NovelToon NovelToon
SKUAT INDIGO 2

SKUAT INDIGO 2

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Tamat / spiritual / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: David Purnama

Amelia dan Akbar kembali berpetualang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 KAMPUNG GAIB

Akbar menghabiskan sisa malam itu dengan tidur di sebuah gubuk yang berada di sekitaran pinggiran jalan masuk ke Alas Timur. Udara malam yang dingin tidak menghalanginya untuk terlelap setelah lelah dan juga luka yang dialaminya. Ia terbangun karena suara ayam jantan yang berkokok lantang. Mentari belum juga nampak Akbar sudah tersadar.

Seseorang duduk di gubuk kayu itu. Menyadari ada yang datang Akbar pun bangkit dari sikap tidurnya. Sosok itu adalah Buyut. Jin tua itu kembali membawa pesan penting untuknya.

“Berita keterlibatanmu sudah dibesar-besarkan. Sekarang keluarga dan kerabatmu sendiri sudah mulai tahu jika kamu adalah seorang pembunuh berdarah dingin”, kata Buyut membuka percakapan kepada Akbar.

“Sialan. Lantas apa yang harus aku lakukan?”, umpat Akbar.

“Apa aku harus bersembunyi lagi?”, lanjutnya.

“Sekarang tidak ada gunanya kamu bersembunyi jika masih bisa dilihat oleh mereka (manusia)”, kata Buyut.

“Sebaiknya kamu ikut denganku sembari persoalan ini mereda dan kamu bisa menyusun rencana”, ajak Buyut.

“Kemana?”, tanya Akbar.

“Ke Kampung Jin”, tegas Buyut.

Akbar menyetujui saran dan ajakan Buyut untuk tinggal sementara di Kampung Jin. Saat itu juga Buyut membawa Akbar ke tempat yang dimaksudkan.

Dalam perjalanan itu mata Akbar diberi penghalang oleh Buyut. Itu adalah salah satu syarat jika manusia melakukan perjalanan ke sana. Hal itu bertujuan agar lokasi dimana Kampung Jin itu berada tetap rahasia dan terjaga dari niat-niat jahat yang bisa timbul dari ulah tangan-tangan jahil manusia. Akbar pun menurut dan percaya. Yang terpenting kini ia bisa bersembunyi dan menghindar dari kericuhan yang sedang berada di dunianya yang seakan selalu mengarah kepadanya.

Perjalanan yang tidak memakan waktu yang lama itu mengantar Akbar dan Buyut di depan sebuah gapura bergaya kuno. Mereka pun masuk ke dalam kampung tersebut. Tidak lebih dan tidak kurang apa yang dilihat oleh Akbar layaknya melihat sebuah perkampungan di alam manusia. Terdapat rumah-rumah dan terlihat sosok-sosok penghuni kampung itu yang nampak seperti manusia normal yang sedang beraktivitas. Tidak ada pandangan mencurigakan yang mengintai Akbar dan juga Buyut ketika memasuki kawasan mereka. Ada sosok jin-jin yang telah mengenal Buyut dan bertegur sapa dengannya. Sementara Akbar sesuai dengan pesan Buyut ia hanya diam saja dan bersikap tenang jika belum dipersilahkan untuk bicara atau pun diajak untuk berbicara.

Buyut mengajak Akbar menuju rumah yang paling besar di antara rumah-rumah lainnya di kampung itu. Sesampainya di rumah tersebut mereka berdua disambut dengan ramah oleh sosok berperawakan gagah, tinggi dan berbadan lebar dengan jenggot yang panjangnya sampai ke pusar. Sosok itu memperkenalkan dirinya sebagai Luguh yang juga menjabat sebagai kepala desa di kampung itu.

“Ini anak yang aku ceritakan”, kata Buyut.

“Jadi ini manusia yang akan menumpang tinggal di sini”, kata Luguh.

“Kami sama sekali tidak keberatan. Apalagi kau yang membawanya”, ungkap Luguh kepada Buyut.

Setelah menyerahkan Akbar kepada kepala desa Kampung Jin itu Buyut pamit. Dia akan kembali datang jika ada kabar yang perlu disampaikan.

“Memang Buyut mau kemana?”, tanya Akbar kepada Luguh.

“Dia memang dulu tinggal bersama kami. Tapi sekarang sudah tidak lagi”, jawab Luguh.

“Pertama-tama mari kita sembuhkan dulu luka yang ada di paha kirimu itu”, ajak Luguh kepada Akbar.

