakak aja, karena ada papa sama mama yang udah kasih semua yang dia butuhkan. Termasuk kasih sayang yang berlimpah.” Lanjut Arya.

“Memang kenapa, Nadine menurut kamu gimana?” gantian Arya yang bertanya.

“Dia, kalau kalian jalan berdua pasti orang-orang akan pikir kalau kalian itu pasangan, bukan kakak adik,” Arya mengerutkan keningnya “kok gitu?”

“Iya, kamu aja jalan pake pegang tangan dia.”

“Nggak apa-apa dong, dia kan adik aku,”

“Safira nggak, dia kan juga adik kamu,”

“Safira mana mau aku genggam tangannya.”

Mereka menghentikan percakapan tentang Nadine dan mulai membahas tentang mereka saja. Walaupun jauh di lubuk hati Alexa, dia merasa tidak nyaman dengan hubungan kakak dan adik itu.