Akhir Sebuah Sandiwara

Akhir Sebuah Sandiwara

Bagian 1

Nadine sedang berjalan di dalam sebuah restoran mewah, di tangannya ada seikat bunga mawar merah yang masih segar. Banyak pengunjung yang memperhatikannya karena apa yang dia bawa. Di antara mereka ada yang cemburu karena berfikir bunga itu pasti pemberian dari pacarnya atau mungkin juga suaminya. Ahh, romantis sekali.

Namun sayangnya bunga itu bukan pemberian siapapun, Nadine mengantar bunga itu untuk langganan yang selalu membeli bunga di toko bunga miliknya. Langganannya itu akan melamar pacarnya hari ini jadi meminta tolong pada Nadine untuk mengantar buket bunganya karena tidak punya kesempatan untuk ambil sendiri.

Tentu dengan senang hati Nadine mau mengantarnya.

“Semoga berhasil ya, Pak” kata Nadine seraya memberi buket bunga itu pada langganannya.

“Makasih ya, Nad. Jadi repotin kamu” kata langganannya itu seraya mengambil bunga itu dari Nadine dan mencium wangi bunga kelopak mawar itu. Nadine lalu meninggalkan ruangan privat itu setelah urusannya selesai.

Nadine yang ikut merasakan kebahagian langganannya itu tiba-tiba di kejutkan dengan pemandangan yang kurang menyenangkan di depannya. Jauh di pojok sana, seseorang yang dia sangat kenali sedang duduk berhadapan dengan sorang wanita yang tidak Nadine kenal. Lalu mata Nadine terbelalak saat seseorang yang tidak lain adalah Raymon, kekasihnya itu mencium tangan wanita itu lalu berdiri dan mencium lembut keningnya.

Nadine hanya bisa terpaku melihatnya, lalu sepersekian detik dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Raymon. Panggilan pertama tidak ada jawaban, dari kejauhan Nadine bisa melihat kalau Raymon sengaja tidak menjawab panggilannya. Nadine mencoba sekali lagi dan lagi-lagi Raymon mengabaikannya.

Tidak patah asa, Nadine mencobanya sekali lagi. Berhasil, Nadine melihat Raymon berdiri memberi isyarat pada wanita itu lalu menjauh.

“Halo, Nad”

“Kamu di mana?” tanya Nadine. Dia sekarang melihat Raymon sedang menjawab panggilannya dengan sesekali berbalik melihat wanita yang entah ada hubungan apa dengan pacarnya itu.

“Aku lagi di kantor, Nad. Lagi meeting” Nadine hanya tersenyum miris.

“Oh, penting banget kayaknya. Sama siapa memangnya?” tanya Nadine lagi padahal jelas dia tahu pacarnya itu sedang bersama siapa.

“Lagi sama bagian operasional, Nad. Sudah dulu yah, aku mau lanjut rapat. Nanti aku hubungi kamu lagi... tut..tut..tut...” panggilan itu terputus. Terlihat Raymon kembali ke meja itu di mana wanita yang bersamanya sudah terlihat gelisah.

“Dasar brengsek...” maki Nadine.

“Jangan nangis, Nad. Jangan nangis” katanya memberi kekuatan pada dirinya sendiri. Hatinya terluka, Raymon, laki-laki yang dia pikir mencintai dan menyayanginya ternyata hanya laki-laki brengsek yang hanya mempermainkannya saja.

Nadine lalu teringat apa yang selalu ibu tirinya katakan, “Kau akan selalu hidup dengan kesialan, kau akan menanggung dosa ibumu seumur hidupmu.”

Dan kalimat itu selalu sukses membuat dadanya berdenyut nyeri, akhirnya Nadine tidak bisa lagi membendung bulir-bulir air yang sejak tadi mengenangi pelupuk matanya.

“Kenapa malah nangis sih, Nad. Apa yang kamu tangisi, laki-laki brengsek seperti itu tidak pantas membuat air matamu jatuh” Nadine yang awalnya hanya terpaksa menerima Raymon menjadi kekasihnya karena terharu melihat perjuangan laki-laki itu untuk mendapatkan perhatiannya akhirnya mulai membuka hati dan menerima Raymon sepenuhnya. Rasa cinta dan sayangnya pun mulai tumbuh seiring berjalannya waktu.

Melihat laki-laki itu bersama wanita lain dan terlihat mesra membuat hatinya teriris hingga mengeluarkan air mata. Pandangannya yang buram karena air matanya membuatnya tidak melihat dengan jelas ada seorang laki-laki yang sedang menyebrang jalan, dan....brukkk...

Nadine menabrak pejalan kaki itu hingga jatuh terguling-guling sementara Nadine juga jatuh setelah motornya menabrak trotoar.

