Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
"Aku tidak tahu, duniaku yang terlalu sempit hingga selalu bertemu denganmu atau.. kau yang selalu saja mengikuti aku." Ucap Alana ketus, ia malas sekali berhadapan dengan Silas lagi. Sangat membutuhkan energi yang cukup banyak untuk menghadapi suaminya itu, kali ini Alana telah kehabisan energi.
Silas tertawa kecil karena apa yang Alana katakan, tidak tersinggung melainkan menggelitik di perutnya. "Kau itu aneh, Alana. Jelas kau yang terus memikirkan aku, dan selalu ada disekitarku. Itu sebabnya kau ditakdirkan untukku, mengerti?" Apa yang dikatakan Silas membuat Alana ingin muntah saja sebenarnya, terlalu percaya diri.
Pandangan mata Alana menuju Silas yang membawa sesuatu ditangannya, pria itu juga berjalan menuju kearahnya. "Duduklah.." Perintahnya, sampai tangan seolah memperagakan agar Alana kembali duduk. Tapi, Alana seakan tidak mengerti malah menatap bingung. "Huh!"
Dengan sangat mudahnya Silas membuat Alana duduk kembali, yaitu dengan menekan pundak Alana sekalipun tidak kasar tetap saja Alana tidak suka itu. "Kau benar-benar tidak pernah patuh ya.." Silas ikut duduk di samping Alana, membawa telapak tangan Alana menuju telapak tangannya sendiri.
Silas memberikan sebuah cincin yang sangat indah pada Alana, cincin bermata berlian yang terlihat sangat indah dan pastinya mahal. Cincin pernikahan yang sempat Alana bayangkan akan memakainya disaat menikah nanti.
"Cincin ini?" Alana tidak mampu berkata kata, ia terlalu terkejut.
"Iya, ini cincin yang sempat kau katakan lima tahun lalu. Kau lupa? Kau pernah menunjukkan barang-barang impianmu kepadaku dulu," Jelas Silas, bahkan pria yang berumur 30-an tahun itu saja masih sangat mengingat detail setiap apa yang Alana katakan lima tahun yang lalu.
Perlahan tapi pasti Silas memakaikan cincin tersebut dijari manis Alana, ternyata ukurannya sangat pas sesuai harapan Silas selama ini.
"Ternyata ukuran tanganmu lima tahun yang lalu masih sama sampai sekarang.." Silas termenung menatap cincin berlian itu terpasang indah dijari manis Alana. "Aku lega serta bahagia telah membuat cincin itu berada ditanganmu, inilah yang sangat aku inginkan."
CUP
Silas membersihkan kecupan singkat pada telapak tangan Alana, lebih tepatnya pada cincin wanita tersebut. Selama lima tahun menunggu akhirnya terpakai juga di tangan indah Alana, Silas sangat bahagia dengan semua itu.
Cepat-cepat Alana menjauhkan tangannya karena tidak mau terbuai dengan apa yang Silas lakukan. Meskipun dihati Alana sedikit terpukau dengan sikap manis tadi tetap saja berusaha untuk tetap waras tidak mau terbuai dengan sikap apapun. Semua tindakan Alana yang seakan jijik tidak membuat Silas sedih melainkan tersenyum dengan menunduk saja.
"Aku suka bingung, Ana. Apa yang harus aku lakukan disaat kau kembali nanti, bagaimana cara meminta maaf dan mempertahankan agar kau tetap berada disisiku." Silas menoleh kearah Alana yang enggan menatapnya sama sekali, wajah cantik Alana tetap saja berekspresi datar.
"Maafkan aku, sedikit banyak perbedaan pada cara yang aku gunakan untuk mempertahankan kau tetap disisiku. Hanya saja, Ana... aku sangat tidak bisa untuk kau tinggalkan lagi." Sambung Silas, kali ini lebih penuh dengan perasaan terdalam dihati.
Alana menunduk sebentar lalu kembali mendongakkan kepalanya, sudah pasti Alana ingin menangis merasakan siksaan yang Silas sebut sebagai cinta ini.
"Lakukan saja apa yang kau mau, Silas. Hidupku sudah berubah semenjak kau menikahi aku," Kata Alana pelan, matanya memerah menahan air mata yang akan jatuh.
