Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.
Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Sofa dan Lantai.
"Apa selama ini Arlen bersikap baik padamu, La?" tanya Erina dengan kelembutan. Sungguh berbeda ketika berbicara dengan Arlen sebelumnya.
"Arlen? Baik, kok, Ma." Kalila menjawab dengan sedikit canggung. Entah kenapa dia merasa sedang diinterogasi sebagai saksi sebuah kasus.
"Benar?" Erina memberikan tekanan sedikit pada nada suaranya.
"Eh...iya, Ma. Kemarin malah Arlen baru saja membelikan Lila mesin kopi dan oven baru untuk di kedai."
"Setelah hampir tiga bulan pernikahan kalian, dia baru membelikanmu kemarin?" Erina tak percaya.
"Eh... I-iya..." Kalila jadi ragu, apakah informasi dan jawabannya sudah tepat? Kenapa respon Erina seperti tidak senang?
"Dengan semua harta yang dia punya, dia cuma membelikanmu dua benda itu saja?" Masih dengan nada tak percaya Erina bertanya sekaligus memastikan.
"Eh .. Engga kok, Ma. Arlen juga memberikanku black card."
Mendengar itu ekspresi Erina mulai terlihat kalem. "Sungguh? Kamu bukan lagi menjaga imej anak itu saja di depan Mama, kan?" Meski nada bertanyanya penuh curiga.
"Sungguh, Ma. Sebentar, biar aku ambil kartunya." Kalila hendak berdiri, namun Erina menahannya.
"Ga perlu." Erina mulai percaya.
Kalila kembali duduk. Perasaannya cukup lega karena akhirnya Erina percaya.
"Mama hanya khawatir, perjodohan kalian yang tiba-tiba itu membuat Arlen malah bersikap buruk padamu, apalagi hubungannya dengan wanita itu harus berakhir, kan."
Kalila hanya tersenyum kikuk. Sungguh, dia merasa bingung sekali.
"Mama khawatir diam-diam dia masih berhubungan dengan Si Miranda-Miranda itu dan malah mengabaikan mu."
Deg!
Meski pun Erina terlihat benar-benar khawatir, tapi kenapa Kalila merasa Erina seperti sudah mengetahui 'sesuatu'.
"Dia ga mengabaikan mu, kan, selama ini?"
Lagi-lagi pertanyaan Erina membuat Kalila merasa bimbang. Apakah dia harus jujur? Atau tetap menjaga nama suaminya dari amukan Erina?
"Arlen..." Apakah aku harus menceritakan semuanya pada Mama? Tapi bagaimana kalo Mama marah besar pada Arlen?
"Kalila? Kenapa jadi diam? Arlen ga menyakitimu, kan?"
"Arlen... Dia ga menyakitiku sama sekali, Ma." Kalila memilih untuk menjaga nama Arlen. "Arlen bahkan mendonorkan darahnya untuk Kirei saat operasi."
"Benar, kah?"
Kalila mengangguk cepat.
"Kalila sangat beruntung, Ma. Terima kasih karena sudah merestui kami." ucap Kalila, dan dia mengucapkannya dengan ketulusan dari dalam hatinya.
Erina menyunggingkan senyumnya yang hangat, ia menarik Kalila dalam pelukannya dan mengusap rambut Kalila dengan penuh kelembutan.
"Kalo suatu hari Arlen menyakitimu dalam bentuk apa pun, Mama sangat memohon padamu agar kamu menghubungi Mama, beritahu Mama semuanya, jangan ada yang ditutup-tutupi. Oke?"
Hati Kalila sangat tersentuh mendengarnya. Dia tidak memungkiri jika awal pernikahannya memang seperti mimpi buruk yang ingin segera dia akhiri. Namun kini, dia sudah terbangun, dan mimpi buruk itu telah berakhir. Ketika dia mengatakan dia sangat beruntung, dia benar-benar memang merasa sangat beruntung.
Suaminya adalah sahabatnya yang perlahan mau belajar bersama untuk mereka saling membuka hati, dan kini dia memiliki ibu mertua yang sangat menyayanginya. Ia sangat beruntung bukan?
Kalila pun mengangguk dalam pelukan Erina.
* * *
Erina menempati kamar yang dulu ditempati oleh Kalila, sementara Kalila kini berada di dalam satu kamar dengan Arlen.
Kalila sudah siap untuk tidur di atas single sofa yang ada, dia sudah membuat sofa itu senyaman mungkin untuk tubuhnya tidur meringkuk disana. Sementara Arlen mulai membentangkan selimut di atas lantai yang membuat Kalila mengernyitkan dahinya.
"Kamu ngapain?" tanya Kalila yang kembali duduk.
"Siap-siap tidur."
"Tapi kenapa di lantai? Kan, kamu sudah bolehkan aku tidur di sofa."
"Memang." sahut Arlen sembari merebahkan dirinya di atas selimut yang dia bentangkan. "Tapi, kan, aku ga bilang kalo aku akan tidur di ranjang kalo kamu aku ijinkan di sofa."
"Tapi Ar..."
"Sssst, jangan berisik, nanti Mama dengar. Telinga Mama kadang lebih lebar dari pada gajah."
"Tapi gimana kalo punggungmu sakit?"
"Aku akan minta Noe memijat punggungku. Jangan khawatir, asistenku itu bisa menjadi apa aja."
"Tapi-"
"Sssst, tidur lah, aku ngantuk sekali. Selamat malam." Arlen langsung memejamkan matanya dengan posisinya yang miring menghadap Kalila.
"Jadi, kamu akan terus tidur di sana selama Mama menginap?"
"Engga." Arlen membuka matanya lagi. "Tapi sampai aku bisa mengembalikan kepercayaan mu lagi kepadaku, aku ga akan tidur di ranjang ini."
Lagi-lagi Kalila merasakan sesuatu berdesir. Entah kalimat itu hanya sekadar gombalan, atau memang sungguhan akan diterapkan oleh Arlen, Kalila merasa tersentuh.
"Tidurlah, sudah malam, La."
Kalila mengangguk, lalu mulai mencari posisi untuk tidur di atas single sofa itu.
Mata Arlen kembali terbuka, dia melihat miris bagaimana posisi Kalila yang meringkuk disana. Tidak, dia tidak mungkin membiarkan Kalila tidur dengan posisi seperti itu selama Mamanya menginap disana.
Jadi, Arlen langsung mengambil ponsel dan menggerakkan jarinya di atas layarnya untuk mencari-cari sesuatu di dalam sebuah website yang menjual furniture. Begitu dia menemukan apa yang dia cari, dia langsung mengirimkan gambar itu kepada seseorang yang paling bisa dia andalkan.
Setelah tombol kirim dia tekan, puluhan kilo meter dari tempatnya berada, ponsel seseorang berbunyi tanda sebuah pesan masuk. Si pemilik ponsel terpaksa membuka matanya kembali yang padahal sudah siap untuk tidur.
Kedua matanya mengerjap untuk melihat gambar sebuah sofa L berwarna abu-abu gelap dan sebuah pesan di bawahnya.
[Carikan aku sofa seperti ini untuk di kamarku.]
"Ini maksudnya aku harus beli sofa saat ini juga? Serius?" Noe bertanya pada dirinya sendiri di dalam kamarnya yang sudah gelap.
.
.
.
Bersambung.
lanjut Thor,, smangat💪
ayo Thor semangat 💪💪