"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PROM NIGHT
...RINTIK HUJAN
...
“Mas Darren, ada barang lagi yang mau dimasukin ke koper?” Tanya Zia.
Darren menggeleng. “Tidak, sudah cukup.”
Pagi-pagi sekali Darren memberi tahukan pada Zia, bahwa dia memiliki jadwal meeting dibandung hingga seminggu kedepan. Zia tentu saja kaget.
“Kau yakin tinggal dirumah sendiri?” Tanya Darren lagi. Pasalnya pertanyaan itu tak henti-hentinya keluar dari mulut suaminya.
Zia tersenyum. Merapikan kembali lemari pakaian suaminya. “Ngak mas, ngapain takut? Aku berani, lagian juga ada tetangga kok.”
Darren mengangguk. “Baik, tapi jika ingin kerumah bunda atau umi silahkan.”
“Iya mas Darren.”
Darren menatap punggung Zia, dia sibuk melipat kembali beberapa pakaian miliknya. Darren merasakan sesuatu pada dirinya, menatap punggung yang kuat itu. Yang masih mau bertahan dengannya setelah yang dia lakukan padanya.
“Zia.” Panggil Darren.
Zia berbalik, menatap sepenuhnya pada Darren.
“Iya mas, kenapa?” Tanyanya dengan suara lembutnya.
“Maaf.” Hanya itu yang di ucapkan Darren. Membuat Zia bingung.
“Maaf untuk? Mas Darren ngak ada buat salah tuh aku, ngapain minta maaf.” Kata Zia.
Darren menatap mata Zia dengan dalam, lalu berjalan mendekat dan dekat lalu tanpa diperintah kedua tangannya mendekap erat tubuh kecil itu.
Darren memeluk Zia. Tinggi Zia hanya sebatas dadanya saja, istrinya memang mungil tapi kuat.
“Ma-mas, k-en-apa?” Tanya Zia dengan pelan. Jangan ditanya kondisi jantungnya, ini benar-benar diluar prediksinya.
Untuk pertama kalinya, suaminya memeluknya. Untuk pertama kalinya dia dapat merasakan sedekat ini tanpa ada benteng yang kokoh menghalanginya.
“Sebentar saja.” Ujar Darren. Menutup rapat matanya, mencium bau yang dapat menenangkan hatinya. Entahlah, dia melakukan ini karena perintah tubuhnya.
Zia diam, lalu membalas dengan perlahan pelukan Darren. Menenggelamkan wajahnya pada dada bidang suaminya.
Mereka berdua larut dalam kehangatan dan ketenangan masing-masing, perlahan yang mereka berdua tidak ketahui adalah bahwa kini perasaan mereka mulai muncul secara perlahan. Namun, demikian Darren masih belum menyadari itu.
Darren melepaskan dekapannya, lalu sedikit menjauh dari Zia.
“Kham, kalau begitu saya pamit.” Tutur Darren. Mengambil kopernya dan kunci mobil.
Zia termenung, lalu kembali sadar. “Baik mas.”
Zia mengikuti langkah besar Darren menuruni tangga rumahnya, lalu setelah sampai didepan. Darren menyeret kopernya untuk disimpan dalam bagasi mobil.
“Mas Darren hati-hati yah disana, jangan lupa makan.” Nasehat Zia pada Darren.
Darren mengangguk saja. “Saya duluan, kamu hati-hati juga disini.”
“Iya mas.”
Zia mengambil tangan Darren untuk diciumnya, lalu Darren mengusap sekilas ubun-ubun Zia.
“Assalamu’alaikum.” Salam Darren.
Zia tersenyum. “Wa’alaikum salaam mas, hati-hati yah.”
Zia kembali berjalan masuk kedalam rumah, setelah melihat mobil Darren meninggalkan pekarangan rumah. Seminggu kedepan dia hanya tinggal sendiri dirumah yang besar ini, mungkin dia sesekali mengunjungi rumah kedua orang tuanya dan juga rumah mertuanya.