Menghela napas panjang Alana juga bangkit dari duduknya, ia tidak menoleh kearah Silas sama sekali. "Intinya aku tidak mau kau menceraikan Bella hanya karna telah memiliki aku. Karna pada dasarnya aku... tidak pernah merasa jika telah menjadi milikmu." Ucap Alana, ia menatap tajam Silas kali ini.
Tidak ada jawaban apapun dari Silas, lebih tepatnya lagi berpikir tindakan apa yang harus dilakukan. Sangat aneh bukan, biasanya istri kedua sangat ingin diutamakan lain dengan Alana yang sangat berharap diabaikan dan dicampakkan.
"Lebih baik kau beri kasih sayangmu pada Bella saja, dia lebih membutuhkan itu dari pada aku." Ucap Alana lagi kali ini lebih ketus melebihi apapun sampai hati Silas sakit mendengarnya.
"Sudahlah, Ana.." Silas meraih tangan Alana hingga kembali duduk di pangkuannya. Alana sampai terkejut tapi ia tidak bisa lari dari Silas, apa lagi disaat dagu Silas sudah mendarat pada pundaknya. "Kau bisa diam tidak satu jam saja? hatiku sangat sakit dengan kata-kata pedasmu itu." Pintanya.
"Selama kau masih mempertahankan aku sebagai istrimu... maka akan selama itu aku membuat hatimu sakit dengan kata-kata pedasku." Balas Alana cepat tidak mau menuruti keinginan Silas yang sangat sederhana itu.
Tanpa Alana tahu jika Silas tengah menahan tawa dipundak sang istri tersebut. Rasanya sangat aman melebihi apapun, dari pada kehilangan Alana lagi lalu tidak merasakan kenyamanan seperti ini. Maka Silas akan sangat rela mendengar dan merasakan cacian Alana untuknya.
"Tapi, tak apa, Ana. Lebih baik mendengar perkataan mu yang tidak ber filter dari pada harus kehilanganmu lagi." Ungkap Silas sembari mengecup pipi Alana dari samping.
Sampai Alana menghindar, ia heran mengapa Silas malah mau mencoba untuk tetap sabar. "Bukan begitu, Kak... kau seharusnya... ahhhh.." Alana tiba-tiba mendesah karena Silas mengecup area lehernya, rasanya sangat geli.
Tangan Silas juga tidak hanya diam disana, tapi sibuk membuka setiap kancing yang Alana gunakan. Bagaimana bisa mereka melakukan hal lebih diluar ruangan begini, dalam keadaan siang bolong.
"Stop, Silas!" Alana berusaha menghindar disaat tangan Silas meremas boba miliknya.
"Kenapa?"
"Kau bertanya kenapa? Lihat, kita berada di luar ruangan. Bagaimana kalau ada yang lihat, aku tidak mau viral ya!" Alana tetap memaksa untuk bangkit dari pangkuan sang suami.
Silas melepaskan Alana karena sudah tidak tahan dengan pemberontakan yang cukup liar dari Alana. Pandangan mata Silas tertuju pada gudang dihalaman samping, tempat dimana Silas sering merenung setiap kali merindukan Alana.
"Ayo, ikut aku!" Silas menarik tangan Alana untuk mengikuti langkahnya, tanpa bertanya apakah Alana mau atau tidak.
"Silas, kau mau membawaku kemana?!" Alana takut sekali, ia tahu seperti apa tingkat mesumnya orang seperti Silas ini. "Kau mau apa, ha?!"
"Melakukan ditempat tertutup seperti yang kau minta, Baby.." Silas baru menjawab setelah sampai dipintu gudang, terlihat tenang menendang pintu tersebut dengan kaki.
"Melakukan apa?"
"Membuat bayi cantik yang mirip denganmu."
"Aku tidak mau!"
"Kalau begitu bayi tampan sepertiku, bagaimana?"
"Aku tetap nggak mau, Silas!" Tolak Alana mentah-mentah, ia membayangkan hal-hal tidak tidak. Bagaimana bisa melakukannya di tempat seperti itu, sudahlah jendela tidak tertutup rapat pastinya mudah orang untuk mengintip. "Aku tidak mau melakukannya lagi, mengerti?"
"Kau mau melakukannya, ayo!" Silas menarik tangan Alana untuk masuk, meskipun Alana menjerit minta tolong tetap Silas abaikan.