Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Aryo tiba di toko kacamata baca. Dia memilih kacamata yang persis yang Luna pakai. Dia menyentuhnya dan merasa Luna akan suka dengan hadiah yang akan dia berikan.
Tapi, saat melihat harganya, Aryo menelan salivanya.
"Mahal sekali, ini sama dengan setengah gaji ku" gumamnya.
Aryo meletakkan kembali kacamata itu dan mulai mencari model yang sama yang lebih murah.
Mencari sambil berpikir, dia merasa bahwa nilainya tak sebanding dengan perasaan yang dia pendam selama ini untuk Luna, rasa suka sejak 3 tahun lalu, semenjak Luna menjadi sekretaris Pak Abel.
Aryo sudah jatuh cinta pada pandangan pertama, meskipun banyak orang yang mencibir tentang posisi barunya.
Luna memang selalu bersama Abel setiap hari, dengan pekerjaan sebagai asisten pribadi, dimana merangkap sebagai asisten rumah juga.
Kenaikan jabatan Luna dikarenakan sekretaris yang lama pensiun, karena sudah sangat lama berkerja untuk ayahnya Abel. Dan Abel tak bisa percaya pada orang lain selain sekretaris ayahnya itu.
Banyak orang yang kesal dengan kenaikan jabatan Luna sebagai asisten rumah menjadi pegawai kantoran, merasa Luna tak pantas dan kurang kompeten.
Namun, saat Luna mampu mengerjakan pekerjaan di saat yang genting, semua orang terpukau dan tertunduk malu karena sudah menyepelekan dirinya.
Aryo tersenyum mengingat bagaimana dia jatuh hati pada Luna, kemudian kembali ke sisi dimana kacamata tadi berada, dia hendak mengambilnya dan membelinya untuk Luna.
Namun, saat dia hendak mengambilnya, pegawai toko sudah hendak mengemasnya.
"Permisi, aku mau beli yang itu" tunjuk Aryo ke kacamata itu.
"Maaf tapi sudah terjual" ucap pegawainya.
"Siapa yang beli, tak ada orang lain di sini" ucap Aryo.
"Aku! " ucap Abel dari arah belakangnya.
Aryo berbalik dan menatap Abel yang menutup telponnya. Sepertinya sejak tadi dia menelpon toko itu.
"Pak Abel! " sapa Aryo sedikit membungkuk.
"Tidak usah belikan untuk Luna, nanti uang mu habis" ucap Abel kemudian mengambil kacamata yang sudah di bungkus itu.
Abel pergi, Aryo terdiam, tangannya mengepal karena kesal dengan ucapannya.
#
Sampai ke kantor, Abel hendak menaruh kacamata yang dia pegang di meja Luna. Tapi, dia melihat Luna sudah memakai kacamata dengan model lain dan sangat cocok dipakai nya. Terlihat lebih modis dan manis untuknya.
"Siang Pak! " sapa Luna.
Abel mengurungkan niatnya, dia jadi salah tingkah karena merasa terlambat memberikan kacamatanya.
"Pergi cari Pak Devan, katakan untuk datang ke ruangan ku" ucap Abel.
Luna langsung berdiri dan pergi.
Mengetuk perlahan ke ruangan Pak Devan, Luna membuka sedikit dan mengintip dengan kepalanya duluan yang masuk.
"Ehhh Luna, masuk Lun, ada apa? " tanya Devan.
"Pak Abel nyariin Pak Devan tuh! " ucap Luna santai.
"Ihhh Luna keliatan modis pakai kacamata baru" puji Devan sambil mengetik di komputer nya.
"Bagus ya Pak, hadiah dari Lucas" Luna tersenyum seperti anak kecil yang mendapatkan permen.
"Lucas? " Devan tak menyangka.
"Hmmm, dia langsung ngajak ke tokonya, katanya kalau pakai yang ini, saya terlihat lebih modis ehh bener, Pak Devan aja tau! " Luna bicara seraya memainkan kacamatanya.
"Hahhah, kamu ini, si Abel mau apa nyari saya?" tanya Devan.
"Nggak tau, Pak Devan disuruh ke ruangannya aja tuh" Luna kembali mendekat ke pintu.
"Ok saya ke sana" ucap Devan kemudian menyusul.
Luna kembali ke mejanya. Devan masuk ke ruangan Abel. Dia terperanjat melihat Abel sedang berdiri di dekat jendela dengan secangkir kopi di tangannya.