***
Di salah satu hotel, dimana siswa siswi tengah berkumpul untuk merayakan prom night. Mereka mengenakan busana masing-masing kelas, acara ini kian meriah dengan ditampilkannya beberapa siswa yang memiliki bakat dalam bidang music atau siswa yang hanya sekedar ingin menampilkan bakat terpendam mereka.
Zia duduk disalah satu kursi yang tekah disediakan dan kedua temannya tentunya, mereka serangkaian acara demi acara.
“Gue malam ini kok cantik banget yah? Aduh! Cantik banget gue.” Celetuk Noni. Berulang kali memuji dirinya sendiri, hingga kedua temannya bosan mendengar ucapan itu.
Pede itu harus, tapi kelewatan pede juga tak baik.
“Cantik iya, tapi sayang lo nya ngak punya pawang cantik.” Timpal Cantika. Benar, mereka memang cantik tapi sampai saat ini mereka berdua belum menemukan hilal jodohnya.
Bedah lagi dengan Zia, udah ada pawangnya. Mana pawangnya sultan, tapi minusnya dia bego kalau masalah hati.
“Lo kalau ngomong suka bener deh Cantika, heheh.” Ujar Noni. Sedikit kesal, tapi tak bisa mengelak jika dirinya memang masih jomblo. Dia jomblo suci, belum pernah berpacaran selama 19 tahun.
Cantika tertawa. “Hahah! Iya dong.”
Zia tersenyum. “Kalian malah aduh nasib, kalau bisa pertahanin sampai benar-benar ada yang datang kerumah buat halalin kalian.” Celetuk Zia.
“Gue sih ngak yakin yah Zia, tapi gue bakal usaha buat jaga hati gue buat dia.” Ucap Noni. Dengan bangga menepuk-nepuk pundak Zia.
“Dia? Dia siapa yang lo maksud?” Tanya Cantika.
“Jodoh gue lah! Siapa lagi?”
“Owwhhh.”
Kebodohan remaja jaman sekarang adalah menganggap pacaran sebagai standar kebahagiaan, padahal 85% remaja stress karena cinta.
Berawal dari PDKT, lalu pacaran, kemudian buang waktu, berlanjut putus dan kemudian stress. Itu adalah siklus bodoh yang terus saja diulang dan sangat merusak generasi.
“Gue nunggu versi halalnya, biar gue bisa pamer dengan bebas nantinya.” Kata Cantika. Impiannya adalah memiliki seorang suami Gus.
“Gaya banget lo! Tapi gue dukung.” Timpal Noni.
Zia hanya menggeleng tak habis pikir dengan keduanya. “Aku izin kekamar kecil yah.”
“Kita antar?” Tawar Noni. Takut terjadi sesuatu dengan Zia.
“Ngak, ngak usah. Aku bisa sendiri, kalian tunggu disini ajah.”
“Ok deh!”
Zia berjalan dengan pelan untuk mencari toilet hotel ini. Saat hendak menuju lorong yang mengarah pada toilet, dia dikejutkan dengan tarikan keras dipergelangan tangannya. Menyeretnya kedalam suatu ruangannya yang Zia sendiri tak tau.
“Awwhhh.” Rintih Zia.
Zia menatap pergelangannya tangannya yang sedikit merah, cengkraman itu kuat. Menatap sih pelakunya.
“An-har.” Ucap Zia. Segera menjauh dari Anhar,
mengucapkan beribu-ribu maaf kepada Allah dan suaminya karena Anhar baru saja menyentuh kulit tangannya. “Astaghfirullah hal adzim.”
“Kenapa? Lo takut? Takut ketahuan Darren?” Tutur Anhar. Menatap tajam Zia, dia tak memakai embel-embel kakak atau abang saat menyebut Nama Darren. Persetan dengan sopan santun.
“A-Anhar, stop!” Panik Zia. Anhar semakin mengikis jarak dengannyanya, bahkan dia terpojok ditembok ruangan ini.