“Aduhh, mati aku” Nadine tidak memperdulikan dirinya yang terluka. Dia malah langsung berlari terpincang-pincang dengan tangan yang lecet dan baju yang robek mendekati korban tabrakannya.

Banyak orang yang sudah berkerumun, ada yang meminggirkan motor Nadine, ada juga yang membantu laki-laki itu berdiri.

“Maaf, Pak. Anda tidak apa-apa” laki-laki itu menatap tajam pada Nadine membuat gadis itu ketakutan. Lalu ketakutan Nadine bertambah saat dia melihat pelipis laki-laki itu mengeluarkan darah.

“Kita ke rumah sakit yah, Pak” Nadine segera meminta tolong kepada orang-orang untuk memberhentikan taksi, setelahnya Nadine memapah laki-laki itu masuk ke dalam mobil. Tapi laki-laki itu malah menyentak tangan Nadine dan masuk sendiri kedalam mobil.

“Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya tadi tidak lihat kalau ada orang yang sedang menyebrang jalan” laki-laki itu masih diam. Dia bersandar di sandaran mobil sambil menutup matanya. Nadine semakin takut saja di buatnya. Dia takut luka yang laki-laki itu alami  parah dan dia sedang menahan sakitnya, apa lagi kepalanya berdarah.

Mereka sampai di rumah sakit, Nadine memapah laki-laki itu keluar dari mobil. Kali ini laki-laki itu menurut dan tidak menyentak tangan Nadine.

“Silahkan, Mbak. Anda juga butuh perawatan” kata salah seorang suster yang melihat tangan dan kaki Nadine yang lecet.

“Nggak apa-apa, sus. Tolongin Bapak ini dulu” kata Nadine. Laki-laki itu sekilas melirik Nadine lalu wajah pucat dan sembab yang sempat dia lihat itu menghilang di balik tirai yang tertutup.

“Anda keluarganya?” tanya seorang suster yang lain.

“Bukan, sus. Tadi saya, mmm.. saya nggak sengaja menabrak Bapak itu” kata Nadine dengan jujur.

“Oh, kalau begitu anda yang akan bertanggung jawab dengan biaya administrasinya?” tanya suster itu lagi.

“Iya, sus” suster itu lalu mengarahkan Nadine ke bagian administrasi untuk menyelesaikan administrasi perawatan orang yang dia tabrak itu.

Saat Nadine kembali, Nadine sudah melihat ada orang lain yang berdiri di samping laki-laki yang dia tabrak tadi.

“Ambil mobil saya di pinggir jalan, dan jangan lupa saya mau di visum” perintah laki-laki itu.

“Baik, Pak” Nadine terkejut mendengar kata visum, jangan-jangan laki-laki itu berniat melaporkannya ke polisi.

“Sus...” Nadine menahan suster yang baru saja selesai membalut kepala korban tabrakannya itu dengan perban.

“Bapak itu tidak apa-apakan?” tanya Nadine dengan panik.

“Kami belum tahu, Mbak. Hasilnya akan keluar setelah di rongsen” Nadine kembali panik, apakah parah sampai dia harus di rongsen.

Nadine menundukkan kepalanya, berjalan dengan lemas menghampiri laki-laki itu.

“Pak, saya akan bertanggung jawab penuh, saya yang akan membayar biaya rumah sakit anda tapi saya mohon maafkan saya” laki-laki itu melihat Nadine sekali lagi. Wajahnya tidak terlihat ramah, dia membuang tatapannya pada Nadine dan beralih kembali kepada ponselnya.

 “Saya mohon maafkan saya, Pak”

“Kamu bisa diam, kepala saya makin sakit dengar suara kamu” akhirnya laki-laki itu bersuara walaupun itu hanya sebuah bentakan.

Tidak lama, orang yang tadi  datang kembali. Dia memanggil Nadine dan Nadine pun mengikutinya setelah menunduk sopan pada korban tabrakannya itu.

“Maaf, apa benar anda yang menabrak Pak Jonathan” tanya laki-laki itu.

Laki-laki yang Nadine tabrak itu adalah Jonathan Cahyono, seorang pebisnis muda yang sedang menanjak. Dia terkenal kaku dan tidak terlalu ramah. Terbukti saat ini, dari tadi Nadine terus minta maaf padanya tapi yang akhirnya Nadine dengar hanyalah sebuah bentakan.

“Iya, saya minta maaf. Anda...?”

“Saya sekertaris Pak Jonathan. mulai sekarang saya yang akan mengurus Pak Jonathan jadi anda boleh pergi.” Sekertaris Jonathan itu langsung datang begitu mendengar bosnya kecelakaan.

“Benarkah?” Nadine sumringah karena akhirnya dia di perbolehkan pergi.

“Tapi tolong tinggalkan KTP dan SIM anda”

“Hah....”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!