Di tengah-tengah perkampungan itu ada dua buah mata air. Satu mata air yang digubah layaknya sebuah sumur. Sumur itulah yang digunakan oleh penghuni kampung jin untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan mata air yang tepat berada di sebelahnya mereka gubah layaknya sebuah kolam kecil dimana air yang bersumber dari mata air tersebut merupakan air kehidupan yang berfungsi untuk menyembuhkan dan juga dapat memberikan kekuatan lebih kepada yang menggunakannya. Hak untuk menggunakan air kehidupan itu hanya dimiliki oleh para petinggi-petinggi desa. Dengan air itulah luka di paha kiri Akbar dibasuh oleh sang kepala desa. Dengan ajaib luka itu seketika menutup. Bekas sayatan yang membuka kulit dan memperlihatkan daging kini sudah pulih meniggalkan bekas luka sayatan yang sudah tidak terasa perih dan sakit lagi. Akbar merasa takjub.

“Ada apa denganmu?”, tanya Luguh yang melihat rasa kekaguman Akbar terhadap air kehidupan itu.

“Tidak usah heran. Buyut juga menutup lukanya di sini. Waktu itu jugalah ia bercerita tentang dirimu”, lanjut Luguh.

“Kenapa tidak semua orang boleh menggunakan air kehidupan ini?”, tanya Akbar.

“Coba saja kau ambil air itu”, tantang Luguh.

Manusia yang akan tinggal untuk sementara waktu di kampung gaib itu kembali dibuat terperangah. Ketika ia sudah merasakan air itu dengan memasukkan tangannya ke dalam kolam kemudian ia mengangkat tangannya dengan menciduk air tersebut ke atas keluar dari kolam, apa yang terjadi? Akbar mendapatkan tangannya tetap kering dan tidak ada setetes pun air yang berada di telapak tangannya.

Kehidupan di kampung itu benar-benar tidak ubahnya kehidupan di kampung manusia seperti pada umumnya. Akbar menyaksikan sosok-sosok yang terlihat seperti manusia biasa mengerjakan kegiatan-kegiatan layaknya aktivitas di masyarakat yang sering ia jumpai dalam kehidupannya sehari-hari. Ada orang-orang yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ada kerumunan orang yang sedang mengobrol. Ada juga anak-anak kecil yang sedang bermain. Mereka juga bersikap biasa dengan kedatangannya. Mereka juga dengan ramah memberikan salam kepadanya ketika bertemu. Akbar bersabar menunggu dan mencari tahu bagaimana kebiasaan mereka sebelum melakukan interaksi lebih lanjut. Seperti pesan Buyut ia harus tetap menjaga adab dan sopan santun layaknya hidup bertenggang rasa dengan sesama manusia.

Siang itu Akbar bersama Luguh kembali ke rumah. Akbar dipersilahkan untuk istirahat di dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Sementara sang kepala desa hendak melakukan rutinitasnya.

“Memang engkau mau kemana? Kenapa aku tidak ikut saja.”, tanya Akbar kepada Luguh dengan kaku.

“Seperti kalian wahai para manusia. Kami bangsa jin juga punya kewajiban yang harus kami tunaikan”, jawab Luguh.

“Kau istirahat saja. Kau masih terlihat begitu lelah. Harimu masih panjang di sini”, jelas Luguh.

Memang benar apa yang disampaikan oleh tuan rumah yang menjadi tempat dimana Akbar akan menghabiskan hari-harinya di kampung itu. Ia memang dalam kondisi stamina yang kedodoran setelah tenaganya terkuras dalam pertarungan di hutan Alas Timur. Ia baru bangun ketika malam sudah menjadi atap untuk bernaung. Sebelum memasuki Kampung Gaib Akbar mendapatkan banyak peringatan dan himbauan dari Buyut. Terutama dalam hal bertingkah laku. Ia ingat betul pesan Buyut bahwasanya, “Ingat bangsa kami juga punya hati”. Kini ia merasakan dan tahu benar apa yang dimaksudkan oleh jin tua itu.

Malam itu Akbar sudah terduduk dihadapan meja yang sudah penuh dengan makanan yang sudah bisa dipastikan kelezatannya hanya dengan melihat dari penampilannya dan juga dari aroma sedapnya. Ia berada di tengah-tengah jamuan santap malam. Tidak hanya itu ia juga diperkenalkan dengan anggota keluarga dari sang empunya rumah. Luguh mengenalkan Akbar kepada istri dan anaknya. Bu Luguh berpenampilan layaknya orang lawas dengan pakaian khas zaman dahulu lengkap dengan sanggul dan tusuk konde yang dikenakannya. Sementara anaknya berpakaian hampir sama dengan apa yang dikenakan oleh Bu Luguh. Yang membedakannya adalah anak Luguh itu menggeraikan rambut panjangnya. Putri dari Luguh bernama Sinar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!