Anhar tersenyum licik. “Gue yang ngejar lo duluan, gue yang selalu perjuangin lo! Dan lo malah nikah dengan Darren?”
Zia menggeleng, dalam hati berharap seseorang dilura tiba-tiba masuk atau tidak kedua temannya menyusulnya.
“Lo jahat Zia, lo ngak pernah liat usaha gue buat ngejar lo! Gue benci lo Zia!” Tekan Anhar. Tak peduli dengan wajah cantik yang ketakutan itu.
Zia menangis, mencengkram kuat kedua tangannya. “Aku ngak pernah nyuruh kamu buat ngejar Anhar, aku udah nolak kamu dan minta dengan baik-baik buat ngak ngejar aku lagi.” Ujar Zia.
“Tapi, lihat? Kamu sendiri yang terus-terus ngejar aku Anhar.” Lanjut Zia. Zia takut dan panic.
Anhar menggeleng keras, tak terimah dengan ucapan Zia.
“Lo bisakan tinggal terimah gue jadi pacar lo! Segampang itu Zia, dan lo malah maksa gue buat berheti ngejar lo!”
“Anhar, aku udah bilang. Kalau pacaran dalam islam itu ngak diperbolehkan, aku tau itu dosa dan aku ngak mau sia-sia in didikan abi aku dari kecil.”
“LO! GUE BENCI LO ZIA! GUE BENCI DARREN! DAN, gue benci perasaan sialan ini.”
Zia menutup matanya saat Anhar meninggikan volume suaranya, ini benar-benar menakutkan. Mas Darren tolong aku batinya.
“Itu bukan cinta Anhar, itu obsesi.” Ujar Zia.
“Gue ngak peduli Zia!”
“Anhar.”
Bugh
Anhar mendorong kuat Zia hingga punggung belakang Zia rapat ketembok. Zia tentu meringis sakit.
Anhar meletakkan kedua tangannya pada tembok, tempat disebelah kedua bahu Zia.
“Kalau gue ngak bisa milikin lo! Darren juga ngak bisa buat milikin lo, lo liat ajah.”
Zia menunduk takut, menangis karena Anhar yang benar-benar sangat dekat dengannya.
“Dan lo harus ingat, gue bisa buat kalian berdua pisah.” Lanjut Anhar. Setelah itu pergi dari sana.
Zia langsung menjatuhkan tubuhnya pada lantai yang dingin itu, menangis dengan suara pelan. Bagaimana jika ucapan Anhar itu benar-benar terjadi?
“Maaf mas Darren.”
***
Dibandung, di salah satu hotel ternama. Darren menatap satu persatu bangunan yang berdiri kokoh, tujuannya datang kesini bukan karena bisnis. Melainkan untuk mencari tahu sendiri keberadaan Melinda.
Pekerjaannya dia serahkan pada sekertarisnya, siapa lagi jika bukan Nando.
Ting
Suara notifikasi pesan masuk. Darren mengambil ponselnya di tempat tidur, lalu membuka pesan dan itu dari Zia. Istrinya.
Zia
“Assalamu’alaikum mas Darren.” 17.18
“Jangan lupa salat yah mas, terus makan dan jangan tidur terlalu larut.” 17.18
Darren tersenyum membaca pesan Zia, dia hampir melewatkan sholat magrib. Darren segera membalas pesan itu.
^^^ 17.20 “Wa’alaikum salam.”
^^^
^^^ 17.20 “Iya.”^^^
Setelah itu menyimpan ponselnya, lalu segera mengambil wudhu untuk sholat magrib. Hanya dengan membaca pesan dari Zia membuat hatinya merasa senang, serta merasakan rasa bersalah yang hanya sedikit. Sedikit saja.
dan akhirnya cerita pun tamat.
moga ada karya yg lain ya Thor 🙏🥰
lanjut Thor,,,
moga Darren bener" insyaf ga ada lagi kdrt.