Byan, seorang pria yang memiliki mimpi, mimpi tentang sebuah keadaan ideal dimana dia membahagiakan semua orang terkasihnya. terjebak diantara cinta dan sayang, hingga terjawab oleh deburan laut biru muda.
tentang asa, waktu, pertemuan, rasa, takdir, perpisahan.
tentang mimpi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arief Jayadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tunggu dulu, aku masih ingin bersamamu malam ini
Pembicaraan malam ini masih terus berlanjut, semakin malam semakin deras kalimat kalimat yang berbalas antara aku dan Ony. Sepertinya Wine Cellar yang dipilih sebagai tempat ini adalah tempat yang sangat tepat untuk meluapkan segalanya. Pengaruh Wine membuat kami berdua semakin lancar saja mengungkapkan apa yang selama ini kami simpan masing masing. Selain itu susana cellar yang antar meja cukup jauh dan private, kami tak khawatir tamu lain terganggu berisiknya kami berdua.
Tapi tampaknya kita harus segera berpindah tempat dari sini, karena malam ternyata sudah larut. Arloji menunjuk pukul 23.19, mendekati tengah malam, pramu saji sudah mengingatkan kami bahwa cellar sudah mau tutup sekitar 11 menit kedepan. Aku cukup terkejut tak terasa kami menghabiskan lebih dari 3jam di tempat ini dan bahasan ku dan Ony masih belum selesai.
"bagaimana? Sepertinya kita harus pindah?" ujarku
Ony pun menyandarkan punggungnya, menghela nafasnya panjang, mengambil tas tangannya dan mengeluarkan kacamatanya. Sembari memasang kacamata dan mengecek ponselnya, Ony beringsut bangkit dengan sedikit doyong terlalu banyak alcohol.
"Ayok, kita pulang saja" katanya
Aku pun sigap bangkit menjulurkan tanganku untuk menangkap bahu Ony yang semakin terhuyung ketika melangkah. Kutarik badannya agar mendekat padaku, agar aku bisa menopangnya sehingga ia tidak terjatuh. Ony menurut saja atas apa yang sedang aku lakukan, tampaknya kesadarannya sudah setipis tissue.
Aku membuka pintu mobilku di sisi penumpang, berusaha menempatkan Ony di kursi penumpang. Aku memutarkan badan Ony sehingga menghadap ke diriku, merangkul tanganku ke pinggangnya sementara tangannya dilingkarkan ke bahu dan leherku. Satu tanganku melindungi bagian belakang kepalanya, aku mencoba mendudukkan ia di kursi mobilku, sialnya sedikit terlalu cepat hingga ia terduduk sedikit terjelembab. Karena terkejut tangannya mengencang, menarik leherku mendekat ke wajahnya. Sangat dekat, bahkan indera perasa kami saling bersentuhan, membagi sesaat suhu tubuh kami yang sama sama memanas, mengimbangi alkohol yang kami minum tadi, guna melawan dinginnya angin malam pegunungan ini. sesaat yang cukup mampu membangkitkan jutaan reseptor dan mendorong otak untuk memproses dorongan adrenalin dan endorphine dalam bentuk ledakan besar.
Aromatique Junkie mendadak aktif, wangi khas Ony yang kusuka, bercampur aroma wine yang harum dan pahit, mengaktifkan indra ku yang sangat sensitive ini, aku tidak segera menarik wajahku, aku ingin menikmati aroma ini lebih lama, lebih dalam. Ony sepertinya menyadari hal ini di tengah ketidaksadarannya. Ia semakin mendekatkan titik parfumnya ke Indera penciumanku. Hidung dan bibirku mendekat ke pangkal lehernya, menghirup setiap aroma yang bisa di tangkap inderaku. Aku dengan dorongan entah darimana, sedikit mendaratkan kecup di titik yang aku tau tidak akan ada wanita yang bisa menolaknya. Ony mengetatkan lingkar tangannya dan menarik rambutku namun sekaligus mendorong kepalaku lebih menekan titik tersebut, tanganku yang semula melindungi kepalanya mulai bergeser ke pipi dan bagian belakang kepalanya. jari jari tanganku mulai bergerak kecil menyusuri rambut rambut halus di sekitar leher dan belakang telinganya. Ada nafas kami yang semakin menderu dan melenguh seirama dan bersama sama. Ada lirih desah yang menjadikan ini terasa nikmat. Pertahananku mulai runtuh, sejalan dengan seranganku yang mulai menjadi. Ony semakin mendorongku untuk terus menyerang, seperti yang ku kata, ia adalah supporter handal, dan saat ini ia sedang melakukannya dengan cara yang berbeda.