"Kamu bikin kaget! " seru Devan.
"Mau kopi? " tanya Abel.
"Boleh" Devan membuka pintu dan tersenyum pada Luna.
"Luna... buatkan kopi untuk saya boleh? " tanya Devan.
"Ashiaappp Pak! " jawab Luna semangat kemudian pergi ke pantry.
"Hmmm, padamu dia tersenyum manis, padaku...." Abel duduk di sofa.
Devan ikut duduk.
"Kau percaya? Dia menarik ku ke tangga darurat hanya untuk berteriak padaku! " ucap Abel kesal.
"Itu lebih baik, daripada kau, berteriak padanya di depan semua orang" ucap Devan sambil tumpang kaki.
Abel merasa Devan tak membelanya.
"Tapi kan dia sekretaris ku, aku bosnya! " Abel membela diri.
"Tapi hal itu tidak membuat mu sah dan mudah berteriak padanya di depan semua orang, apalagi setelah 5 tahun dia bekerja untuk mu! " ucap Devan.
Kemudian mereka terdiam karena Luna datang membawa kopi Devan.
"Ini Pak! " ucap Luna seraya menaruh cangkirnya di meja.
Abel mendelik, Luna mengibaskan rambutnya, tak peduli.
Devan tersenyum melihat kelakuan mereka berdua.
"Lihat, dia juga mulai mengubah gayanya" keluh Abel lagi.
"Ahhh, kacamatanya, dia bilang Lucas yang ajak dia ke toko tadi siang dan memberikannya sebagai hadiah" jawab Devan kemudian menyeruput kopinya.
Abel tak percaya Lucas mengambil langkah lebih dulu darinya.
"Wahhh, bahkan istri ku tak bisa buat kopi seenak ini" puji Devan.
"Kau ini dengar aku atau tidak sih? " tanya Abel.
"Kau ini mencari ku hanya untuk curhat kalau Luna sedikit berubah? Kau tanya pada dirimu, apa yang kau lakukan sampai dia berteriak padamu, dengar, semut saja kalau dilukai mengigit apalagi Luna. Kamu mau dia gigit kamu? " Devan memeragakan dengan tangannya.
Abel membayangkan bagaimana Luna akan menggigit dirinya.
"Tidak, aku hanya heran saja, dia bahkan seolah malas meladeni perintah ku sekarang" ucap Abel mengalihkan pembicaraan.
"Luna mungkin jenuh, kesal dengan semua teriakan mu yang tak kenal tempat, kamu harus sedikit baik padanya, nanti dia mengundurkan diri loh! " Devan menakutinya.
Abel berpikir, Devan memperhatikan raut wajah Abel.
"Jadi semua ini tentang Luna saja? " tanya Devan.
"Hmmm, hanya tentang dia" Abel menjawab dengan menghela sambil menatap ke arah luar tempat Luna duduk.
"Kau menyukai dia sebagai pria pada wanita ya" Devan masih memperhatikan wajahnya.
"Tidak, tentu saja tidak" Abel baru tersadar dengan semua pertanyaan Devan.
Devan menghela kemudian memalingkan wajahnya lalu tersenyum. Dia berdiri setelah menaruh cangkir kopinya.
"Aku harus kembali ke ruangan ku, kau membuang waktu ku saja" ucap Devan.
"Kau bicara dengan pimpinan perusahaan, mengeluh seperti itu, apa mau aku pecat! " seru Abel karena Devan sudah hampir menutup pintunya.
"Pecat kalau kau berani" ucap Devan sambil menutup pintu.
Luna terheran dengan ucapan Devan.
"Siapa yang akan dipecat? " tanya Luna sambil berdiri.
"Kau! " jawab Devan kemudian tersenyum.
Luna mengerutkan dahinya, kemudian menatap ke arah ruangan Abel.
"Bye Luna! " seru Devan.
"Bye Pak Devan" jawab Luna lemas.
Semua rekan kerja di ruangannya menatap ke arahnya, termasuk Aryo.
"Kenapa dia serius sekali nanggapin marahnya gue? " gumam Luna.
"Wajarkan kalau gue kesel dia teriak padahal gue dah kirim pesan? " gumamnya lagi.
Luna menyesali tindakannya akhir-akhir ini, jika memang itu jadi pemicu Abel berniat memecatnya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>