Asih!!
Wajahnya mendadak melintas di otakku, menyadarkan aku dari khilaf sesaatku. Aku menarik wajahku, memasang seatbelt untuk ony lalu bangkit keluar, menghirup udara malam pegunungan yang segar agar otakku cepat berjalan normal kembali, agar aku bisa mengemudikan mobilku dengan benar. Setelah tenang dan segar, aku kembali masuk ke mobil, aku mendapati Ony sedang duduk meringkuk, aku tau ia sedang menangis.
Raung mesin mobilku mulai menggema, memecah jalur pegunungan malam ini. Aku, secara jujur jauh didalam hatiku, sedang tidak ingin mengantarkan ia pulang secepatnya, aku masih ingin bersamanya, menemaninya melalui malam ini, hanya bersamanya. Aku tidak ingin melepaskan Ony dari pengawasan ku saat ini. Karena, aku tau seandainya kami berpisah sekarang, maka terputuslah pula hubungan kami, hubungan yang entah apa maknanya, hubungan yang begitu rumit dan aneh. Aku tak ingin seperti ini, aku ingin tetap bersamanya, menemaninya.
"aku belum mau pulang kak...aku masih ingin bersama kakak, sampai malam ini berakhir" lirih suara dari sebelahku.
begitu lirih, entah apakah karena sedang menahan tekanan didalam dadanya, menahan desakan airmata, atau sebenarnya tidak ingin terdengar olehku. Namun terdengar olehku, dan aku merasa sangat berbunga, entah walaupun itu bunga Rafflesia Arnoldi yang berbau bangkai aku tak perduli, aku berbahagia. keinginanku tuk tetap bersamanya ternyata bersambut, ia pun menginginkan hal yang sama.
Aku tetap diam menyembunyikan kebahagiaanku atas lirih yang Ony ucapkan, tapi di persimpangan jalan, aku mengambil arah ke ibukota provinsi, menuju utara, setidaknya kami akan lebih lama di jalanan malam ini. Aku tak ingin memacu mobilku cepat malam ini, aku ingin membiarkan sel otakku menyimpan aroma dan kejadian tadi. Walau diliputi rasa bersalah pada Asih, tapi aku ingin menyimpan moment tadi dalam kenanganku. Aku ingin aroma Ony meresap di dalam kursi itu, di sela ruang kabin mobilku ini, aku menyukainya, aku menikmati aromanya.
"apa yang membuat kak Asih bisa begitu memilikimu kak?" suara Ony mulai terdengar jelas, tidak lirih.
Kesadaran sepertinya sudah kembali pada gadis ini, ia menjadi jauh lebih kuat, tergambar jelas dari intonasi suaranya, ia sedang menyusun sendiri serakan kaca, batu di ruang hatinya. iya melipat kaca matanya dan menyeka matanya beberapa kali, tapi jelas, ia sudah lebih tenang dan siap.
Aku memilih membiarkan pertanyaan itu sejenak, sembari aku mencari tempat untuk menepi, memberhentikan mobilku, agar aku bisa berbicara dengan benar. Didepan ada SPBU dengan rest area pikirku, di sana kita akan kembali berbicara dengan tenang.
"sebentar, biar ku tepikan mobilku didepan sana."
*****
"aku masih ingin bersamamu, malam ini"
*****